All Chapters of PURA-PURA BAHAGIA: Chapter 51 - Chapter 60
116 Chapters
Jangan habiskan makan siangku!
Hari yang cerah, Hani menjalani rutinitas pagi seperti biasa. Hari ini ia memutuskan membawa motor, ya walaupun dengan perut yang sudah membuncit, ada yang ingin ia beli sepulang kerja nanti.  Hani mulai meniti anak tangga menuju lantai dua. Di bawah ia berpapasan dengan beberapa karyawan. Ada yang bersikap biasa saja seolah tidak ada apa-apa. Ada juga yang mulai memandangnya dengan tatapan tak suka. Namun, Hani tak ambil pusing.  Satu demi satu anak tangga dititinya dengan hati-hati, anggap saja sebagai olahraga, itu yang selalu ada dalam pikiran Hani. Kakinya sudah meniti anak tangga terakhir hingga ia kini sudah sampai di lantai dua. Seperti biasa, wanita itu akan beristirahat sebentar saat ia sampai di atas. Sekadar menarik napas untuk melonggarkan dadanya yang
Read more
Dilabrak
Sepulang kerja Hani ditemani Marta mencari perlengkapan bayi, nyicil sedikit-sedikit, itu pikirnya. Agar tidak terlalu kerepotan nantinya. Ia juga sudah memutuskan tak ingin merepotkan siapapun, termasuk Aiman yang katanya siap bertanggung jawab atas semuanya.  Hani tak ingin bermasalah dengan keluarga Aiman. Apalagi ia tahu ibunya kini sangat membencinya. Toh, ia punya sedikit tabungan dari menyisihkan gajinya.  "Sekalian cuci matalah, Ta." Ucapnya saat mengajak sahabatnya itu.  "Emang matamu kenapa harus dicuci? Abis lihat apa, sih? Lihat hantu?" "Lebih seram dari hantu!"  "Ada ya, makhluk lebih seram dari hantu?" 
Read more
Manja
Langit senja berwarna merah saat Hani sampai rumah dengan barang belanjaan yang memenuhi motornya.  Belum juga motor berhenti, seseorang yang semula duduk di teras sudah menyongsongnya.  "Han, tadi Mas ke tempat kerja kamu, tapi kamunya sudah pulang." Hani tak menghiraukannya. Ia bahkan tak melirik wajah itu sama sekali. Baginya, wajah Aiman sekarang terlihat sangat menyebalkan. Apalagi tadi Ratih dengan begitu percaya dirinya meminta ia tidak mengganggu laki-laki itu.  "Han, kamu belanja perlengkapan bayi?" tanya Aiman lagi, menatap wajah Hani dan barang belanjaannya bergantian. Lagi-lagi Hani tak ingin menjawab, tangannya sibuk menurunkan barang-barang itu.  
Read more
Delia
Hani sedang menikmati makan siangnya hari ini saat pintu ruangannya diketuk. Ia sudah tahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan Pak Reynaldi sang bos aneh.  Pintu langsung terbuka saat Hani sudah mempersilahkannya masuk.  "Oh, lagi makan, ya?" tanyanya langsung, begitu sudah berada di dalam.  "Ya sudah, lanjutkan saja, kasihan bayimu. Kebetulan saya juga sedang diet, tidak akan meminta bekalmu." 'Idih, siapa yang nanya.' batin Hani.  "Bagaimana?" tanya Pak Rey lagi setelah duduk di kursi seberang Hani.  Kening Hani berkerut mendengar pertanyaan singkat itu. Gerakan tanga
Read more
Bertemu dalam mimpi
Hani memutuskan langsung pulang saja. Kalau Reynaldi atau Utari marah, itu urusan nanti. Tak apalah, dipecat sekalian. Ia sudah pasrah.  Hani berjalan gontai menuruni tangga dan langsung menuju keluar. Hingga ia tak sadar kalau sejak tadi Marta memperhatikannya.  "Han, kamu mau ke mana jam segini?" tanya Marta heran dan berusaha mengejarnya.  "Eh, Ta. Aku mau pulang, kepalaku sakit," jawab Hani berusaha tersenyum.  "Kamu sakit? Mau kuantar pulang?" Marta menempelkan punggung tangannya di kening Hani.  "Gak usah, Ta. Kamu kan, masih kerja. Aku naik ojek aja. Cuma sedikit pusing juga," jawab Hani lagi menenangkan sahabatnya. 
