Semua Bab Cinta Untuk Sang Pengantin Pengganti: Bab 11 - Bab 20
66 Bab
11. Sebuah janji
Yasmin dan Claretta turun bersama, Sean sempat terkejut saat melihat gadis yang berstatus istrinya dengan dress dari butik ternama. Make tipis serta rambut hitam legam yang sengaja di urai membuat gadis itu benar-benar terlihat berbeda.“Ayo sayang, mulai hari ini tempat kamu adalah di sini.” Claretta menarik kursi tepat di samping Sean dan meminta menantunya untuk duduk di sana. “Kamu adalah menantu pertama dan tempat ini akan selamanya menjadi milikmu.”Sean hanya diam dan sama sekali tidak tertarik dengan apa yang Maminya katakana. Pria itu duduk dalam diam, selera makannya hilang seketika saat Yasmin duduk di sampingnya. Ingin melayangkan sebuah protes, namun Anggara sudah memberi peringatan keras untuk menjaga sikap demi kesehatan Claretta.“Aku sudah selesai,” katanya dengan mendorong kursi ke belakang dan berdiri.“Tunggu! Mulai hari malam ini, jika semua orang belum selesai makan, maka tidak boleh ada yang
Baca selengkapnya
12. Bencana dan Hadiah
“Ini sudah satu minggu, ingat! Mulai besok kita akan tinggal di apartemen,” Sean mengingatkan Yasmin.“Iya …” sahutnya singkat.Satu minggu berlalu dengan begitu cepat, bahkan Yasmin merasa ini terlalu cepat. Di rumah mertuanya, Yasmin bisa bertahan karena selalu mendapat dukungan dari Claretta dan Anggara. Tapi nanti, saat mereka sudah tinggal di apartemen tidak ada jaminan untuk Yasmin mampu bertahan.Selama stau minggu ini Yasmin dan Claretta sudah bisa membuat Sean mencak-mencak, kesal dengan sikap Yamsin yang sama sekali tidak terpengaruh atas perlakuan dan perkataan kasar yang Sean lontarkan tanpa alasan. Bhakan Yasmin terkesan tidak terganggu sedikitpun atas semua yang terjadi.“Yasmin!” Suara Sean tiba-tiba meninggi tanpa alasan.Yasmin menghela napas dalam, bohong jika ia tidak takut dengan suaminya yang seperti macan itu. “Ada apa, Mas?”“Mana kemaja dan jasku?” tan
Baca selengkapnya
13. Menantu terbaik
Sepanjang perjalanan, Yasmin dan Claretta banyak bicara. Mereka cocok satu sama lain, meskipun status mereka awalnya dari kalangan yang berbeda, namun itu sama sekali tidak membuat Yasmin terlihat aneh di mata Claretta. “Kita sudah sampai, ayo …” Claretta keluar lebih dulu, disusul Yasmin dengan dress sederhana miliknya. Saat keluar, Yasmin bergeming di tempatnya, memandangi bangunan megah yang menjulang tinggi di hadapannya. Sampai sekarang, baru kali ini ia menginjakkan kakinya di pusat perbelanjaan yang begitu besar. Saat bersama pamannya, masuk ke minimarket kecil membuat Yasmin senang bukan main. “Yasmin, kenapa malah diem sih? Ayo, sekarang kita belanja, habis itu kita ke makan siang, terus ke salon” jelas Claretta. “I-iya, Mi …” Yasmin berdiri di samping ibu mertuanya, mata gadis itu tak henti-hentinya memandangi seisi pusat perbelanjaan. Nama butik, toko sepatu sampai pakaian dalam seksi tak luput dari pandangannya. ‘Gimana jad
Baca selengkapnya
14. Gagal move on
