All Chapters of Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! : Chapter 51 - Chapter 60
83 Chapters
Bab 51
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 51  Kejutan untuk Rumi  "Dek, jadi nyumbang ke sekolah Mas dulu?" tanya Mas Yusuf saat panggilannya terhubung. Mataku sibuk mengamati Dina menemani bulek memilih pakaian.  "Insya Allah jadi, Mas. Nunggu barang datang dulu setelah itu uangnya kutransfer ke rekening Mas Yusuf. Kenapa memangnya, Mas?" "Nggak apa-apa, cuma mau mastikan biar nanti kalau dikonfirmasi sama pengurus Mas bisa kasih jawaban," jawabnya singkat.  "Iya cuma aku belum bisa mastiin berapa nominalnya," ucapku sambil memainkan jari tanganku.  "Iya asal sudah pasti nyumbang aja. Kamu lagi ngapain di rumah?" "Eh iya aku lupa nggak bilang, bulek Sri sama Maya tadi ke rumah, minta antar cari baju di butik jadi ini aku lagi di butik sama bulek nanti sekalian jemput Rumi sekolah." "Wah
Read more
Bab 52
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 52  Pov Yusuf.   "Sudah ditransfer kan?" tanyaku pada istriku saat sarapan. Kami sedang sarapan bersama putri kecilku dengan menu istimewa. Senang sekali mendapatinya berada di rumah beberapa hari ini. Kulihat kemarin ia sibuk membuat kudapan untukku dan juga Rumi.  Setelah kepergianku tengah malam kemarin, ia tampak lebih peduli kepada kami. Bagaimana tidak, sudah jamnya istirahat dan waktunya melayaniku di atas ranjang, ia malah sibuk dengan pekerjaannya. Siapa yang tak kesal menahan hasrat semalaman? "Sudah, Mas. Mas lihat sendiri berapa nominalnya." Ia berucap sambil memberesi piring makan kami di atas meja, sedangkan Mbak Na yang membawa piring kotor bekas makan kami ke dapur dan segera mencucinya.  "Makasih ya Sayang. Kamu memang baik," ucapku setelah melihat nominal transferan dalam layar ponsel milikk
Read more
Bab 53
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 53   "Suamimu ada acara apa, Nduk?" tanya ibu saat kami sedang bersantai di ruang tengah. Ibu telah menyiapkan beberapa cemilan saat ku kabari bahwa Rumi ingin menginap. Senang sekali melihat binar di mata ibuku. Ia yang telah susah payah membantuku menyiapkan modal juga dukungan moril agar aku tak patah semangat untuk merintis butikku.  Hingga butikku sudah menjadi sebesar ini, ibuku tak mau jika kusuruh memilih sendiri baju yang ada dalam butik. Enggan merepotkan anak katanya. Sungguh aku tak merasa direpotkan. Aku malah senang bisa memberikan yang terbaik untuk ibu.  "Ada acara reuni di sekolahnya, Bu."  "Kamu nggak ikut?" tanya ibu sambil menelisik wajahku.  "Enggak, Bu. Aku mau di sini saja." Tampak kening ibu berkerut mendengar jawabanku.  "Kamu berantem?" tanya ibu dengan
Read more
Bab 54
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 54       "Kita jemput Rumi dulu ya? Setelah itu langsung saya antar ke kampung kamu," ujarku pada Mbak Na. Aku sengaja memberinya penawaran untuk mengantarnya pulang karena aku juga ingin melihat bagaimana kondisi orangtua Mbak Na. Bekerja padaku beberapa tahun membuatku merasa nyaman dengannya. Ia sudah kuanggap layaknya keluarga sendiri.    "Iya, Bu."   "Bagaimana dengan tetangga kamu yang mau gantiin kamu? Sudah kamu kabari? Bisa sekalian bareng saya balik nanti," tawarku.   "Sudah saya kabari, Bu. Cuma ini belum balas mau sekalian bareng apa enggak. Takutnya nanti Ibu baliknya kemalaman kalau dia ngga segera kasih kabar."   Aku tersenyum memandang Mba Na. Ia begitu peduli dengan keadaanku. Ketulusan hatinya sungguh bisa kurasakan.    "Nggak apa-apa. Asal saya sudah punya pengganti kamu. Ba
Read more
Bab 55
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 55   "Jangan buru-buru to Ra, biar Bu Alina santai dulu di sini," ujar Ibu Mbak Na. Ia merangkul pundakku setelah memangkas jarak antara kami. Bibirnya tersenyum ramah seraya menatapku dalam. Ada kehangatan yang terpancar dari sinar matanya.  "Iya, Bulik. Aku ngga buru-buru. Cuma mau ngasih tau aja kalau aku sudah siap untuk ikut kerja di kota. Nih aku udah bawa tas besar," ujar perempuan itu yang tadi mengaku bernama Zahra.  Cantik sih. Semoga saja kinerjanya juga bagus. Hanya itu yang bisa kuharapkan pada setiap calon karyawan baru yang akan ikut kerja bersamaku.  "Mari masuk dulu," ujak Bu Sakinah. Ibu Mbak Na. Meskipun keliatannya usianya sudah senja namun wajahnya masih kelihatan awet muda. Namun penyakit yang dideritanya membuat wajahnya tak bisa terlihat cerah. Sorot matanya tampak sayu, menunjukkan bahwa kondisi tubuhnya
Read more
Bab 56
