Lahat ng Kabanata ng Cintaku Terhalang Weton: Kabanata 31 - Kabanata 40
224 Kabanata
31. Jangan Keburu Menyimpulkan
Hawa dingin dan sunyi di kawasan ringroad, jalan raya Solo- Sragen tak dipedulikan oleh Danang. Ia terus saja mengemudikan motornya meskipun hanya mengenakan jaket tipis membungkus tubuhnya. Mungkin rasa panas dalam hatinya telah memberikan kehangatan pada tubuhnya. “Assalamualaikum,” ucap Danang begitu memasuki sebuah rumah dengan pekarangan yang luas. Seorang anak kecil bersama perempuan yang usianya sedikit lebih tua dari Danang menyambutnya. Anak kecil itu langsung melompat pada pelukan Danang dan seperti biasa meminta untuk digendong. Sementara perempuan yang lebih tua itu tampak menengok ke belakang mencari-cari seseorang. Perempuan itu Mbak Diah kakak kandung Danang yang tinggal bersama kedua orang tuanya lantaran sang suaminya ditempatkan di wilayah timur Indonesia. Mendapatkan tugas di berbagai wilayah termasuk di pelosok bukan menjadi hal yang asing bagi seorang abdi negara di bidang pertahanan sepe
Magbasa pa
32. Kuikuti Permainanmu
Wira melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya kemudian mengangguk pada wanita paruh baya yang ada di hadapannya. “Waduh budhe nggak usah repot-repot, sekarang sudah malam saya pamit saja,” pamit Wira mencoba untuk memberikan kesan baik pada Budhe Ning. “Loh kenapa buru-buru, seperti bersama orang lain saja?” tanya Budhe Ning yang memang sangat mendukung hubungan Ayu bersama Wira. Wira hanya tersenyum mendengarnya kemudian mengangguk dengan sopan. “Maaf Budhe bukannya saya menolak, tapi saya hanya berusaha menjaga hubungan baik keluarga ini dengan para tetangga. Saya hanya menghindar dari tuduhan yang tidak-tidak terhadap keluarga ini karena bertamu malam-malam tanpa ada ikatan apa-apa,” jelas Wira. Tentu saja hal ini semakin membuat Budhe Ning memberikan nilai sempurna untuk calon suami Ayu yang dipilihnya. 
Magbasa pa
33. Sang Petualang
Wira memaju mobil mewahnya menuju club di pinggir kota Surakarta. Tengah malam waktu yang tepat untuknya bersenang-senang bersama kawan-kawannya. Para pebisnis muda yang menyukai kehidupan metropolitan. “Halo Bos Wira, gank nya udah nungguin tuh!” sapa seorang resepsionis perempuan yang berpakaian rapi. Meskipun ini club malam, tetapi semua pekerjanya berpakaian rapi seperti pekerja kantoran. Bedanya mereka memakai rok yang terbilang mini, mempertontonkan setengah dari bagian paha yang tertutup stocking hitam. Untuk atasannya mereka mengenakan kemeja pas badan dengan dua kancing atas terbuka, sedangkan untuk yang laki-laki kemeja lengan pendek dengan celana panjang. “Ok, makasi ya Git,” sapa Wira pada resepsionis perempuan yang bernama Gita. Dia bersama kawan-kawannya memang seringkali datang ke club Ellite ini. Mereka bisa bertemu dengan wanita-wanita cantik yang mendambakan
Magbasa pa
34. Ancaman Wira
Bruk! Sedan mewah kepunyaan Wira menabrak pot koleksi milik Ibu Lastri. “Huft untung aja nggak sampai masuk ke dalam rumah ni mobil!” ucap Wira lega kemudian menutup pintu mobilnya dengan kasar dan membiarkan tanah dalam pot itu berserakan. Pikirnya ada asisten rumah tangga yang besok akan membereskan semua. Entah berapa banyak minuman beralkohol yang dikonsumsinya saat di club bersama teman-temannya. Yang jelas saat tiba di rumah kepalanya mulai terasa berat dan tubuhnya serasa lebih ringan. Untung saja efeknya baru terasa ketika tiba di rumah, jika tidak ia pasti tak akan selamat sampai di rumah. Baru saja Wira melangkah melewati ruang tengah hendak ke lantai dua menuju kamar tidurnya, ia dikejutkan oleh deheman yang sangat familiar di telinga. “Hmm Bapak, Ibu ternyata belum tidur juga,” sapanya sambil terkekeh. “Sampai kapan k
Magbasa pa
35. Permintaan Dinda
“Hmm kayaknya apa yang aku lakukan kali ini sangat tepat,” batin Dinda saat melihat Danang yang terlihat kelelahan dari kejauhan. Kali ini Dinda memang sengaja membawa kotak makan berukuran besar yang berisi aneka jajan pasar dan roti untuk dinikmati bersama rekan satu divisi. Ia memang sengaja melakukan ini untuk menarik simpati rekan kerja terutama Danang. “Pak Danang kenapa ya? Kok keliatannya lagi suntuk banget. Apa ada masalah ya? Atau mungkin sama pacarnya lagi yang keluarganya kampungan itu?” pikir Dinda kemudian melangkah mendekati Danang. “Pak … Pak Danang tunggu!” serunya. Dinda melangkahkan kaki dengan lebar, setengah berlari. Ia tak peduli akan rasa nyeri pada tepi jari kakinya lantaran sepatu tumit tinggi yang ia kenakan, ditambah lagi kantong plastik berisi aneka jajanan membuatnya kewalahan. Danang yang mendengar teriakan
Magbasa pa
36. Harus Profesional
