Semua Bab CINTA SUAMIKU UNTUK WANITA LAIN: Bab 21 - Bab 30
72 Bab
Kemarahan Bian
Mas Rian berlari mengejar mobil kami dan terus berkata, "Dengarkan aku dulu ... Halwa ... dengarkan aku dulu!" Suaranya lamat-lamat menghilang seiring laju mobil yang semakin jauh."Papah ...," ucap Bian serak, ia berdiri di atas kursi menatap Papahnya yang berlari mengejar.Aku tahu pasti hati Bian terluka saat ini, seburuk apapun Mas Rian di mata Bian ia tetap Papahnya. Bian terlalu kecil untuk tahu kenapa aku memperlakukan Papahnya seperti itu.Ia duduk dan menundukkan wajahnya saat Mas Rian sudah tidak terlihat lagi.Aku beringsut dan memeluknya, tapi Bian menepis dan bergeser menjauh."Sayang ...," ucapku. Ada rasa nyeri saat Bian memperlakukanku seperti itu."Kenapa Mamah begitu?" tanyanya dingin."Sayang ...." Aku mencoba mendekatinya lagi, tapi ia bersikeras menepis dan menjauh."Apa salah Papah hingga Mamah begitu jahat?" tanyanya lagi setengah berteriak.Kulihat anak itu, ia butuh pengakuan untuk keberadaanya. Aku hanya tidak ingin Bian merasakan sakit yang sama denganku sa
Baca selengkapnya
Akhirnya Semua Dipertemukan
Pagi menjelang, Bian masih meringkuk di bawah selimut. Semalam aku sengaja tidur di kamarnya, memeluk dan memberinya rasa hangat meski tidak ada kata diantara kami. Aku hanya ingin Bian tahu kalau dia masih memiliki ibu dan saudaranya kelak.Tubuhku masih lemas, hingga berjalan saja tertatih. Tapi, aku tidak bisa seperti ini terus, ada Bian dan janin dalam rahim ini yang membutuhkan seseorang untuk tempat mereka bersandar. Sebagai sandaran dari dua orang anak, seorang ibu harus menjadi sangat kuat dalam keadaan apapun.Bel berbunyi saat aku sedang mencuci beberapa gelas bekas semalam. Kutengok dari gorden siapa yang datang sebelum memutuskan untuk membuka. Hari ini aku tidak punya energi untuk berdebat kalau yang datang adalah Mas Rian."Radit, ada apa?" tanyaku saat ia sudah di depan pintu membawa rantang makanan dan sekantong buah-buahan segar."Aku membawakan sarapan untukmu dan Bian. Makanlah dan habiskan," ucapnya cepat, aku tahu dia pasti kesiangan berangkat kerja karena ini sud
Baca selengkapnya
"Pergi! Kau Tak Layak Dicintai."
Tubuhku bergeming saat meyaksikan semuanya, gamang dan bergetar. Sekuat tenaga kulangkahkan kaki untuk melangkah perlahan, dalam pelupuk mata hanya ada Bian yang berlari dengan ceria."Mamah kejar aku ... ha ... ha ... ha ...." Tawanya memenuhi ilusi pikiranku."Siap-siap ya ... Mamah tangkap Bian .... ""Ha ... ha ... ha ...."Saat ini, mataku seakan buta, tak ada yang kulihat selain wajah mungilnya. Kaki yang tanpa mata menuntutku untuk terus berjalan mencari sosoknya."Mamah, ayo cari ... ha ... ha ...ha ...." Tawanya kembali menggelegar memenuhi ilusi pikiranku.Bayangan orang-orang yang berlarian seperti gerakan partamorgana, berhambur menyerbu seseorang yang terlihat terluka."Zain ....!" teriak semuanya.Aku melihat Mas Rian, Riana dan Haris berhambur menghampiri sosok yang tergeletak. "Zain bangun, Nak?" suara Mas Rian dan Riana terdengar bersamaan. Isak tangis menyertai pelukannya, kulihat ketiganya saling merangkul. Seolah tidak ada lagi orang lain di antara mereka.Apakah
Baca selengkapnya
Mas Rian Gila?
