Semua Bab Sang Sekretaris: Bab 11 - Bab 20
156 Bab
Dasar Bodoh
Aga memasuki rumah dengan langkah lelah. Baik tubuh, maupun pikiran yang tidak lepas memikirkan kejadian bodoh antara dirinya dan sang sekretaris. Sesekali tangannya terangkat untuk menyentuh bibir yang telah merasakan manisnya ciuman Bening. Aga menggeleng secepat mungkin, untuk menyingkirkan perasaan aneh yang tiba-tiba menyusup di dalam hati. Hal salah seperti ini, seharusnya tidak pernah terjadi. Menaiki lantai dua dalam kegelapan, Aga masih melihat cahaya lampu kamarnya yang masih berpendar dari celah di bawah pintu. Hal tersebut menandakan bahwa sang istri masih belum terlelap. Meskipun jarum jam, yang ada di pergelangan Aga sudah menunjukkan pukul sebelas lewat. Membuka pintu kamar, Aga melihat punggung sang istri tengah bersandar pada kursi kerjanya. Tangan kirinya memegang berkas. Sementara tangan kanannya tengah memegang mouse yang berada di samping laptop. “Belum tidur?” tanya Aga seraya menundukkan wajah untuk mengecup pipi sang istri. Mem
Baca selengkapnya
No Strings Attached
“Tercecer di mana otakmu yang katanya encer itu, Ning?” Aga menutup pintu mobilnya dengan kasar, setelah menyeret Bening yang hanya duduk tertunduk di lobi. Di antara rasa kantuk, penat, emosi, dan sakit kepala, Aga melajukan roda empatnya dari rumah dengan kecepatan tinggi. Ia hanya ingin melepas sebuah rasa kesal yang tidak dapat sama sekali ia jelaskan dengan kata-kata. Andai sang istri mau memberikan haknya beberapa saat yang lalu, Aga tidak akan mungkin berada bersama Bening saat ini. “Lagi nggak punya otak, Pak.” Jawaban lirih dari Bening itu justru menambah kekesalan Aga saat ini. “Kamu, itu! CK, Kenapa harus nelpon saya? Kenapa nggak nelpon—” “Kalau Bapak nggak mau ke sini, ya, nggak usah dateng! Gitu aja repot!” putus Bening dengan berani membentak Aga. Kemudian, Bening membuka pintu mobil dengan cepat dan keluar dari sana tanpa menutup kembali pintunya. Aga langsung menggeram dengan lepas, seraya mengacak surai hitamnya dengan frustr
Baca selengkapnya
Cuti
Bening keluar kamar dengan wajah sembab dan mata panda yang terlihat bengkak. Melangkah gontai menuju dapur, untuk membuat secangkir kopi pahit guna menghilangkan sakit kepalanya. Duduk di kursi dengan kedua kaki menekuk ke atas, Bening lalu meletakkan dagunya di atas lutut kanannya.Mengingat tentang kebersamaannya bersama Christ selama ini, serta membayangan, apa saja yang dilakukan pria itu di dalam kamar hotel bersama Chika.“Mbak Ning,” sapa Mala, asisten rumah tangga paruh baya yang tugas utamanya mengurus semua keperluan Sinta. Wanita itu sedikit terkejut ketika melihat wajah Bening yang terlihat sangat kusut dan sembab. Karena selama bekerja di sana, Mala tidak pernah melihat Bening sekacau seperti saat ini. “Ada mas Christ di depan.”“Suruh pulang aja, Bu.”“Kenapa harus disuruh pulang?” Sinta tahu-tahu sudah berada di belakang Bening dan mengusap kepala cucunya itu dengan perlahan. Wanita tua itu m
Baca selengkapnya
Status Bening