Sean hanya bisa mengumpat dalam hati, ia benar-benar menyesal karena tidak meminta Putra yang menjemput Sang Mami. Bukan ingin menjadi anak durhaka, namun sikap Claretta benar-benar menguji kesabaran Sean sepanjang jalan.“Sean, tadi Yamsin bicara sama Mami kalau kalian akan pindah ke apartemen.”“Hmm … Ini sudah satu minggu, dan Mami jangan pura-pura lupa dengan perjanjian kita.” Sean kembali focus pada jalanan, ia ingin cepat sampai di rumah dan masuk ke dalam kamar mandi untuk mendinginkan kepalanya.“Mami ingat, tapi Mami harap kalian bisa segera kasih Mami dan Papi cucu yang lucu dan menggemaskan. Ingat Sean, kita membutuhkan pewaris!”Sean hanya mendengus kasar mendengar ocehan Claretta, dalam mimpi sekali pun Sean tidak pernah berpikir untuk memberikan nafkah batin pada Yasmin, apalagi sampai harus memiliki anak. Itu tidak akan pernah Sean lakukan.Ia menikahi Yasmin hanya untuk bisa meluapkan amara
Baca selengkapnya
15. Kesenangan di atas ketakutan
Mobil berhenti, sekilas Sean menatap Yasmin yang duduk dengan gelisah di sampingnya. Ketakutan terbesar gadis itu adalah saat mereka hanya tinggal bersama dan terjadi malam ini. “Sampai kapan kamu akan diam?” Sean mendelik tajam. “Cepat turun!” “Eh … I-iya, Mas.” Sebelum mendengar Sean kembali berteriak, Yasmin segera keluar dan berdiri di samping mobil suaminya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, karena sekarang Sean sedang sibuk mengeluarkan koper dan semua barang mereka dari dalam mobil. Sean dengan segala kekesalannya hanya bisa menyesali apa yang sudah ia lakukan. Andai saja waktu itu ia tidak menikah, sekarang ia masih bebas tanpa memikirkan ada seseorang yang selalu membuatnya terluka. “Mas …” Sean melirik sekilas dan melanjutkan langkahnya dengan menyeret sebuah koper berukuran sedang tanpa peduli pada Yasmin yang kebingungan. Ada dua koper besar dan satu tas kecil. Jika hanya satu tas dan koper, itu bukan masalah. Namun ini dua, bagaim
Baca selengkapnya
16. Mimpi, Basah
Pukul tiga dini hari Yasmain sudah membuka mata. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak, apalagi setelah Sean membuatnya takut. Rasa takut yang membuat Yasmin bertingkah seperti orang bodoh.“Hah … Kenapa harus kayak gitu sih, padahal dia pasti cuman gertak sambel,” gumamnya Yasmin dalam kegelapan. Karena apartemen Sean hanya memiliki satu kamar, maka Yasmin memutuskan untuk tidur di atas sofa.Lebih tepatnya adalah terpaksa tidur di sofa, karena Sean sama sekali tidak mau berbagi tempat di ranjangnya. Lagi, Sean megancam akan melakukan hal gila, jika Yasmin bersikeras tidur bersamanya di atas ranjang. Tentu saja Yasmin lebih cari aman.Dalam kegelapan, pikirannya Yasmin tiba-tiba saja teringat pada kain merah itu. Setelah berhasil melepaskan diri dari Sean, dia masuk ke kamar mandi dan keluar dengan basah kuyup, melupakan kemana kian merah memalukan itu.“Di mana benda itu?” Yasmin duduk dengan cepat dan melihat sekeliling. Tid
Baca selengkapnya
17. Mimpi bikin resah
Setelah mengalami mimpi nikmat yang memuakan itu, Sean sama seklai tidak bisa focus bekerja. Semua kenikmatan yang ia rasakan sangat menganggu, membuat sesuatu di bawah sana sedikit berdenyut. “Mimpi sialan!” umpatnya keras. Sean benar-benar kesal, ia ingin merasakan lagi kenikmatan itu, namun sayangnya ia tidak ingin menjilat ludahnya sendiri. Sekarang Sean kacau, bahkan ia bingung bicara apa saat Yasmin bertanya keadaannya tadi pagi. “Pak, kamu enggak apa-apa?” tanya Yasmin saat menyajikan sarapan untuk Sean. “Jangan bicara! Suaramu jelek, telingaku sakit mendengar suaramu.” Begitulah Sean menjawab pertanyaan Yasmin. Bayangan adegan erotis saat Yasmin lakukan saat meliuk di atasnya membuat Sean sedikit tidak waras. Bagaimana tidak, semua meeting hari ini dibatalkan dan Sean sama sekali tidak datang untuk makan siang bersama klien pentingnya. Hanya Putra, yang sengaja Sean kirim sebagai tumbal. Setelah tersiksa dengan semua bayangan p
