All Chapters of Harga Diri Seorang Wanita: Chapter 41 - Chapter 50
70 Chapters
Bab 41 . Apakah Rasanya Masih Sama
"Selamat siang," sapa Jenna, saat melangkah ke dalam ruang rapat. Meja panjang dengan deretan kursi di kedua sisi meja yang sebagian sudah ditempati, oleh para dewan direksi. Jenna mengenal mereka semua, sebelumnya ia sering mendampingi Leonel Kim saat rapat penting seperti ini, diadakan. Dengan penuh percaya diri, Jenna melangkah ke arah di mana kursi utama berada. Kursi yang dulu ditempati oleh mendiang Tuan Besar Kim. Saat ini, Jenna berhak. Sebab, ia memiliki porsi saham terbesar. Yura menarik kursi dan mempersilakan Jenna, untuk duduk. Jenna duduk dengan Leonel sudah duduk di sebelah kanannya. "Selamat siang dan terima kasih, atas kehadirannya. Tidak banyak yang perlu disampaikan, aku yakin kalian semua sudah mendapatkan pemberitahuan terkait warisan yang aku terima."Jenna langsung ke inti permasalahan. Ia tidak ingin berlama-lama, sebab tatapan semua orang terlihat jelas sedang menilai dirinya. Jika itu s
Read more
Bab 42 . Muak
Tepat saat bibir Leo hendak mendarat di bibirnya, Jenna langsung memalingkan wajah. Ya, bibir Leo mendarat di pipi Jenna. Untuk sesaat mereka berdua membeku, seperti itu. Sama-sama hanya mampu mendengar detak jantung masing-masing, yang menggila.  Hanya saja, apa yang dirasakan mereka berdua, berbeda. Leo, terbakar gairah. Sedangkan, Jenna terbakar amarah.  DRITTT! DRITTT! DRITTT!  Ponsel Leo yang diletakkan di meja, di hadapan sofa bergetar, ada panggilan masuk.  Perhatian Leo teralihkan dan kesempatan itu diambil Jenna untuk menyelinap keluar dari kurungan lengan kokoh, suaminya itu. Leo menegakkan tubuh dan dengan kedua tangan, menyisir rambutnya ke belakang, sebelum melangkah ke arah meja di dekat sofa.  Anya. Panggilan dari Anya. Ya, Leo beberapa hari ini sama sekali tidak teringat akan wanita itu. Sedikit kesal, karena panggilan ini masuk dan mengganggu kedekatan tadi.  "Halo." [Kamu
Read more
Bab 43 . Amat Sangat Terlambat
Hari pertama di perusahaan sebagai petinggi, membuat Jenna amat sibuk. Satu persatu kepala departemen, datang menemuinya. Ada yang langsung melemparkan dokumen yang ditolak, tepat di hadapan Jenna, ada yang langsung memaki dengan kata-kata kasar. Apa yang dapat diharapkan? Tidak ada yang menghormati dirinya, walaupun berada di kedudukan ini. Apakah Jenna, takut? Tidak. Ia segera menghubungi pengacara, agar mewakili dirinya untuk membuat laporan di kepolisian. Kata kasar, cacian dan hinaan, semua direkam dalam ponselnya. Jenna yakin, mereka tidak akan berkelakuan seperti itu dengan kamera pengawas yang menyala di ruangan ini. Ia yakin, para petinggi itu sudah memikirkan konsekuensi itu. Hanya saja, Jenna tidaklah bodoh. Direktur Pemasaran, pria paruh baya dengan perut buncit, akhirnya datang ke hadapannya. Jenna yakin, ini adalah yang terburuk, jadi ia sudah mempersiapkan diri. Bersandar di kursi kerja dan menatap tajam, ke arah pria itu. 
