All Chapters of WA Untuk Simpanan Nyasar ke Istri: Chapter 11 - Chapter 20
64 Chapters
Murka
"Sudah ya, Nduk. Semua sudah kelar, Wisnu sudah mengakui ke khilafannya jadi sekarang tak ada masalah yang serius," ibu tersenyum sambil mengusuk punggungku,"Ibu laper, yuk kita makan?" Aku beranjak berdiri, aku tak mampu berargumen dengan Ibu, terlebih aku belum mempunyai bukti yang kuat untuk membuktikan siapa Nuri sebenarnya. "Baik, Bu. Aku siapkan dulu." aku melangkah menuju keruang makan, menyajikan apa yang telah kubeli sebelum kesini. Ayam rica-rica selalu kubawakan untuknya. Itu kesukaan Ibu. Saat menuang ayam rica-rica itu pada mangkuk, hatiku terongok sakit, tiba-tiba ingat Ibu Mertua yang tadi berbohong tentang Nuri. Sungguh aku tak menyangka, selama ini dia baik dan terbuka kenapa sekarang menutupi kelakuan anaknya yang salah? "Jangan macam-macam, kalau kamu tak ingin kenyamanan selama ini hilang." kata-kata Ibu Mertua yang dikhususkan untuk anaknya itu tak sengaja kudengar saat aku akan memanggil mereka untu
Read more
Menuju ke Bandung
"Pagi, Ma," sapa Aira yang tengah sarapan ditemani Bik Uni. "Pagi juga, Aira." kucium kening Aira lembut. Kemudian duduk dan mengambil sarapan. Tak kulihat cucunguk itu duduk ikut sarapan. Kemana dia? Pergi kah? Bagus deh kalau ia sadar diri dan memilih keluar tanpa aku usir. "Mas Wisnu ngga pulang, Bik?" tanyaku meyakinkan jika Buaya buntung itu benar-benar tak pulang. "Pulang, Non. Tadi pagi jam empat subuh." bisik Bik Uni padaku, "mungkin sekarang sedang tidur." "Ohh .... " hanya itu yang keluar dari mulutku, kukira ngga pulang. Terus dari mana dia? Apa melanjutkan berkencan dengan wanita kemarin? Ah, sudahlah. Kenapa aku harus memikirkan itu. Fokusku sekarang menyelamatkan asetku dan kemudian mengurus perceraian. Sudah! Aku akan hidup tenang tanpa benalu yang tak tahu diri. "Ma, hari ini aku dianter mama kan?"  "Iya, Sayang. Ya sudah tunggu di mobil
Read more
Permainan di Mulai
Aku memilih duduk pojok depan, sengaja agar dapat mengawasi situasi. Lalu lalang para pegawai yang sibuk melayani pembeli. Kuhitung sekitar ada empat orang termasuk yang satu duduk dibagian keuangan. Dia terlihat santai dalam bekerja, tak seperti yang lain yang tetap fokus. Bahkan satu kakinya ia angkat. "Mbak, saya ikut duduk di sini agak lama ya?" kataku pada seorang yang tengah membereskan meja di sebelahku. Aku juga menyodorkan piring bekas makanku. "Baik, Mbak. Sikahkan." "Saya pesen coffelatte satu ya, Mbak." pelayan mengangguk kemudian berlalu untuk mengambilkan pesananku. Tak berapa lama pesanan itu datang, "Silahkan, Mbak." "Terima kasih, saya minta bil-nya. Takut nanti saya pergi tergesa-gesa." ia mengangguk, kemudian kembali kemeja kasir. Kukeluarkan uang pecahan seratus ribu dua lembar. "Kembalinya ambil saja!" Pelayan memgang
Read more
Lastri mengalah
Kulihat Lastri makin panik, setelah beberapa kali menekan telfonnya namun sepertinya yang dihubungi tak jua mengangkatnya. Terlihat bagaimana sewotnya dia, bahkan beberapa kali meremas rambutnya yang lurus itu. "Maaf, rumah makan ini tutup sementara!" ucap seorang bodyguart pada beberapa pembeli yang baru datang. Wanita bernama Ayu pun tak kalah ikut panik, apalagi melihat para pelanggan yang berdatangan ditolak. "Jangan begitu, Bang! Biarkan mereka makan, lihat makanan masih banyak seperti ini, bagaimana ...." "Diam!" kembali satu orang penjaga Bang Ridho membentak Ayu. Seketika wajah Ayu memucat, sedangkan pelayan lain memilih diam. Hanya saling berbisik saja. Entah apa yang mereka ghibahkan. "Bagaimana? Bisa pergi dari sini sekarang juga?!" Bang Ridho menengaskan sekali lagi pada Lastri. Dia yang masih kesal dengan terus memocel HPnya. Lucu. "Tunggu dong, ini pasti kesalahan.
