Lahat ng Kabanata ng Cundhamani (Panah Api): Kabanata 191 - Kabanata 200
228 Kabanata
191. Pengakuan Kertajaya
Sebuah meja penuh hidangan lezat sudah tersedia di hadapan Jenar, Sanggageni dan Adipati Kertajaya. Satu pun rombongan keluarga Astakencana tak ada yang diijinkan untuk ikut. Hal yang sebenarnya menimbulkan pertanyaan. Namun Adipati Kertajaya terlanjur tersanjung pada perlakuan penguasa Astagina.“Lantas dimana Rara Anjani dan Arya, Gusti?” tanya Adipati Kertajaya pada Jenar yang duduk dengan anggun di sisi utama meja.“Ah, mereka tentu sedang mempersiapkan diri untuk prosesi pernikahan. Apa lagi Rara Anjani, Paman Adipati pasti akan terpukau dengan penampilannya sekarang,” ujar Jenar ramah. Ia sengaja mencoba menepis kecurigaan pria tua itu.“Kakanda Adipati, biar lah kita di sini sebagai orang tua dari mereka berdua mengakrabkan diri,” ucap Sanggageni sembari mengunyah makanannya.“Maaf, Tuan Braja. Ampun, Gustri Sri Maharani. Hamba hanya belum terbiasa dengan perlakuan Astagina yang begitu ramah dan baik kepada hamba.” Adipati Kertajaya mulai menyantap hidangannya.“Paman harus mul
Magbasa pa
192. Prosesi
“Pria pincang di pendopo Astagina?” tanya Jenar mencoba meyakinkan bahwa yang didengarnya tak salah.“Benar, Gusti. Pria itu seperti kehilangan kaki kirinya sebatas betis. Ia menyambung kaki itu menggunakan kayu agar tetap dapat berdiri tegak,” terang Adipati Kertajaya.Apa pun yang didengar dari pengakuan dan perbincangan ini sama sekali tak membuat Danapati puas. Ia merasa dendamnya sama sekali tak menemui sasaran pada Adipati Kertajaya. Lelaki itu mengayunkan kaki kanannya, mendarat telak di dada pimpinan Astakencana itu hingga tubuhnya bergeser ke belakang beserta kursinya.“Bedebah! Tak ada gunanya aku menyimpan dendam padamu!” rutuk Danapati. “Aku bersumpah akan mencari dan membunuh Warasena!”Adipati Kertajaya mengaduh. Pengakuan dosanya memang sudah ia rencanakan jauh hari. Namun tak menyangka akan terjadi di Astagina, di hadapan calon besannya. Ia pun sudah tak peduli lagi dengan kekuasaan, setelah melihat Candikapura musnah dengan begitu mudah.“Raden Danapati dan Gusti Sri
Magbasa pa
193. Ilmu Terlarang
Danapati dan Jenar menoleh, tapi tidak dengan Sanggageni. Pria itu masih terus berkonsentrasi untuk menuntaskan prosesi pemusnahan muslihat Adipati Kertajaya. Baginya sekarang, atau tidak sama sekali. Meski kini Rara Anjani sudah hampir sampai di dekatnya dan Arya yang tak kuasa lagi mencegah kekasihnya.“Paman! Apa yang kau....”Rara Anjani tak sempat lagi menyelesaikan kalimatnya. Saat dari mulut Ayahandanya keluar sebuah energi besar berwarna hitam menyerupai seekor lembu. Gadis cantik itu terkejut hingga melangkahkan kakinya dua kali ke belakang.“Makhluk apa itu?” seru Danapati.Energi besar hitam itu terus bergerak meronta-ronta. Ujung ekornya kini sudah mulai terserap oleh aura jingga dari tangan Sanggageni. Ia ingin sekali lari atau menyerang siapa pun di hadapannya. Namun tubuhnya terus tersedot.“A-Arya! Apa kau di sini?” lirih Sanggageni. Pria itu masih terus memejamkan mata. Wajahnya seolah menahan rasa sakit yang begitu berat.“Ya, aku di sini, Ayahanda!” ucap Arya cepat
Magbasa pa
194. Ilmu Terlarang II
