All Chapters of BEDA ISTRI BEDA REZEKI: Chapter 61 - Chapter 70
82 Chapters
61. Zea Rindu
"Mamaaa...”  Zea merintih. Tubuhnya masih lemas. “Mamaaa.” Dia merindukan Hani.“Iya, Sayang.” Tantri dengan perhatian memeluk anak itu. Sementara Panji mengambil tisu untuk mengelap darah yang menetes pada hidung si putri.“Mama mana? Mana?” Zea mendongak sendu pada sang ayah yang mendekapnya. “Mau mama,” ucap bocah itu lirih.Hati Panji bergetar melihatnya.“Coba telpon Hani, Nji.” Tantri yang ikut trenyuh langsung memerintah, “siapa tahu sudah ada di rumah. Ini kan udah malam, jadi nomernya sudah aktif. Sedih aku lihat Zea sakit begini,” sarannya pilu melihat sang keponakan terlihat lemah.“Mau Mama ....” Bocah itu kembali mengharap.&ldquo
Read more
62. Sekarat
Panji baru saja selesai sholat subuh. Dia mengerjakan ibadah dua rakaat tersebut di mushola yang ada di rumah sakit ini. Ketika dia masuk kembali ke kamarnya Zea, Tantri kakaknya masih meringkuk di sofa dengan masih mengenakan mukena.Ketika tadi Panji ajak, wanita itu bilang akan mau beribadah sendiri di kamar. Tantri tidak mau meninggalkan Zea sendiri. Semalam suhu tubuh anak itu kembali naik. Kedua kakak adik itu sampai harus bolak-balik memanggil suster dan dokter.Wajar jika pagi ini Tantri merasa sangat lelah. Perempuan itu sama sekali tidak tertidur. Maka Panji membiarkannya saja sang kakak beristirahat.Entah kenapa hari ini Panji merasa seluruh persendiannya lemas. Pria itu duduk di tepat di hadapan sang putri. Dia meraih jemari mungil nan lentik itu. Beberapa bintik merah memenuhi kulit Zea.Pertaha
Read more
63. Geramnya Tantri
Banyu sigap menangkap tubuh Panji yang ambruk. Pria itu merasa kepayahan karena tubuh orang pingsan jauh lebih berat dari biasanya. Dokter muda yang masih menangani Zea ikut menolong Banyu mengangkat tubuh Panji.Ayah Zea itu dibawa ke brankar yang tidak jauh dari ranjang sang putri. Dokter senior mendekat lantas memeriksa kondisi Panji.“Gimana, Dok?” tanya Banyu usai dokter menempelkan stetoskop pada dada Panji.“Bapak Panji cuma kelelahan dan stres,” jawab dokter dengan senyum tipis, “kurangnya asupan makanan dan tidur membuat staminanya menurun. Nanti setelah makan yang teratur dan minuman obat insya Allah kondisi membaik,” paparnya menjelaskan.“Syukurlah,” sahut Banyu lepas dari rasa khawatir.“Biarkan Bapak Panji
Read more
64. Kabur Dari Rumah Sakit
“Bu Hani tunggu!”Hani tidak mengindahkan peringatan itu. Dirinya terus memaksa angkat kaki. Hingga akhirnya dirinya yang tergesa-gesa harus terjerembap karena kakinya terantuk batu.“Arghhh!”Hani meringis. Tangannya yang masih terbalut gips harus tertindih badan sendiri. Wanita itu tidak bisa menahan rasa sakit.Hani lantas merengek saking sakitnya. Tulang tangan seolah patah kembali. Untuk bangkit pun ia rasa tak mampu.“Ibu gak papa?” tanya perawat begitu tiba di hadapan Hani. Gadis berseragam putih itu jongkok bersama sang petugas.“Kamu punya mata gak sih?” sindir Hani seraya menahan sakit, “gara-gara kalian ngejar, tanganku harus ketindihan tubuh sendiri,” semburnya deng
Read more
65. Ketegasan Panji
Tiga hari sebelumnyaSetelah menutup mata hampir dua jam lamanya, Panji akhirnya pun terjaga. Pria itu menatap langit-langit kamar. Terlihat begitu asing.Saat menatap ke samping, tampak seorang wanita yang tengah membelakanginya. Panji mengenal sosok perempuan itu. Seli.Kakak ipar Banyu itu tampak begitu telaten menyuapi Zea putrinya. Seketika Panji sadar jika masih berada di rumah sakit. Angannya melayang pada kejadian tadi pagi. Saat Zea tengah bertarung nyawa.Beruntung setiap doa yang ia dan keluarganya panjatkan didengarkan oleh Sang Pencipta. Zea kembali bernapas. Dirinya jatuh pingsan karena begitu terharu serta daya tahan tubuh yang menurun.“Ayah.”Ternyata Zea menyadari ayahnya sudah terbangun. Gadis itu menunjuk
