Semua Bab Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa: Bab 171 - Bab 180
217 Bab
Gerbang Selatan
Setelah pertemuan kembali di malam itu dengan Gadih Cimpago, Mantiko Sati tidak lagi memiliki kesempatan untuk sekadar bercakap-cakap dengan wanita muda tersebut. Ia hanya bisa melihat dari kejauhan saja. Entah di saat Gadih Cimpago turun ke dek bawah itu, atau sekadar duduk di beranda atas bersama suaminya. Sang pemuda memaklumi hal ini. Dengan semua apa yang telah disampaikan Gadih Cimpago kepada dirinya, sudah cukup jelas bagi Mantiko Sati bahwa Gadih Cimpago benar-benar menjalankan ‘tugasnya’ sebagai seorang istri dari seorang Datuk Hulubalang Kerajaan, meskipun itu hanyalah sebagai istri ketiga. Sungguh, sang pemuda tidak tahu lagi harus menyebut apa tentang wanita muda cantik yang satu itu. Dia memiliki kemampuan meringankan tubuh yang bahkan beberapa tingkat di atas Mantiko Sati, dia memiliki tenaga dalam yang jelas sangat besar, dia memiliki silat dan kesaktian. Dengan kata lain, Gadih Cimpago memiliki ‘senjata’ untuk mempertahankan h
Baca selengkapnya
Bumi dan Langit
Mantiko Sati baru menghentikan langkah tepat di depan gerbang selatan itu sebab ada antrean beberapa orang yang hendak memasuki Kota Raja.Paling tidak, sang pemuda melihat empat orang penjaga gerbang yang bersenjatakan tombak dan pedang yang berjaga di sana. Dan keempat penjaga itu memeriksa satu per satu setiap orang yang hendak melewati gerbang itu.Hanya saja, keempat penjaga itu terlihat seperti para penjilat ketika memeriksa satu dua orang yang mungkin saja adalah para pemangku jabatan tinggi di Kota Raja atau bahkan di istana. Itu terlihat dari pakaian mereka yang sangat mewah, dan kereta kuda yang mereka gunakan.Sementara jika kepada mereka yang hanya berjalan kaki dengan membawa satu dua barang, para penjaga itu justru terlihat begitu garang. Bahkan, para penjaga tersebut tidak segan-segan meminta sejumlah uang dan orang-orang terpaksa memberik agar mereka bisa masuk ke Kota Raja.‘Rasuah, rasuah, dan rasuah,’ gumam Mantiko Sati di d
Baca selengkapnya
Pongah
‘Ini benar-benar di luar dugaanku,’ gumam Mantiko Sati sembari melangkahkan kakinya ke arah barat sebab ia melihat sedikit ada keramaian di sana. ‘Dahulu, ayah pernah berkata: Siapa pun rakyat Minanga, akan memiliki hak dan kebebasan guna mengunjungi istana. Tapi, kenapa sekarang menjadi seperti ini?’Dan sesungguhnya hal ini pun tidak perlu dirasa heran oleh sang pemuda sendiri. Dengan pemerintahan yang dipegang oleh Ratu Mudo yang keburukannya sudah mengumandang ke semua penjuru, tentulah hal semacam ini adalah salah satu dari apa yang dikeluhkan oleh rakyat banyak selama ini.‘Benar-benar menyedihkan!’Keramaian yang dituju oleh Mantiko Sati itu ternyata adalah sebuah kedai makan. Malam seperti sekarang ini pun kedai itu ramai oleh pengunjung.‘Tentu saja!’ dengus sang pemuda di dalam hati.Di dalam kedai yang besar itu, ia juga menemukan sejumlah gadis-gadis yang berpakaian seronok. Para gadis yan
Baca selengkapnya
Mencari Jalan Masuk