“Pak, awas Pak!” pekik Dinda membuat Danang langsung saja menginjak rem mobilnya. Hampir saja mobil itu menabrak pengemudi ojol yang ada di depannya. Untung Dinda sadar dan langsung memberinya peringatan hingga kecelakaan itu tak terjadi. Pengemudi ojol yang tadi hampir saja ditabrak oleh Danang pun sudah beranjak jauh dari mobil yang ia kemudikan hingga mereka berdua tak perlu turun untuk meminta maaf. Danang memijit pelipis, kemudian menghembuskan napas panjang. Sementara Dinda mengambil botol air mineral yang tadi sempat ia beli di kantin kantor lalu menyerahkan pada Danang. “Minum dulu Pak,” katanya menyodorkan botol air yang baru saja ia buka segelnya. Danang belum merespons, ia masih terkejut dengan kejadian yang baru saja dialami olehnya. “Tenang aja ak, saya baru buka segelnya sekarang kok, jadi ini belum saya minum,” Dinda mencoba untu
Magbasa pa
37. Sindiran Basa-Basi
Dinda tampak menggosok-gosok telapak tangannya saat ia menunggu Wiranata di lobi hotel. Sementara Danang tampak melihat ke sekeliling interior hotel yang bergaya minimalis. Meskipun sudah beberapa kali bertemu dengan Wira, tapi ini baru pertama kalinya ia menginjakkan kaki pada properti pengusaha muda itu. Biasanya Wiranata yang datang ke kantor tempat Danang bekerja. Perasaan kagum tak dapat disembunyikan oleh lelaki ini, meskipun ia tahu kekayaan yang dimiliki oleh Wira juga bukan sepenuhnya berasal dari pemuda itu. Wira memang beruntung lahir dari keluarga kaya, tidak seperti masa kecilnya yang harus rela berbagi satu buah telur untuk dimakan Danang bersama kakak dan adiknya. Keluarga Danang memang bukan tergolong keluarga berada, tapi bukan pula tergolong orang yang kekurangan. Almarhun ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik dan untuk menambah pemasukan, sang Ibu suka menerima pekerjaan borongan yang bisa dibawa ke rum
Magbasa pa
38. Serang Diam-Diam
Wira langsung melihat ke arah Danang yang terbatuk dan meminum welcome drink darinya. Lelaki ini berpura-pura untuk tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tamu yang mengunjunginya. “Pak Danang kenapa? Minumannya nggak enak atau mungkin Bapak tidak mengkonsumsi minuman dingin? Biar saya ganti saja Pak,” tawar Wira mencoba untuk ramah. Namun dalam hati ia tersenyum karena telah berhasil membuat pikiran Danang terdistraksi. Wira tahu pasti kalau Danang merasa tersinidir dengan ucapannya. “Nggak … nggak masalah kok, mungkin saya masuk angin saja,” jawab Danang berbohong. Wira pun segera memerintahkan karyawannya untuk mengganti minuman milik Danang dengan sajian teh jahe hangat yang akan membuat lelaki di hadapannya merasa lebih baik. “Waduh Pak Danang maaf ya saya nggak tahu kalau Bapak lagi kurang sehat,” balas Wira berbasa-basi lagi,
Magbasa pa
39. Berbohong
Danang dan Dinda belum juga meninggalkan area parkir hotel setelah pertemuan dengan Wira usai. Lelaki itu masih saja menatap ponsel dalam genggamannya sementara tangannya bersandar pada kemudi. Ponsel yang ada dalam genggamannya pun tidak diapa-apakan kecuali dibaca. Tampaknya ia masih bimbang untuk merepsons apa yang diterima di benda pipih itu. “Ada masalah ya Pak?” tanya Dinda yang duduk di sampingnya. Danang menggeleng cepat kemudian menyunggingkan seutas senyum ke arah Dinda. “Nggak … nggak ada apa-apa kok, cuma urusan pribadi aja,” balasnya kemudian mengantongi ponselnya kembali. Dinda mengangguk dan kembali menatap ke depan. Hatinya menebak jika Pak Danang baru saja mendapatkan rentetan pesan dari perempuan yang dicintainya. Rentetan pesan itu menunjukkan kalau ada pertengkaran diantara mereka berdua dan ini yang memang diharapkan oleh Dinda.
Magbasa pa
40. Kita Sedang Di Luar Kantor
Lagi-lagi Dinda harus melambaikan tangan di depan wajah Danang. Rekan kerja yang posisinya lebih tinggi dibandingkan dirinya ini kembali melamun, entah kemana pikirannya melayang. “Pak, ngelamun terus, ini makanan kasihan kalau dianggurin. Lihat nih gulai kepalanya udah megap-megap tuh di php in sama Bapak!” seru Dinda sambil menunjukkan piring saji gulai kepala ikan yang posisi bibirnya mengarah pada Danang. Lelaki berabut lurus ini hanya tersenyum setelah sempat tersentak oleh teguran Dinda. Segera ia mengambil nasi dan menuangkan kuah gulai serta mengambil kepala ikan yang tadi ditunjukkan oleh Dinda. “Memang ngelamunin apa sih?” tanya Dinda sambil menyendok nasi dengan lauk ayam goreng yang telah disiram kuah. Perempuan di depannya menyendok nasi dengan porsi kecil, mungkin takut kalau lipsticknya luntur. Cara makan yang sebenarnya mirip dengan Ayu. Diam-diam Danang pun me
Magbasa pa
PREV
123456
...
23
DMCA.com Protection Status