Read more
Sandiwara
PoV Wisnu Sial! Gara-gara Ainun, aku gagal kencan dengan Lusi, bagaimana dia bisa melabrag Lusi dijalanan begitu, yang lebih parah ia bukan mempermasalahkan aku yang selingkuh namun justru menggugat karena mobil yang aku bawa adalah miliknya. Hancur sudah repotasiku didepan Lusi. Sialnya mobil ini juga tak mau kompromi, seolah membela si pemilik bahwa mobil ini tak boleh digunakan untuk maksiat. Kubuka dompetku, hanya tersisa tiga lembar uang merah, mana ini masih pertengahan bulan lagi! Lebih baik aku ke Bandung saja, siapa tahu Lastri mau memberiku uang. Lusi gagal masih ada Ninik. Aku tersenyum senang, Ah ... Wanita kenapa engkau begitu mudah diberdaya jika ada uang?  Persetan dengan Ainun, ia kan cuma baru tahu kalau aku sempat punya hubungan dengan Wina, bahkan Lastri saja berhasil ibu yakinkan jika itu adalah saudara jauhku. "Memang seorang ibu akan membela anaknya walau ia salah." ungkapa
Read more
Hempaskan cantik
Sore ini aku sedang menunggu kedatangan tamu istimewa, kebetulan juga kulihat Mas Wisnu sudah pulang. Ah ... Makin seru nih, aku akan membuat Mas Wisnu tak lagi berkutik dengan gundiknya. Bel berbunyi, aku tahu itu Lastri sudah pasti, karena akulah yang menyuruh orang menjemputnya. Mengatakan jika ia di suruh oleh Mas Wisnu. Untuk melancarkan dan Lastri percaya bahwa Mas Wisnu yang menyuruh, aku sengaja menggunakan mobil yang biasa Mas Wisnu bawa. "Mas, hari ini kamu pake mobil yang merah!" "Kenapa?" tanya Mas Wisnu heran. "Mau aku servis, bukankah kemarin mogok?" akhirnya tanpa curiga Mas Wisnu menyetujuinya. Sekarang Lastri sudah tiba di rumah. Itu artinya pak sopir tak butuh waktu lama meyakinkan Lastri. "Bik!" kupanggil Bik Uni, ia segera datang membawa permintaanku. Kursi roda. "Ayo, Bik. Dorong aku sampai kedepan!" bibik mengangguk, dia sedikit tersenyu
Read more
Meminta Hak
"Ini tak adil, Dek!" Mas Wisnu masih berusaha protes. Tak adil apa maksudnya? "Kamu mau minta keadilan yang seperti apa, Mas?" tanyaku dengan sekuat tenaga menahan genangan air mata yang hampir jatuh. Ya ... Aku menangis bukan karena kehilangan Mas Wisnu, melainkan karena aku terlalu lama di tipu olehnya.  "Aku ngga mau kita cerai, Dek! Pokoknya aku tak mau!" "Kenapa, Mas? Kamu takut miskin!" "Bukan gitu, Dek. Pikirkan Aira. Dia pasti kecewa pada kita." "Dia akan lebih kecewa jika tahu papanya memberi adik dari ibu lain!" cebikku, Mas Wisnu terdiam. "Mbak benar-benar menyerahkan Mas Wisnu untukku?" Lastri seolah belum percaya. "Iya, Las! Kamu pikir aku cuma bercanda? Hal semacam ini tak bisa dibuat bercanda Lastri." "Pi ...." Lastri memanggil Mas Wisnu, diiringi dengan senyum, namun tidak dengan Mas Wisnu
