Semua Bab Mantiko Sati - Kitab 1: Harimau Dewa: Bab 191 - Bab 200
217 Bab
Auman Membuncah Samudra
Kembali tatapan Siladiang Kamba tertuju pada Mantiko Sati. “Kau tetaplah di sini, Angku Mudo. Jangan membantuku!” “Terserah!” Angku Mudo Bakaluang Perak mendengus halus, lalu menyeringai seraya melipat kedua tangan ke dada. Sikap sang Angku Mudo solah-olah tidak ada kejadian yang patut ia khawatirkan di sekitar sana sekarang juga. Entah ia terlalu yakin dengan kemampuannya, atau pula ia tidak peduli dengan semua kemelut yang ada meskipun itu semua terjadi karena ulahnya sendiri. Tidak sama sekali. “Kau sudah bersedia?” Siladiang Kamba terkekeh lagi pada Mantiko Sati yang ia lihat sedang mengalirkan tenaga dalam ke seluruh tubuhnya. “Kau punya nyali juga, Orang Muda!” Mantiko Sati menyeringai dengan kilatan kebiruan di bola matanya. “Kau adalah orang yang bertanggung jawab atas lumpuhnya kaki Datuk Kumbang Janti bukan?” Si Kuciang Ameh membelalak mendengar ucapan si pemuda rupawan, lalu ia melirik ke arah Siladiang Kamba. Pria t
Baca selengkapnya
Bagian Kedua
Angku Mudo Bakaluang Perak menyipitkan pandangannya, menatap pada Siladiang Kamba yang tak lagi bernyawa. Tatapan tajam itu kini tertuju pada pemuda rupawan di depan sana. Ia menggeram kencang, kertakan rahangnya terdengar menggidikkan.“Luar biasa!” ucap Angku Mudo. “Kau bahkan mampu menembus pertahanan Tempurung Kura-Kura milik guruku. Hebat!”“Aku tidak butuh pujianmu!” sahut Mantio Sati yang kembali berdiri tegak.Bahkan, kini semua orang dapat melihat seperti ada lidah api berwarna biru yang menyelimuti kedua tangan Mantiko Sati dari ujung-ujung jari hingga kebatas siku, meskipun terlihat sangat tipis.Si Kuciang Ameh semakin terkesima dengan kesaktian yang dimiliki oleh Mantiko Sati yang ia kenal hanya dengan nama aslinya saja, Buyung Kacinduaan.‘Jika kekuatan sebesar itu dimiliki pemuda belia seperti dia,’ pikir si Kuciang Ameh, ‘tidak bisa tidak, ucapan Buyung sebelum ini pastilah sebua
Baca selengkapnya
Mengukur Lautan
Gerakan Angku Mudo Bakaluang Perak ternyata tak berhenti selepas berhasil menghantam punggung Mantiko Sati dengan punggung tangannya.Suara berkerincing kembali terdengar seiring Angku Mudo memutar kedua tangannya sedemikian rupa, lantas satu kepalan tangan ia lepaskan.Mantiko Sati yang baru saja menjejak tanah langsung menyilangkan dua tangan di depan dadanya.Dugh!Splaas!Untuk kedua kalinya si pemuda rupawan terlempar. Berjumpalitan ke belakang, lalu menjejak tanah dengan setengah berlutut.Semua pandangan kini hanya tertuju pada pertarungan antara Angku Mudo Bakaluang Perak dan Mantiko Sati. Tentu saja, hampir keseluruhan dari mereka berharap si pemuda rupawan itu mampu mengalahkan Angku Mudo. Dan andai dia tidak mati dalam pertarungan itu, maka hukuman berat akan menanti Angku Mudo, hukuman yang telah direncanakan oleh Ibu Suri.Mantiko Sati mengernyit, belum habis rasa kebas di punggungnya, kini pergelangan kedua tanganya pula
Baca selengkapnya
Amarah yang Tersulut
