All Chapters of Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! : Chapter 41 - Chapter 50
83 Chapters
Bab 41
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!  "Habisin makanannya, Kak.""Iya, Ma. Makanannya enak, Kakak suka," ucap Rumi, anakku yang usianya sudah menginjak tujuh tahun."Kamu juga makan dong, Sayang," sahut Mas Yusuf, suamiku. Suami yang sangat kucintai karena sikapnya yang penuh perhatian padaku."Nggak berani makan banyak, mungkin takut gendut!" sela ibu mertuaku. Aku hanya tersenyum mendengarnya, sebab aku tahu sikapnya padaku memang begitu. Ketus, tapi bukan berarti tak suka, hanya saja mulutnya suka asal bila bicara. Namun sekarang aku tak pernah ambil hati, biarlah. Suka-suka mertua mau bilang bagaimana.Aku, Alina. Istri dari Yusuf Abdullah yang dulu hanya ibu rumah tangga sekarang menjelma menjadi wanita karir yang sukses. Meskipun hanya sukses mengelola sebuah butik, bagiku itu sebuah pencapaian yang baik. Berawal dari membantu keuangan Mas Yusuf untuk membayar uang kontrakan, aku bekerja keras agar keadaan ekon
Read more
Bab 42
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu!      Aku lantas pergi ke kamar mandi yang ada di sudut ruangan. Sengaja memilih rumah ini karena setiap kamarnya memiliki kamar mandi dalam, sehingga mempermudahku untuk membersihkan diri setelah lelah beraktivitas.  Setelah membersihkan diri juga berganti pakaian, aku segera melaksanakan salat. Seharian beraktivitas tak membuatku lupa menjalankan kewajiban terhadap Tuhan. Bagaimanapun Tuhan yang telah memberikan semua ini padaku. Kehidupan rumah tangga yang bahagia, ekonomi yang membaik, juga anak yang cantik dan cerdas.  Setelah salat, kubangunkan Mas Yusuf untuk segera membersihkan diri. Lumayan susah dibangunkan, mungkin karena tubuhnya yang lelah. Maklum, tadi sore setelah ia pulang kerja, Rumi langsung mengajaknya pergi jalan-jalan. Ia juga baru saja naik jabatan di pabriknya yang membuat pekerjaannya semakin banyak. T
Read more
Bab 43
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 43   Ini berat untukku, namun ini sudah menjadi pilihan saat mulai berdagang dahulu. Komitmen dan konsistensi yang kupegang cukup kuat sehingga membuat butik yang kukelola berkembang pesat.  Padahal dulu Mas Yusuf selalu mengerti keadaanku, namun sekarang ia lebih banyak menuntut waktuku agar lebih banyak bersamanya. Bisa jadi karena ia merasa sudah naik jabatan yang mungkin gajinya lebih banyak dari gaji sebelumnya. Tapi kan nggak bisa begitu, butik ini sudah berdiri sejak ia belum naik jabatan, jadi nggak bisa begitu saja menyalahkan waktuku yang lebih banyak habis karena mengurus butik.  Kupijat kening yang terasa pening sambil memejamkan mata. Membiarkan diri ini larut dalam perasaan yang entahlah. Tak tahu lagi bagaimana aku harus bersikap. Aku sadar, ternyata bagaimanapun kehidupan kita, pasti ada ujian yang akan menimpanya.  
Read more
Bab 44
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 44      Aku berjalan menuju lemari, menyiapkan pakaian kerjanya dan kuletakkan di sisi ranjang. Sambil menunggu Mas Yusuf keluar dari kamar mandi, kubuka ponselku untuk memberi kabar pada Reni agar menghendel butik beberapa hari ke depan. Juga kuberikan sedikit uang lebih sebagai permintaan maaf karena aku harus menambah daftar pekerjaannya beberapa hari ini. Senang sekali mendapatkan asisten yang masih lajang, tak direpotkan dengan urusan anak dan suami, jadi saat butuh sewaktu-waktu, dia selalu ada.  Baru saja kuketakkan kembali ponselku di atas ranjang, Mas Yusuf sudah keluar kamar mandi dengan lilitan handuk di tubuhnya. Kuberikan senyuman secantik mungkin sebagai permintaan maafku untuknya.  "Pagi, Mas. Baru mau aku bangunin, Mas sudah ada dalam kamar mandi," ucapku dengan pandangan tertuju pada wajahnya. 
