All Chapters of BEDA ISTRI BEDA REZEKI: Chapter 71 - Chapter 80
82 Chapters
71. Dendam Ibu Lia
"Ayo Non Zea aaak dulu!” bujuk Ijah pada anakmajikannya.Zea menggeleng lesu.“Ini enak lho, ayam goreng kesukaan Non Zea.” Bibir Ijahterus saja merayu. “Makan, ya?” suruhnya lembut.“Gak mau!” Zea menggeleng-geleng seraya membungkam mulutnyadengan tangan. “Mau Tante Seli.”Ijah menghembus napas panjang. “Tante Selinya masihsibuk, nanti kalo enggak main lagu ke sini.”Bahu Zea luruh. Anak itu memilih rebahan di lantaiyang beralaskan karpet. Dia sama sekali menolak suapan nasi dari Ijah.“Kalo gak mau makan nanti lemes, bisa jatuh sakit teruske rumah sakit lagi.” Ijah tanpa putus asa terus merayu.“Gak mau!” Akhi
Read more
72. Pestanya Layla
“Sekarang semuanya tenang dulu, ya!” pinta Ibu Sita tenang tapi tegas. “Ibu-ibu silakan teruskan perawatan kalian, biar Mbak Hani ikut dengan saya,” tuturnya sopan. “Pokoknya kalo gak dikeluarkan dari sini, kita bakalan males berlangganan ke mari.” Ibu Lia kembali memprovokasi. “Sepakat!” “Setuju.” Ibu Sita tersenyum. “Ibu-ibu semua, setiap orang pasti punya masa lalu. Jika pun Mbak Hani pernah ada salah di waktu lalu dan sekarang mau berubah, apa salahnya kalo kita menerima. Tuhan saja memberi ampun kok pada umatnya yang bersungguh-sungguh. Masa kita yang
Read more
73. Misi Ibu Lia
Hani menyusuri jalan. Malam-malam begini angkutansudah jarang ada yang lewat. Sebenarnya dia ingin memesan taksi online. Namun, aplikasitersebut sudah ia hapus lantaran tidak sanggup mengisi saldo.Walau pun sepi, Hani terus melangkah. Sebagai seorangwanita tentu dia takut berjalan sendiri di keheningan malam seperti ini. Matanyaterus saja menengok kanan dan kiri. Berharap ada angkot atau taksi yangmelintas.Biar saja malam ini, Hani kehilangan uang sedikitlebih banyak jika harus menaiki taksi. Baginya tidak masalah, asal dirinya bisaselamat dan cepat tiba di kediaman. Sayang sudah jauh berjalan, dirinya tidakjuga mendapati angkutan.Di depan sana, Hani melihat ada beberapa pria. Jumlahnyaada tiga orang. Suara mereka menggelegar. Saling tertawa dan bercanda. Haniyakin para lelaki itu tengah mabuk.
Read more
75. Ibu Lia Menemui Panji
Sopir Ibu Lia mengangguk patuh. Pria paruh baya itu mulai melajukan mobilnya. “Pelan-pelan saja, Pak! Jangan sampai wanita itu tahu kalo kita lagi ngikutin,” suruh Ibu Lia dengan fokus tetap tertuju pada Hani. “Baik.” Pak sopir kembali mengiyakan. Sementara di luar sana, Hani terus melangkah. Pikirannya kosong. Sungguh pemutusan hubungan kerja ini membuatnya bingung. Hani bukan fresh graduate yang gampang mencari pekerjaan. Dia hanya seorang ibu-ibu yang tidak punya keterampilan khusus. Apalagi berkas-berkas ijazah tertinggal di rumah ibunya.