Hari itu, Bening benar-benar tidak datang ke hotel untuk menghadiri perhelatan besar yang telah digelar oleh kantornya. Namun, ia masih tetap menerima telepon dari para rekannya untuk mengalihfungsikan tugas yang diemban oleh Bening. Meskipun tidak datang, tapi Bening tetap bertanggung jawab dengan semua hal sampai sekecil apapun dari jauh.Bening tidak bisa memaksakan tubuh yang sedang tidak sehat itu, untuk datang ke hotel dan ikut serta dalam acara tersebut. Yang ada, nanti justru Bening akan merepotkan para rekannya karena kondisinya yang benar-benar lemas.Ternyata, putus cinta dan patah hati bisa menyakitkan seperti ini. Christ benar-benar telah melambungkannya ke bulan, lalu dengan cepat menghempasnya ke daratan bumi hingga membuat Bening hancur sampai berkeping-keping.“Masuk!” titah Bening setelah mendengar suara ketukan pintu sebanyak dua kali. Ia masih terbaring lemah dengan hanya memakai daster dan menggunakan selimut yang tipis.&
Baca selengkapnya
Dua Wanita
Dengan sweater crop top yang memperlihatkan sebagian perut ratanya, Bening memasuki restoran dengan menahan pusing di kepala. Celana jeans kulot ditambah sneaker berwarna merah yang senada dengan sweaternya, membuat penampilan Bening yang sporty, sekaligus seksi itu, menjadi perhatian beberapa pengunjung restoran yang ada di sana. Terutama, para pria yang benar-benar mengagumi juga menatap liar pada lekukan tubuh yang terlihat sempurna itu.Kalau bukan untuk mengurus masalah rumah warisan, Bening tidak akan mau repot-repot datang ke restoran untuk menemui Rohit dengan tergesa seperti sekarang. Lebih baik ia tidur dan beristirahat di rumah, karena suhu tubuhnya yang masih saja naik turun, meskipun sudah memeriksakan diri ke dokter malam tadi.Sejak kemarin, Bening juga tidak mengangkat telepon dari Christ sama sekali. Bening juga enggan membuka dan membaca chat dari pria itu. Untuk saat ini, Bening hanya ingin menenangkan diri, dari semua masalah yang menimpa hati dan p
Baca selengkapnya
Belum Selesai
Rencana cuti yang akan digunakan Bening untuk melakukan solo traveling, ternyata tinggallah rencana. Selain demam, patah hatinya tersebut akhirnya menyebabkan gadis itu terkena penyakit maag. Banyak pikiran dan stress, ditambah tidak teraturnya asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh Bening, membuat asam lambung gadis itu naik.Alhasil, jatah cuti yang ada, benar-benar dipakai untuk beristirahat di rumah.Sementara itu, setiap pagi dan sore hari, Ruri melaporkan kalau mobil Christ selalu terparkir tidak jauh dari rumah. Ketika Ruri sempat bertemu dan berbicara dengan pria itu, ia menyampaikan kalau Bening tengah mengambil cuti dan pergi Bali. Sesuai dengan yang telah diperintahkan sang majikan kepadanya. Walaupun Ruri yakin, kalau Christ sama sekali tidak percaya dengan ucapannya. Hal itu terbukti, dengan adanya mobil Christ yang setiap hari selalu menyempatkan datang untuk mengamati.Sampai akhirnya seminggu berlalu, dan kesehatan Bening pun juga mulai berangs
Baca selengkapnya
Membenahi Hati
Keduanya hanya saling berdiam diri ketika sudah berada di dalam lift. Tidak saling bertegur sapa, maupun melempar perdebatan seperti biasanya. Pun sampai lift berdenting dan pintu bergeser dengan sempurna, baik Bening juga Aga, masih bungkam dengan pikiran masing-masing. Mereka pun masih berjalan dalam diam, meskipun berdampingan. Sampai akhirnya Bening sampai di meja kerjanya dan duduk di sana. Serta Aga yang terus saja masuk menuju ruang kerjanya dalam kesunyian yang ada. Sekitar setengah jam sebelum rapat redaksi pagi di mulai, Bening mengetuk pintu ruangan Aga yang terbuka. Kemudian, Bening melangkah masuk, ketika pria itu sudah mempersilakannya. “Ada apa?” tanya Aga mengalihkan wajah pada Bening dan baru memperhatikan dengan seksama, kalau wajah gadis itu masih terlihat sedikit pucat dan pipi yang tampak tirus. Tidak ada lagi senyum datar, yang memperlihatkan lesung pipi gadis itu, ketika Bening menghadap Aga seperti sekarang. Jika dilihat dari s