“Kau berani menyerangku, hah?” Jenar maju mendekati putri Adipati Kertajaya itu. Beruntung Rara Anjani masih memiliki akal sehat. Gadis itu urung menyalak namun bahasa tubuhnya menandakan bahwa ia masih begitu marah.“Kau memang Raja, tapi bukan berarti bisa berbuat apa pun pada Ayahandaku!” Sorot mata Rara Anjani berubah. Tampak sekali amarah menyala-nyala di sinar manik hitam itu.“Perempuan bodoh!” Jenar maju hingga berjarak satu langkah dengan Rara Anjani. “Siapa yang mengijinkanmu masuk ke ruangan ini?”Rara Anjani tak bisa menjawab. Ia memang yang memaksa Arya untuk masuk ke ruangan ini menemui ayahandanya yang baru saja tiba dari Astakencana. Prajurit penjaga bahkan tak berani menghadang mereka berdua, karena jabatan.“Kau tahu selubung energi yang melindungimu dari cedera fisik?” lirih Jenar begitu mereka berjarak begitu dekat.Sanggageni meletakkan tubuh Arya di lantai. Putranya masih begitu lemah meski ia tahu Arya akan segera sadar dan pulih. Konfrontasi Jenar dan Rara Anja
Magbasa pa
195. Kabar Dari Mata-Mata
“Warasena! Kurang ajar!” umpat Sakuntala.Tak lama Prabu Warasena membuka matanya. Pria itu tersenyum pada mulanya, lalu tertawa. Semakin lama semakin keras. Ia sampai memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa.“Sakuntala ... wajahmu benar-benar menggelikan!” Sisa-sisa tawa terus saja keluar dari mulut pria di hadapan Sakuntala itu.“Diam, kau!” hardik Sakuntala. Ia bangkit dan kali ini tak ada lagi dorongan yang ketiga. Pria itu hendak keluar dari ruangan, namun berbalik lagi dan menemui Prabu Warasena begitu dekat di telinga.“Ada apa?” Prabu Warasena menghentikan tawanya.“Setahuku Meraga Sukma tak bisa digunakan untuk serangan fisik, tapi mengapa kau bisa?” bisik Sakuntala.“Hmm, sepertinya itu efek dari penguasaan Wikararupa tahap ketiga. Aku jadi mengerti, ini lah yang dikuasai guruku. Dia berhenti sampai tahap ketiga saja!” tandas Prabu Warasena melangkah sedikit memberikan jarak dengan Sakuntala.Pria bertubuh kekar itu mengusap dagunya beberapa kali. Ia mula
Magbasa pa
196. Gulungan Wikararupa
Mendebat Prabu Warasena benar-benar menghabiskan waktu dan energi. Pria itu begitu keras kepala, khas sekali dengan sifat seorang raja tanpa garis keturunan bangsawan. Apa lagi ini pula akibat kekalahan dalam konfrontasi tempo hari yang membuat Sakuntala harus menghamba padanya.Sakuntala berjalan cepat meski tertatih keluar dari ruang meditasi Ki Wungkung. Rekan-rekannya, punggawa Astagina terbuang sibuk mengurusi penjualan perak dan tembaga. Penginapan itu kini sudah dipenuhi oleh barang-barang dan pedagang dari luar daerah.“Sial! Bagaimana caranya Waradhana menguasai Wikararupa? Aku tak yakin hanya dengan meditasi seperti yang dilakukan Warasena!” gerutu Sakuntala. Pikirnya terus melayang mencari kemungkinan ada cara lain untuk menguasai Wikararupa.Semasa menjabat sebagai senopati, ia memang dekat dengan mendiang Patih Waradhana. Ia juga pernah masuk ke dalam bilik pria tak berambut itu. Tak ada tempat khusus bermeditasi. Pria itu terus mencoba menganalisa apa yang ada pada Warad
Magbasa pa
197. Kegundahan dan Kebahagiaan
“Kadang apa yang diucapkan orang yang putus asa ada benarnya, Jenar.” Ki Bayanaka berbalik, memandang wajah sendu putrinya.“Apa maksud Ayahanda mengatakan hal ini?” tanya Jenar tak mengerti. Padahal beberapa waktu lalu Ki Bayanaka adalah salah satu orang yang menentang keras kasih asmaranya dengan Arya. Namun kini pria itu seolah memberinya peluang.“Kau tahu apa yang didebatkan Arya sebelum kalian berdua melarikan diri ke desa Girijajar?” Ki Bayanaka menatap mata penuh tanya Jenar yang juga menyimpan kerapuhan.“Apa?”“Ia berkata kau adalah raja Astagina. Kau mampu membuat peraturan atau undang-undang sesuai kehendakmu. Maka cabut saja aturan itu agar kalian berdua dapat bersatu,” ucap Ki Bayanaka menirukan kalimat Arya manakala berdebat dengan Sanggageni.Jenar terdiam mendengar kalimat ayahandanya. Benar ia dan Arya masih memiliki peluang. Namun menghancurkan acara di istananya sendiri amat berisiko. Apa lagi tentu ia akan mematahkan hati Arya lagi. Urusan Rara Anjani ia sama seka