Read more
Lain lagi
Tanganku bergetar hebat, bagaimana ini jika benar Mas Wisnu akan merebut Aira dariku, aku pasti tak akan hidup tenang dan aku tak akan bisa menjalani hari-hatiku lagi, karena Aira itu penyemangatku satu-satunya. 'Aku harus minta bantuan!' Kutekan nomor ponsel Bang Ridho dengan kondisi tangan masih gemetaran. "Ha-halo, Bang." "Iya, Nun. Kenapa, kok sepertinya suara kamu bergetar. Kamu sakit?" "Ngga, Bang. Cuma aku sedang ketakutan, tadi Lastri dan Mas Wisnu menelfon dan mengatakan kalau dia akan merebut hak asuh Aira, Bang. Aku takut ...." "Haaa ... Haa... Kamu kenapa harus takut? Dia itu tak punya kekuatan dan dasar hukum sedikitpun." Bang Ridho justru tertawa, aku sampai kesal mendengarnya. "tapi, Bang?" "Cobalah tarik nafas dalam, kemudian beristighfar. Kamu sepertinya terkena serangan panik berlebih." 
Read more
Ibu Mertua
Mereka semua merapatkan badan ketika aku sudah mengebrag meja, sedangkan Mas Wisnu salah tingkah. "Ada yang berani pecat saya!" pekikku kembali. Mereka semua terlihat heran dengan sikapku. "Mas ... Pelayan kamu kok aneh gitu?" perempuan yang menyebutnya pacar Mas Wisnu bertanya. "A-anu, Nik. Dia ... Dia ...." Mas Wisnu kesulitan untuk berbicara, mataku masih melotot pada mereka berdua. "Katakan pada mereka, Mas! Siapa saya?!" kembali aku berkata dengan lantang. "I-iya, Dek." "Apa, Dek? Memang siapa dia?" tanya perempuan yang dari tadi di panggil Nik. "Dia ... Dia istriku, Nik!" dengan pelan dan tertunduk Mas Wisnu berkata. "Calon mantan istri! Mantan, kuperjelas lagi biar ngga ada salah paham, kami memang sedang proses cerai." jelasku. "Oh, calon mantan. Tak kira kamu berbohong padaku, Mas. Ternya
Read more
Siapa?
Kini dia hanya memakai baju yang lebih mirip daster, bahkan rambutnya yang kemarin lurus dan kinclong kini sedikit mengembang dan kusut. Anaknya yang ia gendong sepertinya tengah terlelap dalam mimpi. "Mbak! Apa Mas Wisnu di sini?" tanyanya tanpa basa basi. "Masuk dulu, Las. Kasian anakmu itu." aku berusaha menawarkan ia masuk, melihat Nuri yang terlelap tertidur dalam gendongan aku jadi tak tega. "Udah lah, Mbak. Tinggal jawab saja, tak usah merasa kasian dengan kondisiku sekarang. Itu sama saja kamu mengejekku, Mbak!" Lastri sedikit sewot, niat baikku ia salah terima. "Kan dia sudah aku usir bersama kamu dulu! Jadi buat apa dia di sini!" akhirnya aku berkata apa adanya. Sepertinya wanita seperti itu tak perlu di kasih hati. "Bener, Mbak. Jangan bohong?" "Buat apa aku bohong dan buat apa juga aku nyembunyiin dia. Dia itu hanya mantan suami, calon mantan kare
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status