Semua Bab BEDA ISTRI BEDA REZEKI: Bab 1 - Bab 10
82 Bab
1. Kesulitan Ekonomi
BEDA ISTRI BEDA REZEKI "Yah, sepatu futsal aku udah butut nih. Gak enak banget dipakainya." Anak laki-laki berumur lima belas tahun itu mendekati ayahnya di meja makan. "Uangnya lagi dipake buat kepentingan lain dulu, Zi," sahut Panji pada anak kandungnya. Pria itu tengah menyiduk nasi dari wadah. Kenzi berdecak kesal. Anak itu duduk di samping Ziel adik kandungnya. Saat perceraian enam tahun lalu, Panji memang membawa kedua anaknya untuk tinggal bersama. "Kemarin janji awal bulan ini, tapi sampai tanggal tua begini aku belum dibeliin juga," protes Kenzi sambil membuang muka. "Nanti kalo ada duitnya juga dibeliin kok, Zi." Ibu tiri Kenzi ikut berujar. "Iya, duit ayahku habis dipake Tante buat belanja ini itu sama biayain dia," tukas Kenzi sambil melirik sengit ke arah adik tirinya yang berkebutuhan khusus.
Baca selengkapnya
2. Kecemburuan
Panji memijit pelipisnya yang mulai terasa pening. Omongan kliennya tidak begitu ia dengarkan. Apalagi lelaki itu terus saja memuji teman wanitanya. Di mana semua menjurus pada Layla, sang mantan istri. Setelah bicara panjang lebar. Akhirnya Panji dan Banyu pun membicarakan harga toko roti tersebut. Dengan berbagai alasan, Panji menaikan harga dari yang tadinya ia ajukan.  "Gak papa, saya setuju saja." Banyu mengulum senyum, "saya sudah kadung suka dengan toko ini. Apalagi warna catnya ini merupakan warna favorit Layla," imbuhnya sembari memandangi sekitar ruangan. "Iya." Panji meringis kecut.  Warna cat dinding toko ini memang pilihan dari Layla, yakni warna peach orange. Hingga saat ini Panji tidak mau mengganti warna tersebut. Walau pun Hani berulang kali memprotes. Tetap saja Panji akan mengecat ulang tembok dengan warna peach. 
Baca selengkapnya
3. Rencana Panji
"Memang kenapa dibatalkan?" cecar Hani gemas.  Panji yang malas menjawab memilih melengos. Hani kian gemas dibuatnya. Wanita yang malam ini mengenakan gaun tidur berwarna hitam itu terpaksa memutar arah agar bisa menghadap suaminya. "Jawab, Mas!" tuntut Hani geregetan. "Layla." Panji berujar lirih. "Layla?" Mata Hani langsung memincing, "dia yang mau membeli toko kita? Bukannya kemarin kamu bilang kalo yang mau beli itu seorang pria?" cecarnya sangat penasaran. Panji mengangguk pelan. "Iya, temannya Layla." "Hanya teman?" Bibir Hani mulai mencebik sinis. Kali ini Panji menggeleng. "Teman dekat." Wajah Hani tampak terkejut. Ada perasaan tidak suka menyelinap ke hati.  "Memang kenapa kalo
Baca selengkapnya
4. Tanggapan Banyu
"Jadi saya ini adalah teman dekatnya mantan suami Layla." Panji memulai kisah bohongnya. "Kebetulan kami punya kemiripan nama. Sama-sama bernama Panji." Panji menjeda omongannya. Lelaki itu mengulum senyum. Banyu yang sedikit penasaran diam mendengarkan. Dua tahun mengenal Layla, wanita itu sangat tertutup. Tidak banyak yang tahu tentang masa lalu Layla. Terutama tentang keluarganya. "Teman saya yang bernama Panji itu sering bercerita, jika Layla istrinya adalah tipe wanita yang sangat sulit diatur dan terlalu keras kepala," terang Panji mulai melakukan fitnah. "Oh ya?" sahut Banyu sedikit tidak percaya, "tapi selama kami berteman, menurut saya sikap Layla lumayan baik. Orangnya juga santun. Pembawaannya cukup tenang. Rasanya adem saja kalo ngobrol sama dia," puji Banyu kekaguman. Hati Panji berdenyut keras mendengar Banyu begitu memuja sang mantan. 