Baca selengkapnya
18. Yasmin Murka
Putra hanya tertawa saat Sean mengatainya gila. Tapi jika Putra gila, maka Sean lebih gila dan sedikit bodoh. Itu kenyataan yang sebenarnya.“Janga munafik, Lo! Body Yasmin oke juga kan? Ngaku aja deh.”“Oke dari sebelah mananya? Atas rata, belakang tepos, tapi bagian itunya …” Sean langsung mengatupkan bibirnya rapat. Hampir saja ia mengatakan ciri-ciri tubuh Yasmin pada sahabatnya.‘Tidak, tidak! Putra tidak boleh tahu kalau bagian itu bersih dan menggoda,’ Sean membatin.“Bener dugaan gue, Lo pasti udah liat dalamnya kan? Ngaku!”“Jangan sok tahu.” Sean langsung membuang tatapannya.Sean mulai bosan membahas masalah yang sama. Bukan bosan, lebih tepatnya dia takut akan semakin menginginkannya. Sejujurnya, sejak pertama kali melihat tubuh Yasmin malam itu, sesuatu dalam dirinya berontak, namun Sean masih bisa menahan diri dengan baik.“Sudah, jangan bahas lagi
Baca selengkapnya
19. Sendiri menyimpan luka
“Di sini, aku adalah korban!” Perkataan Yasmin masih saja terngiang di telinga Sean. Bahkan setelah berhari-hari, semua itu masih sangat jelas dalam ingatannya.Sejak siang itu, Yasmin sama sekali tidak menunjukkan senyumnya. Dia berubah acuh, bicaranya sedikit dan selalu menghindar saat bertatap muka dengan Sean. Hati Sean merasa dicubit setiap kali Yasmin mengabaikannya, meskipun ia tetap suka memerintah dan membentak istrinya, namun rasanya tetap berbeda. Ada yang kurang.“Yasmin! Kemari, cepat!” Yasmin mendekat, berdiri selayaknya majikan dan pelayan. “Duduk!”“Tidak! Aku berdiri saja, Pak.”Sean menggeram frustasi, kecanggungan ini membuatnya tersiksa. Bahkan panggilan ‘Pak’ yang di sematkan Yasmin beberapa hari ini sangat mengusiknya. Dia tidak nyaman dan tanpa sadar Sean menginginkan hal lain.“Mulai hari ini jangan panggil aku seperti itu, Yasmin!” Sean menatap istrinya
Baca selengkapnya
20. Tidak berhak jatuh cinta
Dua hari berada di rumah sakit membuat Yasmin bosan. Seharian dia hanya berbaring dan membaca majalah yang sengaja Putra bawa. Sikap pria itu cukup menghibur Yasmin yang sedang emosi dan kesal pada Sean. Lebih tepatnya Yasmin merasa ada yang kurang saat Sean tak kunjung datang setelah hari itu.Haruskah Yasmin menyesal atas sikap kasarnya dengan mengusir Sean?“Kenapa bengong?” Suara lembut Putra mengejutkan Yasmin.“Kamu masuk lewat mana?” Pertanyaan Yasmin membuat Putra tersenyum geli.“Aku ini manusia, jadi sudah pasti aku lewat pintu. Karena aku bukan maling, jadi tidak lewat jendela.”Kening Yasmin berkerut, candaan Putra sama sekali tidak lucu saat Yasmin merindukan orang lain. Sean, di mana pria itu sekarang? Ternyata rasa bencinya pada Sean hanya sebatas ini.Pikiran Yasmin masih melayang, mencari tahu di mana Sean berada. Dia merindukan teriakan yang menggema dari Sean, bahkan tatapan tajamnya mem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status