Magbasa pa
198. Prajurit Bayaran
Prajurit pengkhianat itu segera menghunjamkan batangan besi pada sela-sela lantai yang tersusun atas batu-batu pualam. Sekali congkel, satu bagian batu sudah berhasil di angkat dari susunannya. Namun tak ada nampak benda asing pun kecuali tanah. Renggala memberikan isyarat untuk membongkar sisi lainnya.“Aku yakin sekali ia meletakkan di dalam peti dan menyimpannya di sini,” lirih Renggala begitu yakin. Mantan Ketua Divisi Telik Sandi di bawah Sakuntala itu berharap dapat juga mempelajari dan menguasai Wikararupa bersama mantan atasannya itu.“Apa ini, Tuan?” tanya prajurit itu setelah mendapati sebuah peti kayu berukir di tepiannya.“Ya, benar!” seru Renggala dengan mata berbinar-binar. “Angkat!”Prajurit itu segera mengangkat peti kayu itu untuk dikeluarkan dari bawah tanah. Tak ada kesulitan berarti baginya untuk meraihnya dan memberikannya pada Renggala. Pria dengan penutup wajah kain hitam itu segera membersihkan tanah-tanah yang menempel di permukaan peti.“Kau bereskan lantainy
Magbasa pa
199. Hal Mudah
Sebuah kamar berhias ornamen-ornamen dan bunga-bunga indah membuat suasana menjadi syahdu. Sepasang pengantin baru itu membeku dalam pikirannya masing-masing. Rara Anjani sibuk menyisir rambut hitam dan panjangnya meski mahkotanya itu sudah cukup rapi. Sedang Arya duduk di tepi pembaringan bertelanjang dada tanpa tahu apa yang harus dilakukan.Rara Anjani tersenyum memandang bayangan punggung suaminya di cermin. Wajah perempuan itu berseri dan merona. Malam ini mungkin ia yang akan memegang kendali. Suaminya tampak masih bocah dan belum mengerti harus mulai dari mana.Perempuan cantik berlesung pipi hanya di sebelah kiri itu perlahan bangkit dan menghampiri suaminya. Rara Anjani berhenti membelakangi tepat di hadapan pemuda bertelanjang dada itu. Tak ada kesempatan lain, kali ini ia harus mempermainkan gairah Arya. Ia tak akan memulai, namun selalu memberikan jalan.“Bisa kau tolong aku melepaskan ikatan kain ini, Arya?” pinta Rara Anjani sembari menunjuk ujung kain yang melilit pingg
Magbasa pa
200. Rencana Sakuntala
Tubuh tanpa busana Arya dan Rara Anjani saling berpelukan. Ini sudah malam ketujuh sejak pernikahan mereka. Dan kedua insan ini seolah tak ingin melewatkan satu malam pun tanpa bercumbu dan bercinta. Arya bahkan belum mengetahui adanya penyusup di biliknya tujuh hari yang lalu. Arya menggeliat, mengejangkan otot-otot lengannya. Rara Anjani tampak begitu menikmati memeluk dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang Arya. Perempuan itu terpejam dan diam. Namun tidak jemarinya yang terus saja bergerak di bawah selimut, mengedar ke seluruh tubuh suaminya. “Kau menginginkannya lagi, Sayang?” bisik Arya di telinga istrinya. Rara Anjani mendesah mendapati sesuatu di tubuh bagian bawah suaminya. “Hmm?” Perempuan itu pura-pura saja tak mendengar ucapan suaminya. Ia hanya ingin mendengar bahwa Arya begitu menginginkannya hingga harus meminta. “Kau menginginkannya lagi?” ulang Arya dengan wajah memerah, tanda gairah yang kembali menyala. “Apa kau lelah, Suamiku?” tanya Rara Anjani dengan beg
Magbasa pa
PREV
1
...
181920212223
DMCA.com Protection Status