Semua Bab Wholehearted Love: Bab 31 - Bab 40
46 Bab
Chapter 31
Waktu sudah menunjukkan pukul 01.25 WIB dini hari. Resepsi pernikahan mereka sukses besar. Para tamu mengatakan bahwa selain makanannya yang memang enak dan memanjakan lidah, acara dan juga konsep pernikahan mereka sempurna. Banyak teman dan relasi yang berniat untuk mencontek konsep pernikahan mereka ini. Tapi satu hal yang membuat Tria mengatakan kalau konsep pernikahan ini bagus adalah mereka tidak harus berdiri kaku di pelaminan selama berjam-jam yang melelahkan. Konsep intimate party yang diusung oleh Akbar dan EO yang di hire-nya, membuat mereka bisa santai berjalan ke sana ke mari menyapa tamu, dan duduk sejenak bercengkrama dengan mereka. Kesan santai yang sengaja diusung membuat suasana menjadi rileks dan tidak kaku. Makanya bila para pengantin lain mengeluh pegal dan capek luar biasa, tapi Tria merasa biasa-biasa saja. Yang menyusahkan baginya adalah harus melepaskan segala pernak-pernik hiasan kepalanya dan juga make up tebalnya. Itu lah hal yang paling ribet menurutnya.
Baca selengkapnya
Chapter 32
Hari demi hari berlalu. Tria menikmati perannya sebagai seorang istri. Setiap pagi ia membantu mama mertuanya menyiapkan sarapan. Ia memang belum bisa memasak seenak Mama Ory. Tetapi ia selalu mengimbanginya dengan tatanan makanan yang cantik. Dengan teliti ia menyusun makanan-makanan itu hingga terlihat cantik dan indah dipandang. Suami dan papa mertuanya sampai merasa sayang saat harus mengobrak-abrik nasi goreng yang sudah dihias cantik oleh Tria.  Akbar tetap kaku dan datar seperti biasanya. Hanya saja sekarang ia tidak begitu workaholic lagi. Ia selalu berusaha pulang tepat waktu dan makan malam bersama di rumah. Tria juga selalu menyelesaikan tugas-tugas di kantornya lebih awal agar ia sempat membantu mama mertuanya menyiapkan makan malam bagi mereka sekeluarga. Bu Hanim yang biasa sangat suka menindasnya sekarang malah menjadi sekutunya. Bu Hanim sebenarnya adalah sosok pribadi yang baik. Hanya saja ia sangat antipati dengan wani
Baca selengkapnya
Chapter 33
Dengan tangan gemetaran Tria membimbing Akbar masuk ke dalam kamar. Ia kebingungan sendiri harus mulai mengobati Akbar dari bagian mana dulu. Ia ngeri melihat penampakan suaminya. Akbar akhirnya memutuskan agar ia mandi saja terlebih dahulu baru Tria mengobati luka-lukanya. Melihat bibir Akbar yang pecah dan luka-luka, Tria berinisiatif untuk memasakkan suaminya bubur saja agar lebih mudah ditelan. Tria bergegas ke dapur. Meminta tolong pada ART untuk membuatkan Akbar bubur putih yang lembut. Ia membuka laci kotak obat dan membawa kotak P3K serta sekantung es batu. Saat ia kembali ke kamarnya, suaminya telah selesai mandi. Saat ini ia hanya mengenakan celana pendek dan kaos oblong putih. Tria duduk di samping suaminya seraya menatap ngeri luka-lukanya. Ia kemudian menempelkan es batu pada luka-luka memar dan lebam di wajah Akbar. Sedari tadi Tria tidak mengucapkan sepatah kata pun selain kata kata, abang kenapa, yang juga tidak dijawab oleh Akbar. Tria mengolesk
Baca selengkapnya
Chapter 34