Baca selengkapnya
We're Done
Bening membaca dokumen yang diberikan Rohit kepadanya dengan seksama. Mengangguk tipis berulang kali, karena seluruh isinya sudah sesuai dengan permintaan Sinta. "Saya kasih salinannya dulu ke kamu, ya, Ning," ucap Rohit di sela-sela keterdiaman Bening yang tengah serius membaca isi surat wasiat dengan teliti. "Tolong perlihatkan dulu ke bu Sinta, dan kalau fix, kita bisa langsung cari waktu besok untuk tanda tangan. Biar semua cepat clear." "Kalau besok, pas jam makan siang aja gimana, Pak? Saya nggak enak kalau mau izin lagi," pinta Bening meletakkan beberapa lembar berkas yang telah dibacanya di atas meja. Mengembalikan dokumen tersebut ke dalam map, lalu menutupnya. “Kalau memang fix, langsung kabari saya, dan besok pas jam makan siang kita ketemu,” angguk Rohit setuju. Ia juga tidak ingin membuang-buang waktu karena permasalahan ini juga telah tertunda karena Rohit harus ke luar kota. Sementara Sinta, ingin urusan yang ada hanya ditangani oleh Rohit send
Baca selengkapnya
Will You ...
Roda empat Christ akhirnya berhenti di depan pagar rumah Bening. Ada rasa hampa dan tidak terima jika hubungan yang sudah terjalin selam tujuh tahun lantas berakhir begitu saja. Sampai saat ini pun, hatinya masih terpaut pada Bening seorang. Kendati sudah dua tahun ia mencoba menjalani semua dengan Chika, tapi Christ tidak mendapatkan chemistry sama sekali. Christ sudah mencoba dan mencoba, tapi hatinya tetap kembali pada Bening. “Kita sama-sama tahu, kalau kita masih saling cinta, Ning,” ujar Christ mencoba kembali meyakinkan. “Tapi, kita harus berhenti Christ,” balas Bening sudah membuka sabuk pengamannya. “Mama kamu benar, kalau hubungan kita nggak akan pernah maju kalau salah satu nggak ada yang mau mengalah.” “Ada jalan lain, Ning.” Christ sudah menimbang semua hal, tinggal menunggu persetujuan Bening, maka semua akan terlaksana. “Kita bisa pergi ke Singapur, menikah di sana, Atau, kita bisa pindah dan tinggal di sana sekalian.” Bening ya
Baca selengkapnya
Perdebatan
Seberapa pun kerasnya Bening menahan senyumnya di depan Sinta, tetap saja wanita tua itu tahu, kalau perasaan sang cucu kini sedang berbunga-bunga. “Belum gajian, kan?” sindir Sinta. “Atau lagi dapat arisan?” Akhirnya, wajah yang masih terlihat pucat itu meringis lebar, dan meletakkan sendoknya sebentar untuk meminum air hangatnya. “Gimana suratnya tadi, Ti? Sudah dibaca semua?” Bening mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Sinta mengangguk kecil dengan penuh rasa curiga, jika Bening telah menyembunyikan sesuatu darinya. “Sudah oke. Jadi, nanti tolong hubungi pak Rohit, biar Uti bisa tanda tangan semuanya besok siang.” Bening balas mengangguk. “Oke, Ti, habis makan aku langsung telepon, pak Rohit.” Keduanya kembali menikmati makan malam dengan beberapa perbincangan kecil nan hangat. Namun, ketika makan malam telah selesai, Sinta melihat ada sesuatu yang terselip di jemari tangan kiri cucunya itu, ketika hendak membawa piring dan gelas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
DMCA.com Protection Status