Mantiko Sati tiba-tiba tersedak, ia meremas dadanya sendiri. Meski tak sampai muntah, namun dari sudut bibirnya mengalir darah kental.“Ya, ya, ya…” Angku Mudo Bakaluang Perak terkekeh-kekeh seraya bertolak pinggang. “Itulah akibatnya yang akan kau dapat dengan meledakkan tenaga dalammu sendiri. Kau memang terbebas dari kehilangan tanganmu, tapi kau tentu tahu pasti dengan imbas balik dari perbuatanmu itu bukan?”“Aku tidak butuh ceramah darimu!” dengus Mantiko Sati sembari mengusap mulutnya.Sang pemuda merasakan aliran tenaga dalam di dalam dirinya sangat kacau dan pernapasannya sedikit tak beraturan.Angku Mudo Bakaluang Perak tertawa lebih keras. “Kalau kuserang sekarang, kau pasti tidak akan bertahan, Buyung. Dan orang-orang mungkin akan menganggap aku terlalu kejam pada pemuda belia sepertimu. Baiklah! Anggap aku sedang berbaik hati. Sampai kau bisa menetralisir aliran tenaga dalammu yang sekarang sed
Baca selengkapnya
Jurus yang Lebih Dahsyat
“Kemarilah, Buyung!” Angku Mudo Bakaluang Perak menyeringai. “Kemarilah!”Ia membuka kuda-kuda kakinya, lantas mengentakkan dua tangan ke bawah diiringi suara gemerincing dari sabuk perak di kedua tangannya.Meskipun benar Mantiko Sati dalam pengaruh amarah yang sangat-sangat besar di dalam dirinya, namun hal yang tadi sempat terpikirkan olehnya masihlah tetap ia pegang sebagai kunci untuk mengalahkan Tinju Perak Manggaga milik Angku Mudo.“Matilah, Darna…!”Syu—syu!“Kau tidak pernah belajar dari kesalahan!” Angku Mudo menyeringai.Mantiko Sati telah melesatkan dua pukulan sekaligus, mengincar dada Angku Mudo dalam jurus Tinju Harimau Mengaum.Angku Mudo pun menghantamkan dua tinjunya sekaligus demi menyongsong serangan lawannya. Bahkan, angin pukulan lawannya itu saja sudah terasa perih di wajahnya padahal tinju itu sendiri belumlah sampai.Akan tetapi, Angku Mudo j
Baca selengkapnya
Auman Mengguncang Langit
Sekali lagi, Angku Mudo Bakaluang Perak menghantamkan tinju tangan kanannya, cahaya putih kembali berkelabat.Mantiko Sati telah terlebih dahulu menjatuhkan tubuhnya, ia mengincar lutut Angku Mudo dengan tendangan selagi tubuhnya meluncur di atas permukaan tanah.Angku Mudo melontarkan tubuhnya ke depan, seperti lompatan seekor harimau, berguling sekali di tanah, dan kemudian bangkit dengan cepat.Begitu juga dengan Mantiko Sati, ketika tendangannya tidak mengenai sasaran, dua kakinya membuka lebar ke atas, berputar sekaligus melentingkan tubuhnya satu langkah ke belakang.Keduanya sama-sama langsung menerjang ketika kaki menjejak tanah.Angku Mudo melancarkan satu tinju, Mantiko Sati memiringkan kepalanya sementara kedua matanya tetap terpejam.Tinju musuh lewat kurang dari sejengkal di samping pipi kirinya, Mantiko Sati melancarkan serangan cakar ke arah dada lawannya.Dengan menekuk tangan kirinya, Angku Mudo dapat menepis serangan
Baca selengkapnya
Akhir Sebuah Cerita
Hekh!Bola mata Angku Mudo Bakaluang Perak membesar seiring lenguhan pendek sebab ia merasakan dadanya seperti dihantam batu gunung yang besar. Hanya sepersekian detik saja, sebelum akhirnya daya ledakan besar itu menghempaskan tubuhnya jauh lebih tinggi lagi. Bahkan, semburan darah begitu banyak keluar dari mulutnya.Tring—tring…!Dua sabuk yang melilit kedua tangan Angku Mudo terputus-putus dan berhamburan seiring tubuh pria tersebut terpental dengan berputar-putar tak terkendali.Demikian juga dengan Mantiko Sati sendiri, tubuhnya yang sempat terangkat sejengkal di atas tanah, kembali terhempas dengan kencang ke bumi didorong kuatnya ledakan tenaga dalam tersebut.Bahkan, di posisi di mana Mantiko Sati terhempas, permukaan tanah terlihat mencekung, melesak ke dalam seperti kubangan dangkal akibat dari kerasnya hempasan tenaga dalam tersebut.Dentuman kencang itu juga menggetarkan kawasan di sekitar halaman belakang istana.