Tria gembira sekali. Ia baru saja pulang dari dokter kandungan bersama dengan mama mertuanya. Hari ini ia meminta izin untuk tidak masuk kantor. Ia ingin memeriksa kandungannya. Pukul empat sore tadi, ia dan mama mertuanya mengecek kondisi tubuhnya ke dokter kandungan. Ia memang sengaja tidak memberitahukan rencana kepergiannya pada Akbar. Selain ingin memberi kejutan, ia juga tidak ingin mengganggu pekerjaan suaminya. Berdua dengan mama mertuanya pun cukup sudah. Ia bukanlah orang yang manja. Ia tidak pernah meributkan hal-hal kecil yang masih bisa ia lakukan sendiri.  Seharian ini ia sibuk memasak makanan kesukaan suaminya, yaitu ikan kerapu asam manis dan juga tom yam soup. Ia ingin membagi kebahagiaan dengan suaminya dengan cara yang spesial. Ia yakin Akbar pasti akan sangat bahagia mendengar kabar kehamilannya. Suaminya itu memang sangat menginginkan kehadiran anak dalam keluarga kecil mereka. Saat ini ia sedang menunggu suaminya p
Baca selengkapnya
Chapter 35
Tria berdiri tegak di depan pintu rumah sakit bertuliskan angka 302. Ia menarik napas panjang berkali-kali sambil mengucap doa dalam hati.  Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu disegerakan keselamatan-Mu untukku dan tetap sabar dalam menghadapi cobaan-Mu, dan keluar dari dunia menuju rahmat-Mu. Aamiin. Baru saja ia ingin mengetuk pintu, sebuah suara menyapanya dengan nada heran. "Non mau menjenguk nyonya juga ya? Kenapa nggak masuk aja, Non. Ayo ikut masuk sama saya aja, Non."  "I--iya, Bu. Tadi saya masih ragu-ragu takut salah kamar." Tria menjawab tergagap. Ibu-ibu yang sepertinya bertugas untuk menjaga istri suaminya ini bertubuh tinggi besar. Saat Tria yang memang berperawakan kecil berjalan di belakangnya, ia nyaris tidak terlihat. Begitulah Tria ikut masuk ke dalam ruangan dan disambut dengan kata-kata Akbar yang mengomeli si ibu penjaga istrinya. "Bu Murn
Baca selengkapnya
Chapter 36
Akbar memacu mobilnya dengan kecepatan gila-gilaan meskipun tangannya tidak bisa berhenti gemetaran. Ia terus saja berusaha menelepon Tria namun ponsel istrinya itu sudah dalam keadaan tidak aktif. Ia kemudian mencoba menelepon Bu Hanim yang kini telah menjadi atasan langsung istrinya. Dan ternyata ucapan Bu Hanim malah semakin membuat hatinya berdarah-darah. Bu Hanim mengatakan kalau istrinya dari jam sebelas siang telah meminta izin untuk memberi kejutan makan siang yang manis di hari ulang tahunnya. Istrinya bahkan memohon diberi waktu dua jam lebih lama dari jadwal makan siang yang seharusnya untuk merayakan hari kelahirannya. Akbar memegangi dadanya yang rasa-rasanya bertambah nyeri. Ia sendiri saja tidak mengingat hari ulang tahunnya, tetapi istrinya mengingatnya. Bahkan ingin memberi kejutan yang manis kepadanya. Tapi apa yang dilakukannya? Ia malah memberi kejutan paling pahit untuk istrinya.  Ia menelepon sekretarisnya. Memberi kabar kalau ia tidak
Baca selengkapnya
Chapter 37
"Bukannya Ibu mau mencampuri urusan kamu ya, Nak. Tapi apa tidak sebaiknya kamu mengabari dulu sua--keluargamu? Kasihan kan mereka menunggu-nunggu kabar dari kamu? Kalau buat Ibu sih tidak masalah kalau kamu mau untuk sementara menyendiri di sini. Ibu malah senang sekali ada temannya. Tapi seharusnya kamu mengabari dulu orang-orang yang ada di rumahmu." Puspita, ibu Thomas menasehati Tria dengan lembut. Naluri keibuannya terusik melihat Tria yang sedari tadi sore cuma duduk termenung setelah sadar dari pingsannya. Makan tidak mau dan hanya minum segelas teh manis hangat saja. Puspita dan Thomas dengan sabar terus berusaha membujuknya dan mengingatkan akan nyawa lain yang sekarang sedang dititipkan yang maha kuasa pada rahimnya. Tria memang telah menceritakan semua masalahnya pada Bu Puspita dan Thomas. Ia merasa ia perlu untuk membagi sedikit bebannya agar ia tidak menjadi gila. "Kalau boleh, Tria ingin sementara tinggal di sini dulu boleh t