Baca selengkapnya
5. Cerita Seli
"Kamu serius, Mbak?" tanya Banyu masih tidak percaya. "Kalo nama dan alamat rumah matan suaminya Layla ya memang ini," balas Seli merasa yakin, "Layla Bakery's ada di daerah Ahmad Yani kan?" tebaknya kemudian. "Ho-oh." Banyu mengangguk mengiyakan. "Tokonya ngadep ke utara terus deket sekolah TK gitu kan?" "Bener banget." "Ya udah ... ini sih toko bekas punya Layla sendiri." Seli mengembalikan dompetnya kembali pada si empunya. "Kok bisa ya? Panji ini kayak belum move on gitu dari Layla kalo menurut aku," ujar Banyu sedikit heran. Tangannya menaruh dompet. Kali ini ia masukkan ke saku kemeja. "Padahal katanya mereka udah cerai selama enam tahun," sambungnya mulai fokus menyetir kembali. "Aku sendiri juga gak tahu." Seli menghembus napas, "pokoknya kalo ingat perjuangan Layla lepas d
Baca selengkapnya
6. Perjuangan Layla
"Poligami?" Banyu menyela cerita Seli saking terkejutnya. Seli mengangguk. "Iya, jadi si Panji menawarkan pilihan itu ke Layla, tapi sama Layla ditolak mentah-mentah," terangnya tenang, "dulu itu sebenarnya Panji gak mau nyeraiin Layla lho." "Oh ya? Kok bisa?" kejar Banyu kian penasaran. "Namanya orang serakah." Seli menjeda penuturannya untuk mengambil napas, "jadi mentang-mentang lagi banyak duit ketemu janda langsung ngiler." Banyu tersenyum tipis mendengar seloroh kakak iparnya. "Mbak kita mampir di depan yuk! Aku agak laper nih," ajaknya sembari menunjuk gerai bakmi. "Ayolah!" Seli setuju. Mobil Banyu pun berhenti di depan gerai bakmi. Keduanya masuk ke tempat tersebut. Kebetulan suasana sedang tidak begitu sepi. Mereka sengaja memilih tempat duduk di dekat jendela. Banyu lant
Baca selengkapnya
7. Pertikaian
Mendapatkan ancaman serius dari sang majikan, Pak Jono tidak bisa berkutik. Kendati hati iba melihat majikan perempuannya. Namun, kebutuhan akan anak-anaknya membuat Pak Jono terpaksa menutup mata dan telinga. "Masuk kamu, Pak!" titah Panji dingin. "Ya, Pak." Pak Jono mengangguk patuh. Dengan perasaan tidak enak, lelaki itu berlalu meninggalkan kedua majikannya. "Ngapain kamu ke sini?" tanya Panji sambil berkacak pinggang. "Aku mau lihat keadaan Ziel." Layla membalas dengan tenang, "aku dengar dia lagi sakit." "Kata siapa?" cecar Panji sambil menajamkan penglihatan.  Sayang Layla tidak gentar karenanya. Wanita itu justru balas menatap pria yang masih sah sebagai suaminya dengan tenang. Sementara di belakang, Seli bersiap memberikan dukungan. "Bik Ijah dan Ita yang bilang."
Baca selengkapnya
8. Rencana Seli
Satpam itu terus menggeret Layla hingga keluar pintu gerbang."Sudah, Pak, sudah!" Seli memperingatkan."Ibu Layla kalo masih ngotot minta masuk, saya gak segan bawa Ibu ke kantor. Biar nanti diproses oleh polisi." Satpam tambun itu mengancam."La, udah ... sebaiknya kita pulang aja dulu, yuk!" Seli kembali mengajak, "kita cari solusinya di rumah dengan kepala dingin, okey?" bujuknya halus.Layla yang masih tersedu hanya bisa mengangguk pasrah.Seli lekas membimbing Layla pergi. Wanita itu membukakan pintu mobil untuk Layla. Setelah Layla masuk, Seli menutupnya.Kaki Seli menderap cepat memutari mobil. Wanita itu masuk dan duduk di belakang setir. Setelah memakai safety belt, dia menjalankan mobilnya.Sementara itu di teras, Panji memandang kepergian mobil Seli. Matanya terus mengawasi hingga kendaraan tersebut mulai tidak terlihat lagi. Pria itu menarik n
Baca selengkapnya
9. Orang Suruhan Panji
Seli sengaja membawa Layla dan anak-anaknya berlibur ke Puncak. Kebetulan dia punya sebuah villa mungil di sana. Tentu saja usul Seli ini disambut gembira oleh Layla dan anak-anaknya. Tidak terkecuali Chelsea sendiri. "Iya nih, lama kita gak berlibur," ujar Chelsea kecil bergelanjut manja pada lengan Seli, "mama sibuk kerja terus." Bibir itu mulai merajuk. Saat itu usaha event organizer-nya belum dibangun. Namun, wanita itu aktif bekerja sebagai MC di setiap acara. Baik acara nikahan, ulang tahun, atau pun acara kantor. Publik speaking-nya yang bagus membuatnya banyak mendapat tawaran. Sementara Bumi, suami Seli adalah pengusaha gerai ayam goreng yang sekarang dikelola Banyu. Seperti kebanyakan rumah tangga yang lain, hubungan Seli dan Bumi juga mengalami pasang-surut. Hanya saja Bumi tidak segila Panji.  Bumi memang berasal dari keluarga yang cukup berada. Maka
Baca selengkapnya
10. Akhir Cerita Seli
Mata Bumi mengitari sekeliling. Tiba-tiba dia menangkap bayangan seseorang berpakaian hoodie hitam. Mukanya tersamarkan karena tertutup masker. Sementara di lehernya tergantung kamera.  "Woi ... siapa lo!" teriak Bumi geram.  Dia segera mengejar lelaki pemegang kamera itu. Feeling-nya mengatakan jika orang itu sudah mengawasinya dari kemarin. Sayang lari Bumi kalah cepat. Dirinya kehilangan jejak pria misterius itu. Dengan perasaan sedikit kecewa, Bumi kembali menemui keluarganya. Orang tua si penunggang kecil itu tampak berkali-kali meminta maaf pada Layla dan Azriel. Keduanya berlalu setelah dimaklumi oleh Layla. "Mas Bumi ngejar siapa?" tanya Layla begitu Bumi menghampiri. "Kayaknya ada yang nguntit kita," balas Bumi dengan napas yang sedikit tersengal. "Oh ya?" Mata Layla sedikit terbeliak.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status