All Chapters of Melawan Suami dan Mertua: Chapter 11 - Chapter 20
110 Chapters
11
Kami memasuki resto yang dipadati oleh ramai pengunjung. Rata-rata pengunjung di sini tampak dari kalangan kantoran dan pebisnis. Mereka menduduki kursi-kursi dengan meja berbentuk persegi maupun bulat.            Meski ramai, suasana di dalam resto ini terasa begitu nyaman dan homey dengan ornamen tradisional khas Jawa yang melekat pada setiap sudut. Berjejer figura yang memajang ragam batik tulis khas Jawa Tengah di beberapa spot. Kipas-kipas besar terpasang di langit-langitnya sehingga kami sama sekali tak merasa gerah meski cuaca di luar sedang panas-panasnya.            Dokter Vadi terus berjalan demi mencari tempat yang nyaman. Sampai di tengah ruangan, dia mengajakku untuk belok ke arah kanan dan mataku langsung takjub melihat sebuah kolam besar berhias teratai di mana-mana. Cantik sekali. Di tengah-tengahnya ada sebuah patung kendi yang mengalirkan ai
Read more
12
Usai menghabiskan bersih makanannya tanpa menyisakan sedikit pun, sosok berpotongan rambut pendek rapi masa kini itu duduk bersandar di pojok saung sambil selonjoran. Menikmati hidup sekali sepertinya dr. Vadi. Sampai-sampai lupa jaga image di hadapan anak buahnya.            “Ris, kamu serius mau cerai?” Dokter Vadi tiba-tiba membuka perbincangan. Aku yang ikut tersandar di seberangnya, kini setengah gelagapan sembari menegakkan posisi.            “Iya, Dok.” Aku menatap dr. Vadi sekilas. Lelaki itu ternyata sedari tadi memandang ke arahku.            “Boleh tahu, kronologi tadi pagi? Itu kalau kamu tidak keberatan. Eh, sekali lagi. Stop dak dok di sini.” Lelaki itu menunjukku dengan tusuk gigi yang sedari tadi dipegangnya.     
Read more
13
“Ris, ayo pulang. Sudah sangat sore. Kamu mau cari kamar kost, bukan?” Dokter Vadi membuyarkan lamunanku. Lelaki itu bangkit dan menarik ujung kemeja untuk mebenarkan letaknya. Aku yang merasa begitu kenyang dan mulai mengantuk ini, bangkit perlahan sambil berpegangan pada sebuah tiang bambu besar.            “Iya, Dok, eh, Mas.” Aku menatap tak enak hati padanya. Lelaki itu hanya mendengus kecil.            “Jangan kaku benar hidupmu, Ris. Ini bukan masa penjajahan kolonial Belanda.”Lelaki itu melangkahkan kakinya dan mendahuluiku. Tubuh tinggi dengan pundak bidangnya itu menutupi setengah pandanganku. Kalau dilihat dari belakang begini, dr. Vadi sangat gagah. Apalagi dari depan. Wajar sih kalau mantan pacarnya serupa dengan artis papan atas seperti Nadya. Tak berdanda tebal saja bisa seglowing itu. Apalagi kalau d
Read more
14
PoV Rauf            Plak! Plak! Tamparan mendarat di pipi. Lestari benar-benar murka padaku. Dia mengamuk dengan tangis yang tumpah ruah membasahi pipi mulus yang kerap kuciumi tersebut.            “Kamu jahat, Mas! Kamu pembohong! Katamu akan meninggalkan istrimu yang matre itu, tapi kamu malah bilang padanya bahwa kamu memilih dia ketimbang aku!”            Tak kusangka, gadis yang sudah kupacari selama enam bulan ini dapat mengamuk juga. Perempuan desa yang baru merantau setahun dan termakan rayuanku, ternyata bisa bersikap buas seperti Risa juga. Kep*rat! Bukankah tujuanku memacari gadis desa sepertinya agar dia tak bersikap kurang ajar begini? Eh, ternyata salah besar. Berani-beraninya dia memukul mukaku di tepi jalan begini. Mana orang-orang mulai ramai berbelanja di minimarket p
Read more
15
PoV Rauf            “Uf, kamu jangan bercanda! Risa kabur ke mana? Memangnya ada apa, Uf?” Mama mencegat langkahku yang sudah terburu untuk keluar rumah. Kutengok wajahnya, beliau syok. Dia pasti kaget mendengar ucapanku tentang kaburnya Risa.            “Panjang, Ma. Aku harus cari dia.” Aku melepaskan tangan Mama, bergegas mengambil langkah seribu. Sebelumnya aku menyambar sebuah helm berdebu yang lama kusimpan di dalam garasi. Memakainya, kemudian naik motor dan tancap gas.            Pikiran ini hanya tertuju pada Risa. Ke mana perginya perempuan nekat itu? Setahuku dia tak memiliki teman dekat di kota ini. Sanak kerabat pun tak begitu akrab dengannya. Kabur ke mana perempuan itu? Masihkah dia di rumah sakit? Masuk bekerja sambil membawa barang-barangnya tersebut?
