Lahat ng Kabanata ng Petaka Lingerie Merah: Kabanata 31 - Kabanata 40
59 Kabanata
31
Bagian 31PoV Haris            Sore itu Mama berhasil membawa bayi kecil yang kupanggil dengan nama ‘Fitri’. Jelas, Mama terlihat sangat bahagia, meski wanita itu nyatanya masih setengah ‘tinggi’. Dia tak hentinya memeluki bayi merah tersebut dan menicum-ciumi pipinya. Berbekal susu hangat dalam botol 60 mililiter yang tadi dibuatkan oleh Putri, Mama dengan percaya dirinya menimang-nimang bayi perempuan canti tersebut. Sesekali dia memasukan pentil dot berbentuk pipih ke dalam mulut si bayi. Namun, tampaknya Fitri masih kenyang dan menolak untuk disusui.            “Dia lucu sekali, Ris! Wajahnya cantik. Aku suka.” Mama tak henti-hentinya memuji kecantikan bayi tersebut.            Aku hanya bisa menyetir dengan fokus, sembari sesekali melirik ke arah ked
Magbasa pa
32
Bagian 32            “Tolong, Tante. Aku mohon.” Aku terus merajuk. Bayi Fitri pun kini menangis kencang. Kudekap dia lebih erat lagi. Menenangkannya, takut-takut anak itu menjadi biru seperti tadi.            “Mari, sini Tante lihat bayinya,” kata Tante kepadaku. Wanita gemuk itu lalu menggendong Fitri dan membelai wajah bayi malang tersebut dengan ekspresi kasihan.            “Kamu bawa popok untuk gantinya, Ris?” tanya wanita itu lagi.            “Bawa, Te. Sebentar, aku ambil di mobil.” Aku langsung bergegas keluar halaman rumah Bagas dan membuka pintu mobilku yang terparkir di depan bahu jalan. Gemetar tanganku. Rasanya aku tak pernah sepanik ini. Takut langsung menjalar ke seluruh p
Magbasa pa
33
Bagian 33PoV Haris            Kupacu mobil dengan kecepatan yang stabil. Tak terlalu kencang, tapi juga tak terlalu lambat. Dengan menggunakan tangan kiri, aku sesekali menahan tubuh mungil Fitri yang terbarin di jok penumpang tepat di sampingku. Dadaku tak berhentinya berdegup keras. Bagaimana tidak, ada seorang anak manusia yang masih sangat kecil di dalam sini. Tak ada orang lain selain diriku yang menjaganya. Sementara itu, aku juga harus fokus menyetir dan memperhatikan jalanan yang lumayan padat.            Fitri sempat menangis kencang di perempatan lampu merah. Di situlah aku mulai bingung dan gugup. Aku menepuk-nepuk tubuhnya dengan tangan kiri, sementara itu lampu lalu lintas mulai hijau dan kendaraan di belakangku seakan tak sabar sampai membunyikan klakson keras-keras agar aku segera maju. Sabar, Haris. Begitu kuat cobaan hidupmu. Hadapi s
Magbasa pa
34
Bagian 34PoV HarisTeka-Teki Kematian Amalia             Aku seketika itu merasa manusia paling tol*l di muka bumi ini. Bagaimana bisa aku lengah sampai tak mengetahui bahwa Fitri telah masuk ke dalam jeratan Mama? Sesaat aku berpikir. Ya, bisnis telah melalaikanku. Uang yang Mama dan Papa gelontorkan untukku membangun bisnis tepat setelah kelulusanku dari universitas, nyata sudah membuatku terlena.            Kusadari, waktuku kini tersita habis untuk mengembangkan bisnis keluarga yang semakin menggurita. Uang hasil penjualan video yang telah dikumpulkan oleh Papa, kini memang telah berhasil kami sulap menjadi kafe-kafe yang tersebar di beberapa daerah. Tak hanya kafe, usaha yang tengah naik daun seperti makanan atau minuman kekinian pun, ikut kami geluti meski setiap tahunnya akan tereliminasi ketika peminat mulai sepi. Namun, us
Magbasa pa
35
Bagian 352 in 1 (PoV Haris & Gita) PoV HarisTeka-Teki Kematian Amalia II            Malam itu, Fitri sengaja kutahan di dalam kamar. Tak ada gedoran di depan pintu kamarku. Aman, pikirku. Mama dan Papa ternyata seakan tak peduli dengan kami berdua. Entah apa yang tengah mereka bahas di kamar selanjutnya. Aku enggan peduli. Barang-barang yang dikemasi itu entah apa maksudnya.            Mau ke mana Mama malam-malam begini? Kabur? Namun, ke mana? Aku enggan peduli. Yang penting, Fitri sudah berada di sampingku saat ini.            Gadis itu telah tertidur beberapa jam yang lalu. Lelah dia menangis. Menceritakan kronologi pelecehan yang kerap Mama lakukan beberapa bulan belakangan ini.            F
Magbasa pa