Read more
66. Diusir
“Mas, kamu sedang bercanda kan?” cecar Hani tidak percaya. Perempuan itu langsung berlutut dan meraih tangan Panji.“Lepas!” Panji menepis tangan Hani, “talak aku sudah jatuh satu padamu, Han. Kita sudah tidak boleh lagi bersentuhan kulit,” tuturnya datar.“Kenapa tidak boleh? Kita masih sah sebagai suami dan istri kok,” tukas Hani mengelak.Panji dan Tantri sama-sama menggeleng. Keduanya juga kompak membuang napas.“Hani mana paham ilmu agama, Nji,” ujar Tantri sedikit meremehkan. “Mau kamu jabarin sepanjang jalan kereta api pun, dia juga bakalan nyampe. Di otaknya cuma ada uang dan Atha saja.” Perempuan itu tersenyum mengejek.Hani kini berpaling pada Tantri. “Mbak, aku tahu kamu kakak kandungn
Read more
67. Luntang-lantung
“Lho  ... Bu Hani kok bawa-bawa koper, emang mau ke mana, Bu?”Langkah Hani tertahan saat berpapasan dengan beberapa tetangganya di jalanan kompleks.“Bukannya Adek Zea baru saja pulang dari rumah sakit, ya?” Seorang tetangganya bertanya lagi.“Kita ini mau tengok Dek Zea ke rumah, lha kok Bu Hani malah mau pergi,” ujar yang lain.“Iya, kemarin-kemarin gak sempat membesuk waktu Dek Zea masih di rumah sakit,” timpal tetangga yang rumahnya selisih tiga nomor itu.Hani sendiri tidak bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin juga dia harus jujur kalau baru saja kena usir suami dan kakak iparnya.“Tapi ... bukannya ini saat yang tepat untuk menghancurkan citra Mas Panji dan
Read more
68. Hidayah
Mata Hani merebak melihat nasi kotaknya terjatuh. Perutnya sudah melilit lapar. Tadi pagi perempuan itu hanya mengganjal perutnya dengan segelas teh tawar dan sebungkus roti saja. Hingga kini dia belum mengisi bahan makanan lagi ke perutnya.Andai saja nasi kotak tersebut jatuhnya tidak berantakan, Hani tidak ragu untuk memungutnya. Sayang nasi dan lauk-pauknya berserakan di jalanan.“Hani!”Hani tersentak. Dia tidak menduga jika Layla sungguhan mengejar. Takut mantan istri Panji menghina keadaannya yang sekarang, Hani memilih lekas angkat kaki seribu.Sikap buruk Hani di masa lalu membuatnya selalu berpikiran buruk. Dia selalu berpikiran bahwa mereka yang pernah disakiti akan menuntut balas atau menghujat keadaannya yang sekarang.“Ck. H
Read more
69. Ingin Berhijrah
Hani menyusut air matanya. Wanita itu melepas mukena, lantas melipatnya. Ketika sedang mengembalikan kain tersebut ke lemari, seorang wanita seusia ibunya mendekat.“Anggota baru ya, Neng? Kok saya baru lihat,” tegur perempuan itu sopan.Hani meringis jengah. “Eum ... kebetulan saya numpang sholat di sini,” dalihnya belum bisa jujur. Dirinya masih malu jika harus mengatakannya yang sesungguhnya kalau niat datang ke sini karena mau darah jatah makanan.“Saya lihat situ nangis tadi, suka ya sama ceramah Bu Ustazahnya?” Si Ibu bertanya lagi.“Iya, saya suka.” Kali ini Hani bicara jujur.“Di sini memang kajiannya memang bagus-bagus, saya saja  suka ngaji di sini. Ilmu agama saya jadi nambah.”
Read more
70. Perasaan Seli
 “Kenapa sih dari tadi diem aja?” tegur Banyu pada sang istri. Keduanya plus Gilang baru saja  keluar dari mesjid. Mereka mampir sholat Maghrib bersama di mesjid yang letaknya tidak jauh dari kantornya Banyu. “Tadi di mesjid aku ketemu Hani, Mas,” sahut Layla jujur. “Hani? Istrinya Panji?” tebak Banyu sedikit ragu. “Iya.” Layla mengangguk yakin. “Di mesjid kita sholat tadi?” Banyu meyakinkan. 
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status