Tidak berapa lama kedua gadis yang tadi kembali lagi dengan membawakan berbagai makanan bagi Mantiko Sati. Mereka menghidangkan makanan itu dengan gerak tubuh yang sengaja memancing berahi siapa saja yang melihat. Tentu, tujuannya agar Mantiko Sati bersedia mengeluarkan uang lebih untuk bersenang-senang dengan keduanya.Hanya saja, pemuda rupawan itu bukanlah seperti kebanyakan orang-orang yang ada di dalam kedai tersebut sekarang ini.Jadi, ya… sang pemuda hanya berfokus untuk mengisi perutnya saja meski kedua gadis seperti tidak menyerah untuk merayunya. Lagi, dan lagi.Padahal, Mantiko Sati berniat untuk mencari informasi lainnya dengan menguping pembicaraan orang-orang di sana. Sayangnya, semua menjadi sia-sia sebab dua gadis itu pantang menyerah untuk dapat menaklukkan berahi di pemuda yang seperti sengaja menahan nafsunya sendiri.“Santai saja, Tuan Muda,” ujar si gadis kedua.“Benar,” sahut si gadis pertama, &l
Baca selengkapnya
Menerobos Penjara Bawah Tanah
Sebab tak bisa memecahkan kalimat berbunyi: Sungai besar di sisi selatan, Mantiko Sati memutuskan untuk menyelidiki saja gapura kecil yang ada di pekarangan belakang, bangunan kecil di mana keenam pengawal istana tadi menghilang.Setelah memastikan lagi kondisi di sekitar, sang pemuda pun melompat. Dalam sekali lompatan saja, ia sudah berada di sisi dalam dari tembok istana. Dengan cepat pula ia merapatkan punggungnya ke dinding, menyembunyikan diri di dalam bayang-bayang tembok itu sendiri sembari mengawasi kembali kondisi di sekitar.Sepasang mata yang mengintai pergerakan Mantiko Sati sepertinya menyipit, lalu terdengar suara desahan halus dari mulut yang tertutup cadar lebar.Kembali kepada Mantiko Sati yang bergerak berhati-hati menuju bangunan dengan gapura kecil di sisi kiri. Ia mengintip ke bagian dalam dari celah-celah unik di dinding bangunan kecil itu.‘Benar!’ gumam sang pemuda di dalam hati. ‘Dengan adanya anak tangga lebar
Baca selengkapnya
Orang-Orang yang Bernasib Buruk
“Hei,” kembali terdengar suara teriakan. “Kalian berdua, mengapa lama sekali? Jawab kami!”Hening, dan tentu saja tiada jawaban sebab kedua rekan mereka itu kini dalam kondisi tak sadarkan diri.Mantiko Sati kembali melesat, bergerak cepat seperti seekor harimau yang berlari kencang di tengah kegelapan.Beberapa wajah yang berada di dekat jeruji penjara masing-masing terkesiap begitu bayangan hitam melintas cepat di depan mata mereka. Dan tidak seorang pun dari mereka mengetahi apakah itu bayangan manusia atau justru bayangan makhluk buas.Wajah-wajah di dalam penjara itu tentu penasaran mengapa penerangan di lorong yang selama ini tidak pernah dipadamkan dan kini tiba-tiba padam semuanya.Sesuatu yang besar pasti sedang terjadi di sini, pikir beberapa di antara mereka. Pemikiran para tahanan itu bukanlah sekadar tebak-tebakan saja, tidak. Sebagian besar dari mereka sebelumnya adalah pemangku jabatan di istana, mereka orang-
Baca selengkapnya
Membebaskan Masuga
Mantiko Sati semakin gelisah menunggu di depan pintu besar, dan dua pengawal di sisi dalam sepertinya belum hendak membuka pintu tersebut.Kondisi ini memaksa sang pemuda untuk memutar otak. Bagaimana kalau menghasut para tahanan saja? Pikirnya.‘Tidak, tidak, tidak,’ gumam Mantiko Sati dalam hati seolah sedang berperang terhadap dirinya sendiri. ‘Itu sama saja memancing keributan yang berujung dengan para pengawal yang akan mendatangi lorong ini guna menenangkan para tahanan.’Hanya saja, semakin lama menunggu, Mantiko Sati semakin gelisah dan khawatir. Khawatir bila keempat pengawal yang telah ia bekuk dan dalam keadaan tak sadarkan diri itu akan siuman pada saat-saat genting nanti.Tentu saja, hal itu sama dengan kegagalan. Hal yang akan memaksanya berlaku lebih kejam bila lebih banyak lagi pengawal yang akan memasuki lorong itu. Dan ia sendiri, belum pasti akan selamat karenanya.‘Apa yang harus aku lakukan?’
