All Chapters of DILAMAR ANAKNYA DINIKAHI AYAHNYA: Chapter 31 - Chapter 40
101 Chapters
31. Ela dan Kebohongannya
Dilamar 31     “Ela, kamu Ela’kan?” Angkasa sangat kaget melihat seorang wanita yang cukup ia kenal di masa lalu. Tidak ada yang berubah, masih sama seperti Ela yang ia kenal semasa remajanya.     “Iya, Mas, saya Ela Restu. Mas apa kabar? Mau menginap di sini?” tanyanya dengan canggung.    “Bukan, Mbak, kami ke sini ingin mencari tahu tentang seorang wanita yang katanya pernah menginap di sini beberapa hari,” sela Josep. Kening Ela berkerut heran, sembari mengingat-ngingat siapa tamu yang menginap di penginapannya beberapa hari.    “Siapa?” tanya Ela.    “Rumi. Dia istri saya,” jawab Angkasa sambil menatap Ela penuh harap. Seketika it
Read more
32. Rencana Jahat Ela
"Lo yakin tidak ada yang aneh dengan teman Pak Angkasa tadi?" tanya Josep pada teman Daus; temannya."Udah jelas nggak! Lo perhatikan saja bola matanya yang bergerak terlalu cepat dan jemarinya yang selalu saja bermain dengan ujung bajunya, menunjukkan betapa ia sedang menyembunyikan sesuatu. Kayaknya kita harus mengikuti wanita itu mulai besok. Kondisi Pak Angkasa tidak memungkinkan untuk ikut mencari, biar beliau di kamar saja beristirahat," jawab Daus sambil menyesap kopinya.Mereka bertiga sudah kembali ke penginapan tempat Angkasa. Duduk di taman kecil penginapan sambil menyesap kopi dan menikmati sebatang rokok. Angkasa memilih langsung tidur karena begitu ia tidak bisa langsung menemukan istrinya, seluruh tubuhnya kembali lemas dan tidak bertenaga.Sementara itu, Ela tengah berada di dalam taksi online melewati rumah kos yang ditinggali Rumi. Ia hanya ingin memastikan apakah wanita itu masih menunggunya atau tidak.
Read more
33. Menjebak Angkasa dengan Obat Perangsang
     Tok! Tok!    Cklek!     Josep dan Daus muncul dari pintu yang terbuka sedikit lebar. Ela terlonjak kaget dengan tubuh menegang bahkan ia merasa seperti berhenti bernapas untuk beberapa saat.    “Kami harap tidak mengganggu keakraban Pak Angkasa dan Mbak Ela,” ujar Josep yang berjalan mendekat dengan tersenyum lalu meletakkan potongan buah rujakan di atas meja.    “Tentu saja tidak,” sahut Angkasa sambil menurunkan cangkir yang hampir saja menyentuh bibirnya. Potongan buah rujakan nampak lebih menggoda daripada secangkir teh, sehingga Angkasa memilih menaruh cangkir itu kembali ke atas meja. Ia meraih potongan buah, lalu meletakkan di atas kaedua kakinya yang beralaskan selimut. Ekor mata Ela nampak kecewa dan pasrah, saat cangkir itu tergeletak begitu saja tanpa sempat disentuh Angk
Read more
34. Ancaman Josep
"Kenapa dijaman sekarang sulit menemukan wanita polos dan dan tidak licik? Cih! bisa-bisanya memberikan obat perangsang pada Pak Angkasa, disaat orang tengah kesusahan mencari istrinya. Luar biasa licik, mirip peran antagonis di sinetron," gumam Josep saat menemukan bungkus obat perangsang birahi yang tergeletak di atas karpet kamar Angkasa.Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ela? Bosnya tidak akan mungkin melakukan hal konyol yang membahayakan dirinya seperti ini. Lekas Josep mengambil ponsel, lalu memotret bungkusan itu untuk ia kirimkan pada Daus. Bos dan temannya itu pasti akan sangat penasaran.Josep tertawa, lalu ia yang tengah duduk di pinggir ranjang menoleh ke belakang. Ela masih tidur dengan lelap. Napasnya berembus dengan teratur. Sedikit pertama Josep bagai terhipnotis. "Cantik, tapi licik, makanya belum punya pasangan," gumam Josep lagi sambil menyingkirkan satu dua helai rambut yang berada di dahi Ela."Dan kin