Read more
Bab 45
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 45     Dalam perjalanan ke sekolah, Rumi tak henti bercerita. Tentang teman sekolahnya, gurunya, kegiatan selama di sekolah juga saat di rumah ketika aku sedang tak membersamainya. Bahagia sekali melihat tingkahnya yang berbinar saat aku mengantarnya sekolah seperti ini. Biasanya ia berangkat bersama ayahnya, sesekali kuantar juga, kadang saat pekerjaan di butik sedang padat ia naik taksi online bersama Mbak Na.  "Kakak dari tadi senyum terus, kenapa sih?" "Kakak seneng Ma, diantar sekolah sama Mama." Matanya berbinar dengan senyum tak lepas dari bibirnya. Tampak sekali kegembiraan terpancar dari raut wajahnya yang sedari tadi tidak berhenti tersenyum saat bercerita.  "Maafkan Mama ya? Kan semua ini juga buat Kakak. Mama kerja kan buat masa depan Kakak juga," ucapku menghadapnya seraya membelai lembut hijab y
Read more
Bab 46
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 46    Seharian di rumah aku sibuk membuat cemilan untuk suami dan anakku setelah pulang nanti. Kesempatan memanjakan lidah mereka saat aku sedang tidak disibukkan dengan urusan rekapan tagihan dan orderan. Sengaja membuat banyak cemilan seperti ini untuk menebus kesalahanku kepada Mas Yusuf kemarin malam. Semoga ia tak lagi marah seperti pagi tadi.  Aku sedang membuat puding cokelat untuk Rumi dan klapertart untuk Mas Yusuf, juga brownies untuk kami semua. Untuk makan malam sudah kusiapkan sayur untuk capcai juga ayam kecap. Setelah Mas Yusuf pulang nanti, aku tinggal masak untuk makan malam saja. Sebenarnya cukup melelahkan tapi ada perasaan bahagia tersendiri bisa memiliki waktu luang seperti ini, menyajikan makanan dengan tanganku sendiri.  Mbak Na hanya tinggal beres-beres rumah saja karena urusan dapur aku yang mengerjakannya sendiri.&nb
Read more
Bab 47
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 47    "Pudingnya enak, Ma." Rumi memegang satu cup kecil puding buatanku. Ia makan sambil menonton acara kartun di televisi. Lahap sekali.  "Enak dong! Kan Mama yang bikin!" jawabku sambil mengacungkan jari jempolku di hadapannya. Ia hanya memandangku sekilas sambil tersenyum lalu kembali lagi menikmati puding dalam cup di tangannya.  "Kakak di sini dulu ya? Mama mau masak buat makan malam kita, sebentar lagi ayah datang," ujarku seraya berdiri dari tempatku duduk, meninggalkannya yang masih asik dengan puding dan televisi.  Tanpa menunggu jawabannya aku beranjak menuju dapur. Berkutat dengan wajan dan kompor, hendak mengolah sayur yang tadi sudah kurajang.  "Ada yang bisa dibantu, Bu?" tanya Mbak Na. Ia datang saat aku tengah mencuci sayuran. Seketika aku menoleh ke arahnya saat ia bertanya
Read more
Bab 48
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! Sibuk dengan ponselnyaRumi makan dengan lahap, rupanya beberapa cup puding yang ia makan tadi masih menyisakan tempat yang banyak di perutnya. Terbukti dengan sepiring nasi dengan sayur dan lauk habis dilahapnya.  "Anak mama pintar, besok makan yang banyak lagi ya Kak, biar gendut," pintaku sambil mencubit gemas pipinya.  "Iya dong pintar, kan anaknya mama sama ayah!" Alisnya bergerak naik turun sambil melirikku. Ah anakku pintar sekali menggoda mamanya.  "Iya dong, anak mama!" "Anak ayah juga dong!" timpal Mas Yusuf. "Sudah-sudah makan lagi! Habisin Kak makannya," ucapku sambil melirik piring di depan Rumi.  "Siap Ma." Kembali kami fokus dengan piring dan sendok yang ada di depan kami. Menikmati masakan spesial yang kubuat dengan penuh cinta untuk keluarga ke
Read more
Bab 49
Aku Mengalah, Kas. Demi Ibumu!   Peringatan.  Aku naik ke atas ranjang tempat tidur dengan perasaan dongkol. Sebegitu pentingnya kah teman alumni SMA nya dari pada keluarganya? Hingga malam pun ia masih asik dengan ponselnya. Sudah lelah seharian membuatkan cemilan untuknya malah tak disentuhnya. Setelah makan Mas Yusuf kembali sibuk dengan ponselnya, padahal biasanya setelah makan malam kita berkumpul di ruang tengah sambil menonton televisi atau menikmati cemilan yang kubeli di jalan saat pulang dari butik.  Biasanya setiap selesai makan, kami selalu berkumpul bersama di ruang tamu, membahas kegiatan kami seharian, juga kadang aku menceritakan masalah yang kualami di butik. Tak jarang pula Rumi turut bergabung bersama dan menceritakan kisah lucu di sekolahnya. Namun tidak dengan malam ini, Mas Yusuf lebih memilih memegang ponselnya dari pada ngobrol bersama.  Kutung
Read more
Bab 50
Aku Mengalah, Mas. Demi Ibumu! 50  Sosok Ibu Belum sampai langkahku di pintu ruang tamu, terdengar deru motor masuk halaman rumah. Tampak bulek Sri dengan Maya-anaknya- datang berkunjung pagi ini.  "Assalamu'alaikum Nduk," sapa bulek setelah ia menurunkan standart motornya. Ia parkir motornya di depan teras rumah sebelah kiri.  "Waalaikum salam," urung masuk ke ruang tamu, aku menghampiri bulek. Kuraih tangannya untuk kucium lalu kuajak beliau dan Maya masuk ke ruang tamu bersama. "Apa kabar Bulek? Lama nggak ketemu," ucapku saat kami sudah duduk di sofa ruang tamu.  "Alhamdulillah sehat. Kamu gimana Nduk? Wes sukses sekarang jarang main ke rumah mertuamu." "Alhamdulillah Bulek. Bukannya jarang main, cuma kalau kesana ngga pernah sempat main ke tetangga, paling cuma ke ibu aja terus balik lagi, selalu gitu Bule
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status