Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 35
Pagi ini Mas Yusuf mengajakku melihat kondisi rumah yang akan kami sewa. Rumah minimalis dengan pagar setengah dada di depannya. Rumahnya sudah di renovasi sehingga tak nampak bentuk asli perumahannya. Bagus menurutku, tapi entah berapa harga sewanya, mungkin bisa sampai diatas lima juta per tahunnya.Sebenarnya aku ragu soal harga sewanya, takut jika keuangan kami tak menjangkau, namun Mas Yusuf berhasil meyakinkanku.
"Bagaimana Dek rumahnya? Kamu suka?" tanya Mas Yusuf meminta pendapatku.
Sedangkan aku, sibuk mengamati setiap sisi rumah ini. Tampak bersih dan nyaman, hanya saja debu di atas lantainya lumayan tebal, mungkin karena lama tak dibersihkan oleh pemiliknya.
"Bagus sih Mas. Tapi, bagaimana harga sewanya? Kurasa harganya bisa sampai di atas lima juta pertahunnya. Sedang jika uangku kemarin untuk bayar sewa semuanya, hanya tersisa sedikit saja. Padahal kita masih harus beli
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 36"Masak gitu aja nangis, Mas?" tanyaku pada Mas Yusuf yang baru saja menceritakan sebab ibu menangis."Namanya juga orang tua Dek. Pasti punya kekhawatiran sendiri!" Jawabnya seraya merebahkan diri di sebelahku. Sedang aku masih sibuk dengan ponsel di tanganku."Khawatir gimana? Harusnya senang dong anaknya sudah bisa hidup mandiri? Meskipun masih ngontrak!" ucapku tak terima."Mungkin khawatir nggak ada yang bantu urus rumah kali!" imbuhku."Huss mulutnya!" Sahutnya sambil meletakkan jari telunjuk di tengah bibirnya."Ya apa lagi coba yang dipikirkan? Warung biasanya aku yang bantu beresin, rumah aku yang bersihin, bantu cuci gelas bekas kopi, kalau aku nggak ada? Capek dong ibu ngerjakan sendirian!" selaku tak mau berhenti. Takut bila Mas Yusuf s
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 37Malam ini tubuhku rasanya remuk sekali. Capek dengan segala rutinitas yang tak ada habisnya. Warung tutup, tetapi diganti dengan merawat ibu bergantian dengan Ratih. Tak lupa juga sambil sedikit-sedikit mengemasi barang-barang yang tak terpakai ke dalam kardus besar yang kemarin sudah dibeli Mas Yusuf untuk mengemasi barang sebelum pindahan.Rumi yang masih kecil juga turut menjaga neneknya. Ia senantiasa menunggui neneknya yang sedang terbaring lemah di ranjang kamarnya. Rumi dan Ratih duduk di bawah ranjang ibu sambil bermain ponsel, namun dengan sigap berdiri saat ibu butuh sesuatu.Malam ini giliran Mas Yusuf yang terjaga untuk merawat ibu, tidur di luar kamar ibu agar lebih cepat mendengar saat ibu memanggil.Setelah diperiksa oleh dokter tadi sore, ibu mengalami tekanan darah tinggi juga kelelahan ak
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 38Malam kian larut, Mas Yusuf sudah terlelap dalam tidurnya. Sikapnya yang selalu siaga merawat ibu membuat tubuhnya terasa lelah. Sekuat apapun tubuh lelaki, masih lebih kuat tubuh wanita. Terbukti dengan kebiasaanku di rumah yang tak ada habisnya, namun aku masih sanggup terjaga untuk sesekali melihat keadaan ibu mertua.Sungguh tak ada dendam dalam hati meskipun ucapannya selalu meninggalkan bekas. Saat sedih, aku hanya mampu melupakannya dengan air mata, setelahnya perasaanku menjadi lebih baik.Ibuku selalu mengajari untuk tak meninggalkan dendam kepada orang yang sudah menyakiti kita. Sering sekali ibu memberikan nasehat itu untukku, namun baru kali ini kupraktekkan. Semakin aku dongkol dengan sikap ibu, semakin membuatku merasa terbebani.Sedikit demi sedikit, aku belajar menerima segala macam s
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 39"Maafkan Mas Yusuf ya Bu." Kupeluk tubuh rentanya agar ia merasa tak sendiri."Nggak apa-apa. Sekarang Yusuf sudah berani bentak-bentak ibu." Ibu terus menyusut air matanya yang kian deras mengalir."Bukan membentak Bu, hanya saja kami sayang dengan ibu. Nggak maja ibu terlalu capek dulu.""Ibu itu sudah terbiasa bekerja keras, nggak bisa kalau badan sehat tapi tiduran aja di rumah!" Suara isakan ibu masih terdengar di sela-sela ucapannya."Sementara saja, Bu. Besok insya Allah sudah boleh jualan lagi, biar besok Alina yang bicara sama Mas Yusuf. Kalau dulu ibu sudah bekerja keras untuk menghidupi putra putri ibu, izinkanlah sekarang kami yang membiayai kebutuhan ibu," ucapku mantap.Meskipun tak jarang aku sakit hati karena ucapannya, aku tetap berusaha untuk membantu Mas Yusuf m