Read more
35. Janin Rumi
Bari sudah tiba di Bali dan ia langsung menuju alamat yang pernah diberikan oleh Tiara waktu itu. Inilah pertama kalinya ia mengunjungi Tiara sejak mereka menikah siri beberapa pekan sebelum ia dirawat di rumah sakit. Sebenarnya ia sangat enggan, tetapi omanya tidak boleh mendahuluinya. Ia harus membawa Tiara pergi sejauh mungkin. Sebenarnya Tiara tidak benar-benar bekerja di toko roti. Itu hanya pengalihan saja untuk menutupi kehamilannya dari Rumi dan juga keluarga besar Bari. Wanita itu hanya menjaga warung kecil-kecilan yang ia buka di rumah. Perutnya yang semakin besar, membuatnya sedikit kesusahan untuk melamar pekerjaan di toko makanan atau toko oleh-oleh, sehingga ia hanya bisa membuka warung kecil yang kebetulan sekali dekat dengan Sekolah Dasar. "Beli permen," suara anak kecil membuat Tiara tersentak dari lamunannya. "Eh, iya. Mau permen apa?" tanya Tiara dengan ramah."Ini, beli semua," kata anak kecil itu sambil memberikan ua
Read more
36. Ada apa dengan Bari dan Tiara?
Matahari terbenam dan sinar senja masuk ke dalam ruang perawatan VIP Rumi. Angkasa sengaja belum menutup tirai jendela, karena senja begitu indah dan teduh di depannya. Perlahan warna keemasan itu memudar, digantikan dengan gelapnya langit malam. Angkasa duduk di tempat tidur rumah sakit, persis di ujung kedua kaki Rumi. Wanita itu masih terlelap dengan wajah pucat dan nampak sangat ringkih. Istrinya itu meringkuk di balik selimut. Membiarkan sinar senja menerpa tubuh Rumi yang tertutup selimut. Pria itu berdiri; hendak berjalan ke kamar mandi. "Bang," suara Rumi terdengar lemah. Angkasa menghentikan langkahnya, lalu berjalan mendekat pada istrinya. "Kita di mana?" tanya Rumi dengan suara lemah."Di rumah sakit. Apa kamu masih pusing?" tanya Angkasa yang kini sudah duduk di samping Rumi."Perut saya tidak enak," jawab Rumi sambil meringis. "Kenapa Abang bisa ke sini? Apa Abang ingin memberitahu saya bahwa
Read more
37. Rahasia Bari
Keesokan harinya, kondisi Rumi sudah lebih baik. Walau masih banyak termenung. Air matanya tetap menetes walau tidak sederas kemarin. Rumi merasa sangat bersalah pada buah hatinya yang baru berumur beberapa minggu. Pikiran dan perasaannya yang begitu tertekan membuatnya abai terhadap kehamilannya. Angkasa tidak berani berbicara banyak. Hanya kalimat permohonan maaf yang ribuan kali ia utarakan pada istrinya. Walau Rumi mengatakan memaafkannya, tetapi wajah sedih dan kecewa itu tidak bisa ditutupi. Lelaki itu duduk di samping Rumi, sambil memegang piring berisi bubur nasi. Sejak semalam Rumi tidak mau makan apapun. Hanya minum air putih saja dan sedikit teh manis. Angkasa masih terus membujuknya agar mau makan dan tidak jatuh sakit."Sedikit saja, Rumi. Tiga suapan juga gak papa. Makan ya?" bujuk Angkasa. Rumi menggelengkan kepala dengan lemah. "Gak lapar, Bang," jawabnya. "Ayo makan, biar kita bisa pulang ke Jakarta. Emak, Daddy, dan sem