Read more
75. Sidang Perdana
Hani baru saja keluar dari kamar mandi. Hari ini adalah jadwal sidang perceraiannya. Dia akan datang untuk mempertahankan rumah tangganya. Sebenarnya Hani enggan keluar dari kediamannya. Karena sejak tadi pagi dia mual-mual. Padahal dirinya sudah meminum obat masuk angin dan juga asam lambung. Tetap saja perempuan itu diserang enek. Hani membuka koper. Dia mengambil kotak make up yang kini tinggal bedak dan lipstik. Bagaimana pun juga wanita itu ingin tetap terlihat menarik di hadapan Panji. Usai memoles wajah, Hani meraih salah satu koleksi busana terbaik yang dipunyai. Sebuah dress lengan panjang Korea. Koleksi baju panjang perempuan itu tidaklah banyak. Dulu dia begitu menyukai baju-baju mini dan sed
Read more
76. Diusir Lagi
"Diperintahkan?” Dahi Hani berkerut indah.“Apakah Mas Panji yang menyuruh?” otak Haniberpikir gusar, “tidak mungkin!” Hani menggeleng keras sendiri,  “jika dia mau menggunakan ruko ini untukmembuka usaha, harusnya dari kemarin-kemarin cek keadaan ruko ini.”Hani lantas menatap para preman bertubuh besar dihadapannya. “Memangnya siapa yang memerintahkan kalian untuk mengosongkan rukoini?” tanya dia cukup penasaran.“Aku yang menyuruh mereka, Hani.”Hani menoleh. Saking kagetnya melihat kedua kopernyadikeluarkan oleh orang yang tidak dikenal, dia sampai tidak ngeh jikaada mobil yang berhenti tidak jauh dari pelataran ruko itu.Hani mengenal mobil me
Read more
77. Ibu Lia Kena Batu
Ibu Lia menyeringai puas. Hatinya cukup merasa bahagia melihat Hani beranjak pergi dengan menarik dua kopernya. Wanita itu lantas memotret Hani dari belakang. Walau pun tidak terlihat jelas wajah Hani, tetapi Ibu Hani tetap akan menyebarkan foto Hani yang mengenaskan tersebut. Jika dituruti hawa nafsunya, wanita itu ingin sekali melihat Hani menangis berdarah-darah di hadapannya. Perempuan itu lantas mengeluarkan satu gepok uang pada amplop cokelat. Ibu Lia mengangsurkan amplop tersebut pada seorang kepala preman. Dia sengaja menyewa preman guna mengusir Hani. Ibu Lia pikir Hani masih sama seperti yang dulu. Pintar beradu mulut dan keras kepala. Makanya dirinya mengantisipasi dengan membawa preman.
Read more
78. Kehamilan Hani
   “Dia bukan istri saya,” tampik Bapak Beni begitu dokter menyangka Hani adalah istrinya.“Oh bukan? Lantas adiknya?” Dokter bertanya seraya membetulkan letak kaca matanya. “Bukan adik saya juga.” Pak Beni kembali menggeleng. Dokter seumuran Pak Beni itu tersenyum. “Oke ... entah itu teman, saudara atau pun tetangga, saya cuma mau menjelaskan kalo ibu ini lagi hamil. Dan sekarang sudah menginjak minggu ke delapan.” Bapak Beni hanya mengangguk. 
Read more
79. Buah Kesabaran
"Hani hamil anakku?” gumam Panji tidak percaya. Pria itu tertawa sumbang, “kami bahkan sudah berpisah hampir dua bulan, Pak. Dan sebelum itu, aku dan Hani juga sudah pisah ranjang,” papar Panji menerangkan keraguan hatinya. “Terus kalo bukan anak kamu, itu anaknya sapa?” sergah Bapaknya Hani mulai meradang, “Hani memang bukan wanita yang alim, tapi saya bisa menjamin kalo dia gak akan mungkin murahan menjajakan diri,” semburnya cukup lantang. “Ayah!” Dari dalam menghambur Zea yang diikuti oleh Bik Ijah dan Tantri. Kakak Panji itu sengaja mampir begitu pulang dari kantor. Perempuan itu ingin mendengar jalannya sidang perdana perceraian sang adik. “Pak Hadi?” sapa Tantri begitu sadar akan kehadiran mertua adiknya, “dari Bogor langsung ke sini kah?” “Gak,” sahut
Read more
80. Ayang Mbep
Layla dan Banyu tengah jalan pagi mengitari komplek. Aktivitas menyehatkan itu sudah Layla jalani dari awal hamil. Syukurnya Banyu selalu setia menemani. Padahal Layla tidak pernah mengajak sang suami. Namun, Banyu punya kesadaran untuk melakukan olahraga tersebut. Karena kata Banyu, jalan pagi itu selain mudah, murah, juga kaya manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh.Banyu sendiri berusaha menjadi suami yang siaga. Jadi setiap pagi sebelum berangkat kerja, dia menyempatkan diri untuk menemani sang istri jalan pagi. Selain itu dirinya juga sekalian berolahraga untuk kebugaran tubuh.Jalan kaki dipilih karena dapat menjaga berat badan, menurunkan kadar kolesterol, serta menyeimbangkan tingkat tekanan darah. Sehingga mengurangi resiko kelahiran prematur.Satu jam berlalu. Layla merasa cukup berolahraga. Peluh sudah mulai membanjiri badan. Belum lagi cacing di dalam perut sana meminta jatah makan pagi. Akhirnya wanita itu pun mengajak sang suami untuk
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status