Baca selengkapnya
Chapter 38
Enam tahun kemudian. "Azkaaa... cepetan dong pakai sepatunya. Bunda sudah terlambat ini. Nanti kalau gaji Bunda dipotong kita nggak bisa beli puzzle lagi lho." Seorang wanita muda yang terlihat kerepotan membawa dua bungkus plastik besar yang berisi makanan, meneriaki seorang bocah TK yang terlihat buru-buru memakai sepatunya. Si wanita muda menyerahkan bungkusannya kepada seorang pria gagah berkaca mata yang menunggu ibu dan anak itu di atas sepeda motornya. Si pemuda gagah menerima bungkusan makanan dan menyusunnya rapi agar tidak tumpah atau terbalik-balik isinya. Ketika si ibu kembali berteriak memperingatkan putranya sekali lagi, si pemuda tersenyum geli. Ibu dan anak ini selalu saja ribut setiap pagi.  "Azka sudah siap kok ini, Nda. Ya sudah kalau kita nggak bisa beli puzzle lagi, kita beli lego aja kali, Nda. Gitu aja kok repot." Si anak TK balas berteriak seraya berlari-lari kecil menyusul om dan bundanya ya
Baca selengkapnya
Chapter 39
"Ka--kabar baik Se--Pak Sena." Tria menjawab tergagap pertanyaan Sena seraya terus mundur-mundur karena Sena terus maju mendekati tempatnya berdiri.  "Bapak tamu kamar ini ya? Saya--saya melihat kalau kamar ini sudah vacant clean, Pak Sena. Door entrance, skirting, desk table, chairs, window frame, coffee table, bed side table, wardrobe, semua sudah dalam keadaan clean. Bahkan wall, furnitures, paintings, lamps, floor, linen, dan ceiling pun dalam keadaan vacant clean. Saya tidak mengerti di mana letak ketidakrapiannya. Saya bahkan sudah double check dengan--" "Kalau saya bilang tidak rapi ya tidak rapi, kan saya tamunya." Jawab Sena santai sambil terus maju. Tria sampai terduduk di ujung ranjang karena tidak bisa mundur lagi.  "Tapi ini sudah rapi semua Pak. Tidak ada lagi yang harus saya kerjakan di-- astaga! Apa yang Bapak lakukan?" Tria kaget saat Sena menariknya berdiri, dan meraih ujung duvet cover secara
Baca selengkapnya
Chapter 40
"Iya, Nak. Itu photo Ayah dan Bunda sewaktu menikah dulu. Kamu sudah sebesar ini sekarang ya, Nak?Alhamdullilah ya, Allah. Alhamdullilah. Alhamdullilah. Alhamdullilah." Akbar terus menerus mengucap syukur seraya memeluk erat putranya yang juga balas memeluk tak kalah erat. Akbar merasa kalau tangan kecil putranya sampai gemetaran. Mereka berdua menangis keras di sudut jalan. Suara sedu sedan mereka segera saja menarik minat pengguna jalan lainnya. Akbar dengan cepat menggendong putranya masuk ke dalam mobil. Ia tidak ingin menjadi tonton gratis dan akhirnya viral di dunia maya. "Sini, Nak. Duduk dipangkuan ayah. Ayah masih rindu." Akbar mengangkat tubuh putranya ke atas pangkuan. Ia masih tidak percaya kalau putranya telah ia temukan. Eh salah, putranya lah yang menemukannya. Putranya ini begitu cerdas dan tampan. Tria telah merawatnya dengan baik. "Kata Om Thomas, Azka tidak boleh lagi duduk dipangku depan di bawah stir mobil. Azka sudah be
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status