Baca selengkapnya
Aral
“Siapa kau sebenarnya, Anak Muda?” tanya Masuga di tengah langkah mereka meninggalkan ruangan khusus itu. “Aku merasakan kekuatan yang besar di dalam dirimu. Dan, dan siapa yang memintamu membebaskanku?”Sang pemuda rupawan tersenyum. “Yang meminta saya membebaskan Datuk adalah rakyat banyak.”“Rakyat?” ulang Masuga.“Rakyat menaruh harapan yang besar terhadap Datuk,” ucap Mantiko Sati.“Kau lihat keadaanku!” ucap Masuga. “Kalian hanya terlalu memandang tinggi diriku.”“Tapi saya percaya pada rakyat banyak,” kata sang pemuda. “Juga, Datuk Janti.”“J—Janti?”“Si Kumbang Janti.”“D—dia, dia masih hidup?”“Yaa,” sang pemuda tersenyum. “Kondisi Datuk Janti baik-baik saja.”“Kau!” Masuga menunjuk-nunjuk pemuda itu. “Siapa ka
Baca selengkapnya
Sosok Bercadar
Para pengawal itu kembali bersiaga, menghunus senjata masing-masing ke arah Mantiko Sati dan Masuga.“Ini pemberontakan!” ucap salah seorang pengawal. “Kalian yang di belakang, salah seorang segeralah memanggil bantuan!”Lantaran yang mereka hadapi bukanlah pemuda biasa, dan di sana ditambah pula dengan sosok si Kuciang Ameh sendiri—meskipun sampai pada saat itu ia belum bertindak sedikit pun—tentu saja para pengawal tidak ingin mengabaikan hal tersebut begitu saja. Tidak ada yang tidak tahu seperti apa kesaktian yang dimiliki si Kuciang Ameh.Seorang yang berada di urutan paling belakang bergegas meninggalkan rekannya guna memanggil bantuan. Tentu, bantuan di sini yang mereka maksudkan adalah para pendekar yang menjadi pemimpin bagi para pengawal itu sendiri.Pengawal yang seorang itu baru saja akan menaiki jejeran anak tangga lebar sebelum ia terperangah sebab ada satu sosok yang tiba-tiba saja telah berdiri di sana m
Baca selengkapnya
Bukan Lawan Biasa
Si Kuciang Ameh dengan cepat menendang tombak yang terlepas itu. Tombak terpental dan menghantam wajah salah seorang pengawal yang tebasan pedangnya dimentahkan oleh si Kuciang Ameh sebelumnya.Whuuk!Blam!Batang tombak menghantam telak wajah pengawal tersebut hingga ia terpental, berputar ke belakang, lalu terhempas ke lantai dengan bagian depan tubuh terlebih dahulu mencecah tanah. Warna merah kehitaman di wajahnya terlihat jelas ketika ia mengerang sebelum akhirnya terkulai, pingsan.Tombak itu terpental lagi begitu menghantam keras wajah di pengawal tadi, si Kuciang Ameh melompat seraya memutar tubuhnya sedemikian rupa, dan kembali menendang tombak tersebut.Takh!Whuuk!Slap!Batang tombak kembali menghantam telak punggung seorang pengawal lainnya, ia tersungkur dan terhempas keras ke tanah. Ia pun bernasib sama, jatuh pingsan.Akan halnya dengan Mantiko Sati yang nyaris di saat bersamaan menerjang ke arah tiga Pen
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
22
DMCA.com Protection Status