All Chapters of Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! : Chapter 31 - Chapter 40
83 Chapters
Bab 31
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 31 "Ini obat yang Ibu minta," ucap Mas Yusuf seraya menyerahkan sebungkus obat. Kami tiba di rumah saat Ibu sedang melayani pembeli di warungnya. "Berapa ini tadi? Ibu tadi habis dapat rejeki, lumayan bisa untuk beli obat ini," jelas Ibu setelah menerima obat dari tangan Mas Yusuf. Setelah obat itu dipegangnya, tangannya yang lain merogoh kantong bajunya, mengambil selembar uang lima puluh ribu untuk diserahkannya kepada Mas Yusuf."Ini, Suf.""Iya, Bu," jawab Mas Yusuf setelah menerima uang dari tangan Ibu dengan enggan. Kemudian Mas Yusuf masuk dengan wajah agak sungkan. Aku faham bagaimana perasaannya, dalam hatinya ia enggan menerima uang Ibu, tapi keadaan memaksa untuk ia menerimanya. Meskipun Mas Yusuf sudah diterima kerja kembali, tapi kami masih butuh biaya untuk menyambung hidup hingga ia gajian bulan depan. Biarlah sekarang ia terima uang Ibu, esok jika sudah gajian, akan kami beri sedikit rejek
Read more
Bab 32
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 32   "Al ini tolong kupas bawangnya.""Al ini bawa ke sana, tata di meja.""Al ini kardusnya lipat.""Al ini belikan buah."Tak henti suara ibu memberi perintah, membuat tubuh ini seakan tak ada waktu untuk sekedar beristirahat barang sejenak. Ingin kuabaikan perintahnya, namun aku tak enak hati. Tak bisa menyumbang materi, setidaknya tenagaku harus mampu untuk meringankan pekerjaan Ibu. Juga karena pagi tadi sebelum berangkat Mas Yusuf sudah memintaku untuk membantu ibunya, sungkan bila tak amanah.Beruntung Rumi anteng bermain bersama Maya, aku jadi tenang melanjutkan pekerjaan dapur yang tak ada habisnya ini. Meskipun dibantu beberapa orang, tetap saja aku yang lebih ibu percaya untuk diberi banyak perintah, membeli segala sesuatu bila masih ada yang kurang. Seperti saat ini, aku sedang membeli buah segar untuk tambahan suguhan. Be
Read more
Bab 33
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 33 Acara lamaran Ratih masih berlangsung di ruang tamu. Aneka macam suguhan tertata rapi di atas karpet yang digelar memenuhi ruangan. Para tetua kampung sudah duduk memadati ruangan yang disediakan untuk menjamu para tamu. Ratih tampak cantik dengan kebaya marun dengan bawahan batik warna senada. Hijab yang menutupi dadanya membuat penampilannya tampak anggun. Wajah Ratih juga tampak berbeda dari biasanya, dengan make up natural membuatnya terlihat lebih segar. Ia berjalan dengan anggun dari kamarnya menuju ruang tamu tempat dimana Arya sudah menunggu untuk menyematkan cincin sebagai tanda ikatan antara mereka berdua. Berbeda dengan Ratih, Ibu mengenakan gamis warna salem berbahan katun dengan kombinasi brokat di dadanya. Memakai hijab lebar menutupi sebagian dada, juga memberi sedikit sapuan bedak pada wajah tuanya yang membuatnya terlihat lebih cantik dari biasanya. Berbeda dengan mer
Read more
Bab 34
Aku Mengalah Mas, Demi Ibumu! 34     "Dek, Mas kan sudah bilang, nggak usah terlalu ngoyo bantu ibu!" ucap Mas Yusuf menjelang tidur malam. Kami sudah naik ke atas tempat tidur, menemani Rumi yang sudah terlelap sejak tadi.  "Gimana mau ngga ngoyo, Mas. Lihat ibu begitu sama aku, mau makan aja disuruh blender bumbu dulu." Aku semakin merapatkan tubuh pada Mas Yusuf. Berbantal lengan kirinya agar tubuh kami makin erat.  Ini adalah saat yang paling menyenangkan bagiku setelah ia kembali bekerja di pabrik, karena kami bebas mengeluarkan isi hati dan pikiran sebagai obrolan sebelum tidur. Kami bebas berdiskusi, untuk masa depan keluarga kecil ini nantinya. Setelah sekian tahun menikah, keadaan seperti ini baru aku lakukan setelah Mas Yusuf pulang dari rumah sakit kemarin. Saat dimana ia menyadari bagaimana sikap ibunya terhadap kami. Ketidakpe
Read more
Bab 35
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 35 Pagi ini Mas Yusuf mengajakku melihat kondisi rumah yang akan kami sewa. Rumah minimalis dengan pagar setengah dada di depannya. Rumahnya sudah di renovasi sehingga tak nampak bentuk asli perumahannya. Bagus menurutku, tapi entah berapa harga sewanya, mungkin bisa sampai diatas lima juta per tahunnya.Sebenarnya aku ragu soal harga sewanya, takut jika keuangan kami tak menjangkau, namun Mas Yusuf berhasil meyakinkanku. "Bagaimana Dek rumahnya? Kamu suka?" tanya Mas Yusuf meminta pendapatku. Sedangkan aku, sibuk mengamati setiap sisi rumah ini. Tampak bersih dan nyaman, hanya saja debu di atas lantainya lumayan tebal, mungkin karena lama tak dibersihkan oleh pemiliknya."Bagus sih Mas. Tapi, bagaimana harga sewanya? Kurasa harganya bisa sampai di atas lima juta pertahunnya. Sedang jika uangku kemarin untuk bayar sewa semuanya, hanya tersisa sedikit saja. Padahal kita masih harus beli