Read more
16
Mobil dr. Vadi terus melaju dengan kecepatan rendah. Keluar dari gerbang masuk utama RS Citra Medika, lelaki yang memegang setir mobil mewahnya tersebut mengambil lajur lurus dari perempatan, masuk ke jalan dr. Wahidin Sudirohusodo melewati ruko-ruko yang berderet menjubeli kawasan padat pusat perbelanjaan dan hiburan ini. Setelah mengendara sekiranya satu kilometer meninggalkan RS, dr. Vadi berbelok ke kanan, berhenti di depan bangunan besar bercat putih dengan tiga lantai berpagar tralis baja tinggi sekiranya dua meter. Seorang satpam berpakaian serba hitam tampak keluar dari post penjagaan dan membukakan gerbang untuk kami. Dr. Vadi kemudian melajukan mobilnya untuk masuk dan berhenti di area parkir yang sangat luas. Parkiran ini berada di sebelah sisi barat rumah. Dilengkapi dengan kanopi dengan penopang baja ringan yang membentang dari ujung ke ujung, sehingga sekiranya mampu melindungi sekitar 15-20 mobil sekaligus.         
Read more
17
Di dalam kamar sebesar ini aku betul-betul merasa hampa dan sendirian. Tak ada teman mengobrol untuk sekadar berbagi cerita. Selepas menata pakaian yang kubawa ke dalam lemari milik kost, aku memutuskan mandi untuk menyegarkan tubuh sekaligus penat. Meskipun mandi di dalam tempat yang bersih dan wangi plus air hangat, tetap saja jiwa ini rasanya benar-benar kosong. Lama sekali aku melamun sembari membiarkan tubuhku dialiri air dari shower yang berada tepat di atas kepala. Sibuk memikirkan nasib apa yang bakal kutelan pada episode kehidupan nanti. Huft, andai bisa memilih takdir, sudah pasti aku tak ingin melalui pahit getir bagian seperti ini. Hidup tenang, rumah tangga ayem, ekonomi yang mapan adalah impian besarku. Namun, sayang. Semua mungkin tinggal angan belaka. Status janda yang tak pernah kuidam-idamkan, bakal tersemat di depan nama.            Usai mandi, aku hanya duduk di atas ranjang sembari menonton
Read more
18
PoV Rauf            Buru-buru aku meninggalkan RS Citra Medika dengan sepeda motor dan berniat untuk menjemput Lestari di minimarket. Kupacu kencang laju kendaraan agar bisa tiba di sana dalam waktu singkat. Urusanku sangat banyak hari ini. Satu per satu permasalahan harus segera diselesaikan. Bukan apa-apa, aku ingin rumah tanggaku bisa kembali normal. Risa pulang ke rumah dan melayani dengan semestinya, serta Lestari yang hanya gundik itu tak menuntuk banyak plus mengharap lebih dariku. Aku ingin hidupku kembali seperti biasa!            Sesampainya di parkiran minimarket, aku duduk menunggu di atas motor. Tak perlu menunggu waktu lama, Lestari keluar dengan membawa helm dan tas kerjanya. Wajah perempuan itu tampak lesu. Langkahnya pun gontai tak bersemangat. Dia pasti masih memikirkan kejadian tadi pagi.       &nb
Read more
19
PoV Rauf            “Aku pulang! Kalau besok ternyata kamu tidak keguguran juga, aku akan cari jalan lain. Jangan pikir kalau aku bakal tanggung jawab, ya!” Aku mendorong kepala Lestari hingga perempuan itu terantuk cukup keras di dinding. Tangisnya masih kudengar histeris. Namun, aku tak ambil peduli.            Bergegas aku pergi meninggalkan kontrakan milik selingkuhanku tersebut. Kupacu seger sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Sepanjang jalan, pikiranku kalut. Benar-benar pusing dengan himpitan hidup yang kian menyiksa.            Kenapa Tuhan begitu tega memberikan cobaan? Salahku apa? Setahuku, aku sudah banyak berbuat baik di dunia ini. Menyekolahkan anak yatim, membantu keluarga miskin macam Lestari. Akan tetapi, mengapa malah dua begundal yang sudah kubantu itu kini berbali
Read more
20
Mobil dr. Vadi terus melaju, sementara dua insan yang sedang berada di dalamnya hanya dapat diam membisu tanpa sepatah kata pun. Aku benar-benar sedang dilanda kikuk. Sebagai perempuan normal, wajar bukan kalau sikapku begini setelah mendengarkan ucapan dr. Vadi yang rasa-rasanya membuat dada ini bagaikan diaduk-aduk?            Tidak, aku sebenarnya tak ingin gede rasa. Namun, tak bisa ditampik bahwa aku ... ah, sulit untuk dijelaskan! Ya, sudahlah. Biarkan aku larut dalam anggapanku sendiri, begitu juga dengan dr. Vadi.            Laju kendaraan dr. Vadi tiba-tiba melambat dan akhirnya berhenti tepat di depan tembok beton tinggi yang melindungi sebuah bangunan megah dengan kerlip lampu-lampu taman warna kuning. Aku tidak tahu ini rumah siapa dan mau ngapain kami berhenti di depan sini.           
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status