Read more
Aroma persaingan
Walau heran Reynaldi masih datang menepati janjinya padahal perkiraan Hani, ia tengah sibuk dengan perempuan bernama Delia, tak urung Hani menemui juga lelaki yang hari ini terlihat sangat berbeda.  Lelaki itu datang dengan sangat rapi, seolah akan pergi ke acara resmi. Dengan hem batik lengan pendek dan celana bahan, ia terlihat … lebih gagah dan family-man.  Hani mendudukan dirinya dekat sang ibu di bawah tatapan lelaki yang sedari tadi matanya tak berkedip. Hani membuang muka saat lelaki itu malah tersenyum melihat kerisihannya.  Pak Dery terdengar berdehem dulu sebelum membuka percakapan, setelah beberapa lama melihat putrinya duduk dengan canggung.  "Baik, kita mulai saja, ya." Ayah H
Read more
Ayo berjuanglah!
Kedua pria itu menoleh hampir bersamaan ke arah suara. Aroma persaingan pun, perlahan mencair.  Aiman mulai melangkah menuju teras dengan senyum sinis ia tujukan pada Reynaldi.  Sebenarnya Reynaldi sangat ingin mencegah Aiman menemui Hani, ia ingin kembali juga ke teras, tetapi teriakan Delia dari dalam mobil mengurungkan niatnya. Lelaki itu segera membuka pintu mobil kemudian masuk dan menjalankan mobilnya keluar dari pelataran rumah orang tua Hani.  Aiman segera meraih tangan kedua orang tua Hani, kemudian diciumnya takzim. Tidak seperti ibunya Aiman, sikap orang tua Hani memang tidak berubah kepadanya. Tetap memperlakukannya seperti dulu, tetap menganggapnya sebagai anak sendiri.  Sebenarnya, sepasang suami istri itu sangat menyayangkan sampai pernikah
Read more
Mantan besan
Bu Ratna --ibunya Hani-- mengetuk pintu kamar anaknya yang terkunci.  "Han," panggilnya di depan pintu dengan suara lumayan keras. Tidak ada jawaban.  "Hani." Lagi, Ratna memanggil anaknya. Namun, tetap tak ada jawaban.  "Han, ada Aiman datang!" Ratna masih mencoba memanggil sang anak.  "Bilang aku pusing, Bu. Mau istirahat." Hani balas teriak. Ia menolak menemui Aiman. Ia berdalih kepalanya pusing dan ingin tidur.  Sebenarnya bukan cuma alasan, Hani memang sedang tidak baik-baik saja, apalagi sejak keributan ulah wanita bernama Delia itu di depan rumahnya.  Bagaimana
Read more
Resign
Senja sudah berganti malam. Lampu-lampu mulai dinyalakan untuk menerangi dunia menggantikan matahari yang selalu menghilang di sore hari.  Aiman belum beranjak dari rumah orang tua Hani, meskipun wanita itu tak mau menemuinya.  Aiman juga tak menghiraukan ancaman sang ibu, yang ia anggap gertakan semata itu. Hingga setengah jam kemudian ponselnya kembali berdering.  Dengan malas, Aiman merogoh benda itu, lalu melihat layarnya. Keningnya langsung berkerut saat nama Ratih yang tertera di sana. Pasti sang ibu menggunakan perawatnya itu, untuk membuatnya pulang. Itu pikir Aiman.  Tadinya ia ingin mengabaikan, tapi panggilan terus berulang sampai lima kali.  
Read more
Sakit jiwa
Hani menarik napas panjang dulu sebelum memasuki bangunan dua lantai yang beberapa tahun ini menjadi tempatnya mencari sesuap nasi.  Terhitung sudah tiga kali berganti kepemilikan, hingga sekarang dibeli Pak Reynaldi. Ia setia mengabdi di sana.  Ditatapnya bangunan kafe bergaya minimalis modern itu dengan senyum tipis di bibirnya. Sebentar lagi, ia bukan bagian dari kafe itu.  Hani mulai melangkah menuju pintu khusus karyawan. Marta sudah dikabarinya sejak semalam. Gadis itu langsung menyongsongnya begitu ia masuk.  Sama seperti dulu Marta pun tidak rela harus berpisah dengan sang sahabat, tapi ia tetap mendukung keputusan Hani.  Ha
Read more
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status