Lahat ng Kabanata ng Sang Sekretaris: Kabanata 31 - Kabanata 40
156 Kabanata
Titik Jenuh
Dagu Vira mengetat heran ketika melihat sang suami sudah berada di rumah di sore hari seperti ini. Biasanya, Aga akan sibuk berada di kantor, dan baru datang ke rumah di malam harinya. Saat libur pun, Aga juga kerap berada di luar rumah, karena sang suami mendapatkan jatah liburnya di hari kerja.“Tumben sudah di rumah?” tanya Vira langsung duduk di depan meja rias untuk membersihkan make upnya terlebih dahulu.Aga yang baru saja keluar dari kamar mandi, dan hanya menutupi tubuhnya dengan selembar handuk, langsung menghampiri Vira. Ia berdiri di belakang sang istri lalu menyentuh kedua bahu Vira dan memberi pijatan lembut di sana.“Aku baru pulang dari Banjarmasin, Vir,” jawab Aga. “Apa kamu lupa?”“Nggak lupa,” bantah Vira
Magbasa pa
Saya Nggak Bisa
“Mau pulang?” sapa Aga ketika mendapati Bening di dalam lift di lantai lobi. Terlihat jelas kalau wajah itu masih saja sembab setelah pemakaman Sinta tiga hari yang lalu. Bening mengangkat wajah dan tersenyum tipis melihat Aga. Setelah menemani Bening di rumah sakit kala itu, Aga memang tidak bisa berlama-lama menemani dirinya. Ada sebuah tugas yang mengharuskan Aga pergi keluar kota sore harinya. “Bapak sudah pulang?” Bening melangkah keluar lift dan berhenti tepat di depan sang atasan yang terlihat sangat segar. Bening menebak, pria itu baru saja mandi dan langsung pergi ke kantor setelahnya. Aga mengangguk dan kembali mengulang pertanyaannya. “Mau pulang?” “Iya, Christ sudah jemput—” “Kembali ke atas,” titah Aga melew
Magbasa pa
Nggak Akan Sebanding
Setelah menolak permintaan Aga, yang memintanya untuk bertanggung jawab atas perasaan pria itu saat ini, sebenarnya Bening ingin sekali keluar dari mobil. Ia lebih memilih untuk melanjutkan perjalanannya memakai transportasi on-line, tapi pria itu tidak mengizinkannya. Aga tetap bersikeras untuk mengantar Bening hingga sampai ke rumah gadis itu.Tidak ada obrolan lagi setelahnya, karena mereka sibuk mencerna semua hal yang terjadi di antara keduanya. Sampai roda empat itu berhenti di depan pagar rumah Bening yang kini terbuka lebar.“Ada tamu sepertinya,” celetuk Aga sambil menarik handremnya. Melihat ke arah mobil yang sebagian body belakangnya menjorok ke luar pagar.“Mobil yang punya rumah,” ucap Bening seraya melepas sabuk pengamannya.“
Magbasa pa
Mengikhlaskan
“Ngapain cari kosan, kamu bisa tinggal di apartemen.” Pagi-pagi sekali, Christ sudah bertandang ke rumah Bening. Duduk berdua di sebuah kursi besi panjang di teras depan dan bercerita tentang berbagai hal. Selama ini, Bening memang tidak pernah menyembunyikan hal mengenai kehidupan keluarganya pada Christ. Karena sedari awal Christ memintanya berkomitmen, Bening ingin pria itu menerimanya dengan semua kekurangan yang ada. Sejak itulah, Christ selalu tahu semua hal yang terjadi di keluarga Bening. “Christ, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, tapi, aku sudah putuskan untuk nggak akan ngelanjutin hubungan ini.” “Tapi, Ning. Uti sudah nggak ada,” sahut Christ masih ingin berusaha meyakinkan gadis itu dan memilikinya. “Kita bisa pergi ke Singapur dan meneruskan sem
Magbasa pa
Sudah Selesai
Sejak, Aga mengantarkan Bening terakhir kali, pria itu mulai menjaga jaraknya ketika mereka berada di kantor. Sikapnya kembali seperti dulu, hanya berbicara pada Bening untuk urusan pekerjaan saja. Namun, ada satu hal mencolok yang Bening rasakan, yaitu, pria itu sudah tidak segarang dahulu kala yang selalu saja protes dengan perihal tampilan serta attitude Bening ketika berada di kantor. Sementara untuk hubungannya dengan Christ, saat ini Bening sungguh-sungguh ingin menata hatinya terlebih dahulu. Hingga saat ini, mereka berdua memang sudah tidak lagi memiliki hubungan sama sekali. Kendati, Christ masih menghubunginya, tapi Bening hanya merespons pria itu dengan seadanya. Sakit memang. Namun, ketika ia kembali mengingat bahwa hal tersebut yang diinginkan oleh Sinta di saat-saat terakhirnya, maka Bening seolah memiliki kekuatan untuk melupakan pria itu.