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 56   Setelah beberapa jam perjalanan, tibalah mobil kami di depan rumah. Lampu rumah sudah menyala semua, rupanya Mas Yusuf sudah sampai lebih dulu. Halaman rumah pun bersih dan rapi, sepertinya ia pulang sejak sore dan mengerjakan pekerjaan rumah menggantikan Mbak Na. Ah suamiku rajin sekali.  Saat aku turun dari mobil, Mas Yusuf tiba-tiba membuka pintu ruang tamu. Ia menyambut kedatangan kami, terlebih pada Rumi. Ia pun mendekati tubuh Rumi saat kami sudah turun dari dalam mobil.  "Halo anak ayah?" Mas Yusuf mengulurkan tangannya pada Rumi.  "Hai Ayah! Badanku capek," rengek Rumi sambil menggelayut manja di lengan sang ayah setelah ia menerima uluran tangan Ayahnya dan menciumnya.  "Capek ya? Sini Ayah gendong!" Tanpa aba-aba Mas Yusuf merengkuh tubuh Rumi dan menggendongnya masuk
Read more
Bab 57
Aku Mengalah, Mas Demi Ibumu! 57   Pagi ini, Zahra bangun kesiangan sehingga aku yang harus turun sendiri ke dapur untuk menyiapkan sarapan sambil menunggu Zahra mencuci muka.  Aku memaklumi, karena setiap manusia butuh beradaptasi dengan lingkungan baru. Apalagi suasana kota jauh berbeda dengan di desa.  "Maafkan saya, Bu! Semalam ngga bisa tidur, baru bisa tidur setelah adzan Subuh." Zahra tergesa menghampiriku di dapur. Ia lantas mengambil alih roti yang sedang kuolesi mentega.  "Ngga apa. Saya maklum. Asal besok jangan diulangi lagi." Aku memaklumi, namun tetap tegas.  "Iya, Bu. Saya janji." Wajah Zahra tampak menunduk. Ia seperti tengah merasa bersalah padaku. Namun justru perasaan seperti itu yang membuatku iba. Minimal ia menyadari kesalahannya.  "Ya sudah lanjutkan bakar rotinya, saya mau bangunin Rum
Read more
Bab 58
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 58Seorang lelaki gagah berdiri dari duduknya. Dengan senyum yang terkembang dari bibirnya dan langkah lebar ia berjalan ke arahku yang sedang menikmati secangkir kopi manis. Alisnya yang tebal dengan bulu mata lebat membuat mata bening itu kian bersinar. Wajahnya bersih dan putih, semakin menambah tampan wajahnya diusia yang lebih matang. Tak butuh waktu lama, ia sudah berdiri di depanku. Senyuman manis terkembang seiring dengan uluran tangannya padaku. "Apa kabar?"Aku pun berdiri dan menerima uluran tangannya yang kekar. "Alhamdulillah baik. Mas sendiri gimana? Sendirian aja?" tanyaku. "Silahkan duduk," ujarku mempersilahkannya duduk di kursi yang terletak di hadapanku. "Makasih." Tangannya menggeser kursi itu dan duduk di atasnya. Aku pun turut melakukan hal yang sama. "Sendirian aja? Anakmu mana?" Matanya tak henti menatapku membuat dudukku tak nyaman. "Iya sendiri. Ada, lagi di rumah sama Mbaknya. Mas juga sendirian aja?""Iya, aku lagi jenuh.
Read more
Bab 59
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 59Makan malam sudah siap di meja makan. Malam ini Zahra masak capcai dan juga ayam kecap kesukaan Rumi. Tak lupa juga ada sambal yang sengaja kuminta sebagai pelengkap saat makan. Rumi sangat lahap makannya. Ia mulai terbiasa dengan masakan yang dimasak oleh tangan Zahra. Pun juga dengan Mas Yusuf. Sudah tak ada lagi komentar buruk soal masakan Zahra. Kunikmati makan malam dengan lahap dan nikmat. Rasa lelah juga capek karena seharian bekerja membuat selera makanku sedikit meningkat. Sejenak kulupakan soal sikap Mas Yusuf yang kembali sibuk dengan ponselnya, aku ingin menikmati kebersamaan ini tanpa ada beban dalam pikiran yang mengganjal. Baru saja kuletakkan sendok dan garpu, ponsel yang kuletakkan di sofa ruang tengah berbunyi nyaring. Segera saja aku bangkit dan meraih ponsel itu untuk melihat siapa yang menghubungiku malam begini. "Halo Ren," sapaku saat panggilan sudah terhubung. "Bu, huuhuuu," rengek Reni yang membuatku mengerutkan kening. D
Read more
Bab 60
Aku mengalah, Mas. Demi Ibumu! 60"Maafkan saya, Bu. Banyak yang meminta saya untuk melanjutkan pekerjaan Ibu untuk menjadi penjahit. Saya harus resign dari butik," ujar Reni lirih. Ia datang ke butik untuk mengundurkan diri. Aku terperanjat mendengar ucapannya. Ini terlalu mendadak. Bahkan aku tak bisa mencari pengganti dalam waktu secepat ini. Namun aku tak bisa untuk tak menuruti kemauannya karena itu hak masing-masing orang. Pagi ini Reni datang ke butik untuk menyampaikan keputusannya untuk resign. Ia lebih memilih meneruskan pekerjaan Ibunya karena banyak pelanggan yang mengharapkan karyanya. Aku tahu Reni adalah anak yang telaten dan terampil maka tak heran hasil jahitannya digemari pelanggan. Reni sedang duduk bersamaku di depan meja kasir. Ia sedang bebas hari ini setelah beberapa hari sibuk mengurusi pengajian almarhumah Ibunya. "Saya tak bisa menolak keputusanmu, karena itu hak kamu. Yaa, semoga saja kamu menjadi penjahit yang sukses."Aku mencoba memposisikan diri menj
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status