Read more
38. Pilunya Tiara
"Mbak yang sabar ya, salah satu diantara keduanya tidak bisa diselamatkan. Kami tim dokter sudah berusaha. Semoga menjadi tabungan kedua orang tua di akhirat. Lekas pulih ya. Mungkin ada pihak keluarga atau suami Mbak yang bisa dihubungi?" Tiara menggelengkan kepalanya dengan lemah. Dokter dan perawat saling pandang, lalu pria berjas putih itu mengangguk tipis pada perawat di sampingnya. "Baiklah, kalau ada perlu apa-apa perawat kami bisa dipanggil saja. Saya permisi, besok saya baru akan visit lagi." Pria itu pun pergi meninggalkan Tiara yang masih terdiam. Air matanya tidak bisa menetes karena hatinya yang terlanjur sakit dan pedih. Bari benar-benar memperlakukannya bagai pelacur yang sama sekali tidak berharga. Padahal semua masalah bermula dari lelaki itu, tetapi ia yang harus menanggung malu dan nestapa akibat dari semua itu. "Mbak Tiara sudah sadar? Sukurlah, Mbak, saya mau beli gas karena suami mendadak ingin dibuatkan mi rebus. Pas saya
Read more
39. Susu Ibu Hamil di Kontrakan Tiara
Dua hari telah berlalu, Bari sudah kembali ke Jakarta, sedangkan Angkasa dan Rumi kini tengah dalam perjalanan menuju Bali dengan pesawat. Rumi duduk di dekat jendela sambil memandang gulungan awan yang begitu indah. Wajahnya masih terlihat pucat, tetapi Rumi sudah lebih bersemangat dari sebelumnya, karena suasana hati yang sedang senang. Ya, benar sekali apa yang disarankan oleh Bulan, bahwa anak dan menantunya butuh waktu berdua untuk kembali membangkitkan gairah cinta yang sempat padam dan hati yang pernah terluka perlu disembuhkan dengan segera. Rumi nampak sekali menikmati perjalanannya, walau jauh di dasar hatinya masih begitu sedih karena kehilangan bayinya."Rumi, kamu mau pesan minuman?" tawar Angkasa pada istrinya. Rumi menoleh, lalu menggeleng. Pandangannya kembali melihat awan."Apa kita masih lama?" tanyanya pada Angkasa."Tidak, setengah jam lagi mungkin sudah landing," jawab Angkasa sembari melihat jam tangannya. 
Read more
40. Rumi dan Angkasa Menghibur Tiara
"Ah, itu ... mm ...." Tiara menelan ludahnya. Wajahnya pucat bak kapas. Alasan apa yang harus ia katakan pada Rumi dan juga Angkasa."Mbak, ini susu hamil siapa?" tanya Rumi lagi sambil memandangi wajah Tiara dengan seksama."Barang dagangan. Yah, i-itu barang dagangan. Di samping sini Mbak buka warung, jadi ini susu hamil untuk jualan," jawab Tiara canggung."Mbak jualan? Bukannya kerja di toko roti?" Tiara menganga menyadari kecerobohannya. Ia mengatakan ke Bali untuk bekerja di toko roti, tetapi malah jualan. Sekarang, dia mau alasan apa lagi?"I-iya, jadi Mbak jualan sejak sore sampai malam hari saja, biar gak kesepian di rumah sendirian. Iya, seperti itulah keadaannya." Rumi menoleh pada suaminya, Angkasa mengangguk pelan, lalu dengan gerakan mata memberi isyarat bahwa semuanya baik-baik saja. "Begini saja, karena kalian berdua masih rindu dan ingin banyak ngobrol, gimana kalau saya yang mencari penginapan untuk kita di seki
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status