Read more
Bab 36
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 36     "Masak gitu aja nangis, Mas?" tanyaku pada Mas Yusuf yang baru saja menceritakan sebab ibu menangis.  "Namanya juga orang tua Dek. Pasti punya kekhawatiran sendiri!" Jawabnya seraya merebahkan diri di sebelahku. Sedang aku masih sibuk dengan ponsel di tanganku.  "Khawatir gimana? Harusnya senang dong anaknya sudah bisa hidup mandiri? Meskipun masih ngontrak!" ucapku tak terima. "Mungkin khawatir nggak ada yang bantu urus rumah kali!" imbuhku.  "Huss mulutnya!" Sahutnya sambil meletakkan jari telunjuk di tengah bibirnya.  "Ya apa lagi coba yang dipikirkan? Warung biasanya aku yang bantu beresin, rumah aku yang bersihin, bantu cuci gelas bekas kopi, kalau aku nggak ada? Capek dong ibu ngerjakan sendirian!" selaku tak mau berhenti. Takut bila Mas Yusuf s
Read more
Bab 37
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 37     Malam ini tubuhku rasanya remuk sekali. Capek dengan segala rutinitas yang tak ada habisnya. Warung tutup, tetapi diganti dengan merawat ibu bergantian dengan Ratih. Tak lupa juga sambil sedikit-sedikit mengemasi barang-barang yang tak terpakai ke dalam kardus besar yang kemarin sudah dibeli Mas Yusuf untuk mengemasi barang sebelum pindahan. Rumi yang masih kecil juga turut menjaga neneknya. Ia senantiasa menunggui neneknya yang sedang terbaring lemah di ranjang kamarnya. Rumi dan Ratih duduk di bawah ranjang ibu sambil bermain ponsel, namun dengan sigap berdiri saat ibu butuh sesuatu. Malam ini giliran Mas Yusuf yang terjaga untuk merawat ibu, tidur di luar kamar ibu agar lebih cepat mendengar saat ibu memanggil.  Setelah diperiksa oleh dokter tadi sore, ibu mengalami tekanan darah tinggi juga kelelahan ak
Read more
Bab 38
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 38     Malam kian larut, Mas Yusuf sudah terlelap dalam tidurnya. Sikapnya yang selalu siaga merawat ibu membuat tubuhnya terasa lelah. Sekuat apapun tubuh lelaki, masih lebih kuat tubuh wanita. Terbukti dengan kebiasaanku di rumah yang tak ada habisnya, namun aku masih sanggup terjaga untuk sesekali melihat keadaan ibu mertua. Sungguh tak ada dendam dalam hati meskipun ucapannya selalu meninggalkan bekas. Saat sedih, aku hanya mampu melupakannya dengan air mata, setelahnya perasaanku menjadi lebih baik.  Ibuku selalu mengajari untuk tak meninggalkan dendam kepada orang yang sudah menyakiti kita. Sering sekali ibu memberikan nasehat itu untukku, namun baru kali ini kupraktekkan. Semakin aku dongkol dengan sikap ibu, semakin membuatku merasa terbebani.  Sedikit demi sedikit, aku belajar menerima segala macam s
Read more
Bab 39
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 39   "Maafkan Mas Yusuf ya Bu." Kupeluk tubuh rentanya agar ia merasa tak sendiri.  "Nggak apa-apa. Sekarang Yusuf sudah berani bentak-bentak ibu." Ibu terus menyusut air matanya yang kian deras mengalir.  "Bukan membentak Bu, hanya saja kami sayang dengan ibu. Nggak maja ibu terlalu capek dulu." "Ibu itu sudah terbiasa bekerja keras, nggak bisa kalau badan sehat tapi tiduran aja di rumah!" Suara isakan ibu masih terdengar di sela-sela ucapannya.  "Sementara saja, Bu. Besok insya Allah sudah boleh jualan lagi, biar besok Alina yang bicara sama Mas Yusuf. Kalau dulu ibu sudah bekerja keras untuk menghidupi putra putri ibu, izinkanlah sekarang kami yang membiayai kebutuhan ibu," ucapku mantap. Meskipun tak jarang aku sakit hati karena ucapannya, aku tetap berusaha untuk membantu Mas Yusuf m
Read more
Bab 40
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 40   Hari yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Setelah drama dengan mertua yang berat melepas putranya untuk hidup mandiri juga karena ibu yang mendadak sakit. Kini kami sudah berada di rumah ini bersama keluarga kecil kami. Tak bisa kugambarkan betapa bahagianya aku bisa lepas dari sangkar mertua. Meskipun kewajiban seorang anak laki-laki yang tetap harus berbakti pada ibunya, tak membuat kami lantas bertahan hidup bersamanya selamanya. Berbakti tidak harus tinggal bersama, tapi bagiku berbakti bisa berupa apa saja. Rasa sayang terhadap orang tua tetap bisa diberikan meskipun kami tinggal berjauhan. Jaman sudah canggih, yang jauh pun terasa dekat dengan adanya ponsel yang kekinian.  Tak sia-sia aku bertahan beberapa tahun hidup bersamanya untuk mengambil hati mertua. Terbukti sekarang sikapnya sudah jauh lebih baik dari pada awal aku tinggal di rumahnya.
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status