Read more
Bab 44 . Tidak Berlebihan
"Yura, kamu pulang duluan. Masih ada beberapa dokumen yang hendak dikoreksi," ujar Jenna sedikit terkejut, saat melihat waktu sudah menunjuk hampir pukul 7 malam. "Tidak apa-apa, aku akan menemani Nyonya.""Pulanglah, aku hampir selesai. Jangan biarkan putrimu menunggu sendirian di rumah," balas Jenna. Ya, Yura adalah seorang ibu tunggal, sang suami meninggal karena sakit dan saat ini ia hidup berdua dengan putrinya yang sudah berusia 12 tahun. "Terima kasih, Nyonya. Jika begitu, aku permisi."Jenna mengangguk. Setelah Yura meninggalkan ruang kerja, Jenna kembali berkutat dengan tumpukan dokumen. Ini bagus, setidaknya Jenna memiliki kesibukan dan pikirannya tidak melayang jauh. Pekerjaan ini, membantu pikirannya teralihkan. Tiga puluh menit kembali berlalu dan Jenna, berhasil menyelesaikan dokumen terakhir. Menutup map dan meregangkan tubuh. Jenna mengangkat kedua tangannya tinggi, untuk melemaskan otot-ototnya. Ada s
Read more
Bab 45 . Aku Tidak Beruntung
Jenna tidak menjawab dan menarik tangannya, agar terlepas dari genggaman Leo. Apa yang dapat diharapkan dari janji itu? Tidak ada. Ia tidak berharap apa pun. Saat ini, hanya Jenna yang dapat melindungi dirinya sendiri. "Di sana. Aku ingin makan di sana," seru Jenna, sambil menunjuk ke sisi kanan badan jalan. "Kamu yakin? Padahal aku ingin mengajakmu makan malam di restoran Perancis," tanya Leo. "Aku yakin."Lalu, Leo membelokkan mobilnya dan berhenti di bahu jalan. Jenna menatap ke arah restoran cepat saji yang menyediakan ayam goreng. Saat hamil, ia sempat ngidam makanan ini. Namun, semua penderitaan membuatnya tidak lagi memiliki selera makan. Saat ini, setidaknya ia ingin merasakan makanan itu, walaupun sudah tidak hamil. Mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran yang cukup ramai. Jenna memesan paket makanan komplit, yang bahkan ia tidak yakin apakah dapat menghabiskannya atau tidak. Du
Read more
Bab 46 . Tidak Merasa Curiga
Di klub malam ternama, tepatnya di ruang VVIP, Leo mengajaknya bertemu. Awalnya, Anya mengira pria itu akan berbaikan dengannya. Namun, apa yang terjadi membuat Anya berang. "Seperti yang kau tahu, aku sudah menikah dan aku hanya ingin menjalankan tanggung jawabku dengan benar!""T-Tapi, tapi mengapa kita harus putus? Jangan bilang kamu berusaha menjadi suami yang baik," seru Anya dengan nada penuh ejekan. "Aku hanya ingin menjadi suami yang bertanggung jawab dan selingkuh, tidak pantas dilakukan," tegas Leo. Ha ha ha! Anya tertawa penuh ejekan dan berkata, "Bukankah ini sudah amat terlambat? Harusnya kamu lakukan itu saat baru menikah! Apakah kamu kira istrimu akan memberikan penghargaan untukmu, karena bertingkah setia?""CUKUP! Aku memutuskan hubungan kita dan tidak butuh komentar apa pun darimu!" tegur Leo yang mulai emosi. "Aku tidak pernah diputuskan! Dan saat ini, aku semakin tidak ingin putus deng
Read more
Bab 47 . Kebetulan