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 40Hari yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Setelah drama dengan mertua yang berat melepas putranya untuk hidup mandiri juga karena ibu yang mendadak sakit. Kini kami sudah berada di rumah ini bersama keluarga kecil kami.Tak bisa kugambarkan betapa bahagianya aku bisa lepas dari sangkar mertua. Meskipun kewajiban seorang anak laki-laki yang tetap harus berbakti pada ibunya, tak membuat kami lantas bertahan hidup bersamanya selamanya. Berbakti tidak harus tinggal bersama, tapi bagiku berbakti bisa berupa apa saja. Rasa sayang terhadap orang tua tetap bisa diberikan meskipun kami tinggal berjauhan. Jaman sudah canggih, yang jauh pun terasa dekat dengan adanya ponsel yang kekinian.Tak sia-sia aku bertahan beberapa tahun hidup bersamanya untuk mengambil hati mertua. Terbukti sekarang sikapnya sudah jauh lebih baik dari pada awal aku tinggal di rumahnya.
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!"Habisin makanannya, Kak.""Iya, Ma. Makanannya enak, Kakak suka," ucap Rumi, anakku yang usianya sudah menginjak tujuh tahun."Kamu juga makan dong, Sayang," sahut Mas Yusuf, suamiku. Suami yang sangat kucintai karena sikapnya yang penuh perhatian padaku."Nggak berani makan banyak, mungkin takut gendut!" sela ibu mertuaku. Aku hanya tersenyum mendengarnya, sebab aku tahu sikapnya padaku memang begitu. Ketus, tapi bukan berarti tak suka, hanya saja mulutnya suka asal bila bicara. Namun sekarang aku tak pernah ambil hati, biarlah. Suka-suka mertua mau bilang bagaimana.Aku, Alina. Istri dari Yusuf Abdullah yang dulu hanya ibu rumah tangga sekarang menjelma menjadi wanita karir yang sukses. Meskipun hanya sukses mengelola sebuah butik, bagiku itu sebuah pencapaian yang baik.Berawal dari membantu keuangan Mas Yusuf untuk membayar uang kontrakan, aku bekerja keras agar keadaan ekon
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!Aku lantas pergi ke kamar mandi yang ada di sudut ruangan. Sengaja memilih rumah ini karena setiap kamarnya memiliki kamar mandi dalam, sehingga mempermudahku untuk membersihkan diri setelah lelah beraktivitas.Setelah membersihkan diri juga berganti pakaian, aku segera melaksanakan salat. Seharian beraktivitas tak membuatku lupa menjalankan kewajiban terhadap Tuhan. Bagaimanapun Tuhan yang telah memberikan semua ini padaku. Kehidupan rumah tangga yang bahagia, ekonomi yang membaik, juga anak yang cantik dan cerdas.Setelah salat, kubangunkan Mas Yusuf untuk segera membersihkan diri. Lumayan susah dibangunkan, mungkin karena tubuhnya yang lelah. Maklum, tadi sore setelah ia pulang kerja, Rumi langsung mengajaknya pergi jalan-jalan. Ia juga baru saja naik jabatan di pabriknya yang membuat pekerjaannya semakin banyak. T
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 43Ini berat untukku, namun ini sudah menjadi pilihan saat mulai berdagang dahulu. Komitmen dan konsistensi yang kupegang cukup kuat sehingga membuat butik yang kukelola berkembang pesat.Padahal dulu Mas Yusuf selalu mengerti keadaanku, namun sekarang ia lebih banyak menuntut waktuku agar lebih banyak bersamanya. Bisa jadi karena ia merasa sudah naik jabatan yang mungkin gajinya lebih banyak dari gaji sebelumnya. Tapi kan nggak bisa begitu, butik ini sudah berdiri sejak ia belum naik jabatan, jadi nggak bisa begitu saja menyalahkan waktuku yang lebih banyak habis karena mengurus butik.Kupijat kening yang terasa pening sambil memejamkan mata. Membiarkan diri ini larut dalam perasaan yang entahlah. Tak tahu lagi bagaimana aku harus bersikap. Aku sadar, ternyata bagaimanapun kehidupan kita, pasti ada ujian yang akan menimpanya.