35 B
PoV GitaBERADA DI NERAKA DUNIA            Berjam-jam lamanya aku hanya bisa menangis dan berteriak. Tanpa makanan dan air. Bahkan, saat kebelet pipis pun, aku terpaksa harus menahannya sebab terkunci di kamar ini dari luar.            Kejam! Kedua mertuaku benar-benar menjadikanku bagai hewan peliharaan yang dikurung di dalam kandang. Mereka benar-benar memperlakukanku secara tidak manusiawi, tanpa aku pernah tahu salahku di mana.            Apa maksud mereka menyekapku begini? Apa untungnya bagi mereka? Bahkan aku sama sekali tak tahu tujuanku di bawa ke negara singa ini.            Aku benar-benar menyesal telah menolak permintaan Bapak untuk menyuruh Arman menjemputku. Sesalku sangat besar sampai-sampai aku ingin mati saja s
Magbasa pa
36
Bagian 362 in 1PoV HarisTeka-Teki Kematian Amalia III            Hari-hari berat kami lalu hanya berdua di sini. Astuti mendadak minta berhenti. Alasannya ingin fokus mengurus orangtua di kampung yang sudah sakit-sakitan. Aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. Membiarkan Astuti pulang dengan menaiki bus, kurasa itu adalah solusi terbaik. Aku juga enggan dia mengetahui tentang perihal apa yang sebenarnya tengah terjadi di dalam rumah ini.            Hampir sebulan Papa dan Mama berada di Singapura. Tanpa sebuah kabar apa pun. Terakhir dia hanya meneleponku pada pagi di mana Fitri menjadi histeris dan mengamuk sebab mengetahui mamanya pergi tanpa pamit. Di sini, aku berusaha menenangkan Fitri yang kadang kala menangis meraung minta dibawa ke Singapura untuk berjumpa dengan Mama.        &n
Magbasa pa
37
Bagian 37PoV HarisTeka-Teki Kematian Amalia IV            “Omong kosong! Tidak mungkin. Jangan bohongi kami, Pa!” Aku berteriak. Sosok Fitri sampai terkejut dan menyambar ponsel dari tanganku.            “Halo? Papa, ada apa? Mama di mana, Pa? Aku ingin bicara pada Mama!” Fitri ikut histeris. Gadis itu sampai turun dari tempat tidur dan berdiri dengan posisi satu tangan yang berada di belakang pinggang.            “Meninggal?!” Fitri berteriak. Dia menatap ke arahku dengan wajah syok. Matanya sampai membeliak. Dia berkali-kali menggelengkan kepalanya.            Sigap, aku menangkap gadis itu. Memeluknya erat, membawanya kembali ke sisi ranjang. Ponsel sampai terlepas dari genggaman F
Magbasa pa
38
Bagian 382 in 1PoV HarisTeka-Teki Kematian Amalia V            Sore itu juga, Papa mengirimkan gambar-gambar yang sangat membuatku tercengang luar biasa. Gila, pikirku dalam hati, hebat sekali dia membuat semua ini menjadi seperti sangat nyata. Scan surat keterangan kematian dari rumah sakit swasta ternama di Singapura, beberapa potret mendiang Mama yang terbaring di atas tempat tidur dengan wajah yang sangat pucat, beserta foto jenazah yang telah dikafani rapi dalam sebuah peti jenazah, semua telah masuk melalui pesan WhatsApp ke nomorku. Semua seperti sangat nyata, seolah memang Tuhan telah mencabut nyawa Mama. Namun, hati kecilku entah mengapa masih saja menyangkali semua bukti yang disuguhkan oleh Papa.            Mama masih hidup, begitu benakku. Aku yakin 100% bahwa dia masih ada di Singapura sana dalam keadaan sehat wal afiat. A
Magbasa pa
38 B
PoV GitaCahaya Harapan            Jay telah keluar dari kamar dengan membawa serta piring sisaku makan. Dia hanya meninggalkan gelas yang masih berisi setengah air putih saja di nakas. Aku pun langsung bangun dan duduk bersandar di tempat tidur sembari memeluk kaki.            Kutarik napas dalam sembari menyisir seisi ruangan. Mencari-cari di mana kira-kira Irfan dan Amalia menyembunyikan kamera pengintai di kamar ini. Namun, mataku tak mampu menemukan sebuah kamera yang selayaknya dipasang di rumah-rumah. Pasti bukan kamera sebesar itu, pikirku. CCTV yang mereka gunakan bisa saja lebih kecil dan ditempatkan di sudut yang tak terduga.            Sudahlah, sepertinya tak ada guna bagiku untuk mencari di mana kamera pengintai yang belum tentu memang di pasang di sini. Sekarang, yang harus k
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status