Hari-hari berikutnya, Jenna selalu menghabiskan waktu makan siang untuk berbincang dengan pria bernama Victor itu. Di saat-saat itulah, Jenna merasa lebih hidup. Mereka memiliki obrolan yang menarik dan membuat Jenna nyaman, belum lagi Victor adalah pria yang sopan. Seperti siang ini, mereka duduk berhadapan dan membahas hal-hal menarik lainnya. "Ini," ujar George sembari berdiri dari duduknya dan berpindah tempat. Menarik kursi dan duduk, tepat di samping Jenna. Pembawaan diri George yang santai, membuat Jenna tidak merasa risih, apalagi curiga. Saat ini, George menunjukkan sesuatu dari layar ponselnya. Sesekali, mereka berdua akan tertawa karena membahas sesuatu yang lucu. Posisi itu, membuat seseorang yang berada di gedung seberang, menjepret begitu banyak foto. ***Malam hari, Jenna akan makan malam di rumah bersama Leo, tanpa mengatakan apa pun. Leo, bersedia bersabar. Walaupun, perlakuan Jenna
Read more
Bab 48 . Pilih
Acara ramah tamah, berlangsung dengan sempurna. Tidak dipungkiri kehadiran Jenna, menantu Keluarga Kim, menarik perhatian. Apalagi, rumor tentang warisan sudah tersebar luas. Namun dengan keberadaan pria bernama Victor itu, perhatian Jenna sedikit teralihkan. Hanya saja, saat tuan rumah hadir, Victor meninggalkan ruangan itu dengan alasan ada yang hendak dilakukan. Jadi, Jenna mengobrol ringan dengan Tuan dan Nyonya Zhang. Seperti biasa Yura dan dua orang pengawal, berjaga di jarak yang cukup jauh. Saat itulah, George mendekati, Yura. "Bisakah kita berbicara?" tanya George. Menatap dingin, Yura berkata, "Ada apa?"Sejak pertama, Yura tidak menyukai pria bernama Victor ini. Seakan senyum lebar di wajah tampan itu, menyimpan banyak hal busuk. "Tidak bisa di sini. Bisakah kita berbicara di luar?" tanya George kembali. "Katakan di sini, jika ada yang ingin kamu sampaikan!" tegas Yura, yang
Read more
Bab 49 . Bertindak Lebih Bijaksana
Di lobi hotel, Jenna melihat kedua pengawalnya ada di sana. Kedua pria bertubuh kekar itu, segera datang menghampirinya. "Selamat pagi, Nyonya."Kedua pengawal menyapa, serentak. "Apa yang terjadi? Hmmm, mengapa kalian berada di sini?" tanya Jenna, ragu. Kedua pengawal saling bertukar pandang dan salah seorang berkata, "Yura, meminta kami menunggu di sini. Beliau berkata, Nyonya akan menginap di hotel."Yura? Kening Jenna, mengernyit. Ia sama sekali tidak memiliki ingatan akan hal tersebut. Yang diingatnya adalah berada di toko Tuan Zhang dan minum Sampanye yang diantarkan oleh Yura. Mendadak, rasa curiga mulai tumbuh. Apakah ada sesuatu dalam minumannya? Namun, itu tidak mungkin. Apakah karena jarang minum minuman beralkohol, ia mudah mabuk. "Kapan terakhir kalian bertemu dengan Yura?" tanya Jenna. "Yura meninggalkan hotel pukul 2 dini hari. Katanya, ia harus kembali ke kampung, ada kerabat dekat yang me
Read more
Bab 50 . Hari H
Karena terlambat ke kantor, Jenna makan siang di perusahaan. Tidak ada Yura yang membantu, cukup membuat Jenna kewalahan. Langit sudah gelap, saat Jenna membereskan meja kerjanya. Cukup lelah, tetapi sebagian besar dokumen telah selesai ditandatangani. Mengambil tas tangan dan Jenna melangkah menuju pintu ruang kerjanya. Saat pintu dibuka, Jenna terkejut, sebab Leo berada di sana. Apakah Leo menunggunya? Mengapa suaminya itu tidak masuk? Bahkan wajah pria itu terlihat begitu lelah. "Apakah kamu menungguku?" tanya Jenna. Leo, setelah menerima foto itu, ia sama sekali tidak dapat fokus dalam pekerjaannya. Walau tidak sepenuhnya percaya, tetapi itu amat mengganggu dan ia harus menunggu, agar mendapatkan kepastian. "Aku akan tinggal di apartemen, banyak yang harus dipersiapkan menjelang acara ulang tahun," jelas Leo. Itu bohong, sebab hanya dengan menatap Jenna, foto-foto itu kembali terbayang di benaknya. Jadi, bagaimana
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status