Magbasa pa
Cari Kerjaan Lain
Setelah pertemuan yang membahas mengenai pembagian harta wasiat itu selesai, Bening tidak langsung pergi dari hotel tersebut. Kakinya melangkah santai menuju lobby lounge, untuk menikmati makan siang seorang diri. Mengingat nominal warisan yang sudah pasti menjadi miliknya, Bening berniat memanjakan diri untuk mengusir penat yang menggantung di kepala.Dengan satu porsi oxtail ramen di depan mata, ditemani sparkling water dan segelas red berries smoothy, Bening betul-betul menikmati kesendiriannya. Setelah makan siang, Bening pun berniat pergi ke klinik kecantikan untuk menghilangkan stresnya. Merawat diri dari ujung rambut hingga kaki, lalu pulang ke rumah dan tidur sampai esok pagi.Di saat makan siangnya hampir selesai, Bening menangkap sosok Vira yang masuk ke dalam lounge dan langsung mendatangi sebuah meja kosong. Wanita itu terlihat mengeluarkan ponsel,
Magbasa pa
Sebuah Pelukan
Keduanya terdiam di dalam lift yang membawa ke lantai atas.  Tidak bersuara apalagi berdebat, karena di dalam sana ada beberapa orang lagi yang memenuhi bilik persegi tersebut.Setelah sampai di lantai tujuan yang sama dengan pengunjung lain, kaki Bening buru-buru melangkah mendahului Aga untuk menuju ke tempat parkir.“Ning, kamu beneran mau berhenti?” tanya Aga dengan gampangnya menyamakan langkah di samping Bening.“Kan, sudah jadi cita-cita Bapak mau pecat saya dari dulu,” sindir Bening semakin mempercepat langkahnya. “Jadi, saya kabulkan biar Pak Aga senang.”Saat wajah Aga menunduk, ia baru menyadari kalau barang belanjaan yang dibawa Bening saat ini, semuanya berasal dari brand ternama. Jelas saja Aga tahu, dahulu kala ia s
Magbasa pa
Tempat Untuk Pulang
“Mau pulang sekarang?” tanya Aga setelah tangis Bening mulai mereda.Bening menarik diri dan masih sesegukan sambil mengusap seluruh tangis yang masih tersisa di pipi dengan satu tangan. Ia mengangguk lalu Aga pun membawa tubuhnya untuk berdiri. Pria itu menggiringnya menuju tempat duduk penumpang di bagian depan. Sementara Aga, langsung mengitari mobil dan duduk di balik kemudi.“Kunci mobil?” pinta Aga dengan menjulurkan tangan kirinya pada Bening.Bening yang baru menyadari, bahwa sedari tadi ia menggenggam kunci mobil di tangan kiri, akhirnya menyerahkan pada Aga.“Bapak, nggak malam mingguan sama istri?” pancing Bening ingin mengungkap kecurigaannya.“Enggak.”
Magbasa pa
Ayo, Kita Menikah
“Bening!”Aga reflek membanting setirnya ke kiri, karena harus mencondongkan tubuh untuk meraih bagian tubuh Bening yang dapat ia jangkau.Apapun itu!Asal bisa menarik tubuh itu kembali masuk ke dalam mobil. Aga meraih tas selempang yang masih bisa terjangkau dan menariknya. Di saat yang sama, mobil yang dikendarainya langsung berputar dan berbalik arah, karena Aga tidak sengaja telah melakukan oversteer dan kehilangan keseimbangan.Tubuh Bening yang sudah siap melompat itu, terhentak keras. Tertarik kasar kembali ke belakang. Jatuh, dan kepalanya terbentur tuas persneling mobil.Sementara Aga, sudah tidak bisa mengontrol kemudi. Kakinya reflek mencari apapun yang bisa diinjak dan berharap itu adalah pedal rem. B
Magbasa pa
It's On Me
Aga terhenyak dari tidurnya. Getaran ponsel yang tergeletak di sisi tubuh Aga, langsung membangunkannya seketika. Tangan Aga meraba sisi kosong di sebelahnya lalu mengangkat ponsel yang akhirnya ia temukan. Melihat nama Vira, kemudian Aga langsung mensenyapkan getarannya. Tidak berniat sama sekali menerima panggilan dari sang istri, di pagi hari seperti ini. Terlebih, Aga sudah melalui malam yang sangat melelahkan, hingga ia tidak ingin dicecar oleh pertanyaan Vira sama sekali. Aga kemudian bangkit perlahan dari tidurnya. Melihat Bening yang masih tertidur pulas, karena efek obat bius yang disuntikkan pada gadis itu ketika dalam keadaan lengah malam tadi.  Selagi Aga terus mengoceh untuk memancing perhatian Bening. Dua orang perawat dan satu dokter sudah bersiap untuk meraih gadis itu, dan langsung memberi suntikan untuk menenangkannya.
Magbasa pa
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status