Baca selengkapnya
Di Tangan Takdir
“Sudahlah, Masuga,” ujar Ibu Suri seraya mengusap bahu sang adik. “Dia pemuda yang baik, dan anak keturunan dari Sialang Babega, aku rasa, para dewa dan dewi di Suwarga pasti tidak akan membiarkan dia dalam kondisi ini lebih lama lagi.”Si Kuciang Ameh menghela napas dalam-dalam. “Aku juga berharap yang sama, Uni.”“Untuk sekarang,” kata si nujum. “Lebih baik biarkan dia beristirahat. Besok pagi, saya akan kembali lagi memeriksa kondisinya. Datuk Masuga, Bundo Kanduang, patik mohon diri.”Sang nujum kembali menundukkan kepalanya sebelum akhirnya berlalu dari kamar tersebut.Sekali lagi, si Kuciang Ameh dan Ibu Suri memandang pada Mantiko Sati yang terlelap hening seperti tidur dalam kedamaian, dan kemudian mereka pun keluar dari dalam ruangan itu.Setidaknya, ada dua Pengawal Istana yang berjaga di depan pintu masuk kamar tersebut. Keduanya sama menundukkan kepala begitu sang Ibu Suri dan
Baca selengkapnya
Kegembiraan dan Keresahan
“Tidak, Datuk,” ucap Gadih Cimpago yang mencoba tersenyum meski terlihat begitu lemah. “Saya hanya membantu apa yang diinginkan rakyat banyak. Lagi pula, Mantiko Sati lah yang paling banyak berandil di sini.”“Aah,” si Kuciang Ameh tersenyum. “Benar juga, engkau mengenal dia dengan nama Mantiko Sati. Tapi, jangan membuang jasamu sendiri, Gadih.”“Terima kasih, Datuk.”Si Kuciang Ameh kembali tersenyum sembari menyentuh bahu Datuk Rao. “Istirahatlah.”“Terima kasih, Datuk Masuga,” ucap Datuk Rao yang sejatinya sepuluh tahun lebih tua dari si Kuciang Ameh sendiri.“Uni-Uni,” ucap si Kuciang Ameh pula pada istri pertama dan kedua Datuk Rao. “Saya berundur diri dulu.”“Datuk,” balas keduanya dengan sama menundukkan kepala.Setelah itu, si Kuciang Ameh pun berlalu dari kamar tersebut. Membiarkan Gadih Cimpago untuk mendap
Baca selengkapnya
Duri Dalam Daging
Malam ini bulan muncul di cakrawala dengan wujud sepurnanya. Sangat indah yang cahaya lembutnya itu seolah mampu menerangi sekaligus memberikan harapan yang sangat baik bagi penghuni Bumi.Namun keheningan yang memikat itu seolah tidak menjadikan langkah seseorang untuk berhenti barang sejenak dan menikmati kelembutan di atas sana terlebih dahulu.Tidak.Pria sepantaran 40 tahun dengan berpakaian panghulu mewah itu mengendap-endap di sepanjang lorong di dalam istana. Sesekali ia berhenti, merapatkan punggungnya ke dinding demi mengawasi kondisi di sekitar kalau-kalau ada yang melihat dirinya.Setelah yakin kondisi sepi dan aman bagi dirinya, pria itu kembali melangkah menuju ke satu kamar.Tidak terlihat dua pengawal yang biasanya berjaga di sana. Tapi, hal ini justru dianggap sebuah keberuntungan bagi pria tersebut. Ia menyeringai, kembali ia mengawasi keadaan sebelum melangkahkan lagi kakinya dengan perlahan.Pria 40 tahun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
171819202122
DMCA.com Protection Status