Radit keluar dari ruangan sembari memegangi kapas kecil di lengannya, ia tersenyum saat melihatku bersandar pada dinding belakang."Minumlah," ucapku pelan, menyodorkan air mineral yang sudah terbuka.Ia mengambil dan meneguk beberapa tegukan, lalu menyimpannya di samping tempat duduk."Lehermu akan sakit kalau bersandar seperti itu," ujarnya sembari menarik pelan kepalaku, menempatkan di bahu miliknya."Terimakasih sudah membantu Bian, Dit," ucapku lirih."Kalian sudah bukan orang lain untukku, mulai saat ini aku akan selalu di sampingmu. Jadi, jangan menanggung semuanya sendiri lagi, karena sekarang kamu bisa mengandalkanku," jawabnya yakin.Aku hanya diam merasakan angin harapan menembus relung terdingin dari hatiku saat ini. Bagaimana pun aku dan anak-anak harus pulih, kami harus melewati semua ujian ini."Huh ... huh ... huh ... bagaimana kabar Bian, Hal?" Rini tiba-tiba ada di depanku. Ia menoleh dengan napas ngos-ngosan.Aku yang sedang bersandar pada bahu Radit segera bangkit.
Baca selengkapnya
"Mah, Kemana Kakiku?"
"Keluarga pasien atas nama Bian Putra Galaksi," panggil petugas dari ruangan sebelah kiri."Saya suster?" Aku dan Radit tergopoh menghampiri."Ibu, Bapak diminta menemui dokter Dirga, silahkan ikut saya," pintanya."Baik suster." Kami berjalan mengikuti suster memasuki suatu ruangan yang cukup besar dan nyaman untuk ruangan seorang dokter."Silahkan masuk Bapak, Ibu." Dokter Dirga tersenyum mempersilahkan."Perkenalkan saya Dirga, dokter yang menangani anak Anda.""Iya dokter, terimakasih. Bagaimana keadaan anak saya sekarang?"Dokter Dirga tersenyum saat tangannya membuka lembaran hasil pemeriksaan medis."Bian mengalami kecelakaan yang hebat, anak itu banyak kehilangan darah, saya sangat menyayangkan ia dibawa kemari dalam keadaan kritis padahal sempat mendapat perawatan di Rumah Sakit sebelumnya. Tapi, untunglah Tuhan masih berbaik hati kepadanya. Ia masih bisa diselamatkan setelah segala cara kami lakukan untuk menolonganya. Hanya saja ...." Ucapan dokter Dirga terjeda.Aku mengatu
Baca selengkapnya
Entah, Siapa yang Salah?
Ibu yang menyaksikan itu setengah berlari menghampiri ayah."Hentikan!" perintah ibu tegas."Dia telah melempari wajahku dengan kotoran?" umpat ayah tak terima."Hentikan!" perintah ibu lagi, menarik lengan ayah menjauh dari tubuh Mas Rian. Tapi, emosi ayah masih saja tersulut, berkali-kali tanganya mengenai tubuh Mas Rian, meski sudah dipegangi Radit dan ibu."Dia sudah melakukan hal yang bodoh, menyakiti anak dan istrinya sendiri demi wanita penzina itu!" Telunjuk ayah tepat mengarah pada Riana."Jaga ucapanmu! Kalau kamu dulu merestui pilihannya, hal itu tidak akan terjadi dan tidak akan ada yang terluka, termasuk Halwa dan Bian," jelas ibu keras."Karena aku tidak sudi anakku berzina selama pernikahannya," teriak ayah tidak mau kalah."Bagaimana kamu bisa berbicara seperti itu?""Karena aku tahu siapa ayah biologis Riana."Kami yang mendengar hal itu tercengang, apalagi Riana, binar mata yang selalu ia tunjukkan kini lenyap sudah. Mimpi buruknya seakan terulang kembali.Riana berja
Baca selengkapnya
Mengambil Keputusan
Mas Rian masih bersikukuh untuk mengantar Riana dan Zain pulang, meminta pengertianku dan keluarganya."Hal, Mas hanya akan mengantarnya saja, habis itu segera balik lagi. Kasian Zain, dia ketakutan. Kalau dengan kendaraan umum Mas khawatir mereka sampai malam, jaraknya cukup jauh," pintanya lagi mengiba."Mas! sudah kubilang silahkan," jawabku malas menanggapinya yang ingin menang sendiri."Tapi, kamu jangan ancam-ancam aku dengan gugatan perceraian. Semua bisa dibicarakan baik-baik kok," bela Mas Rian lagi.Aku menggeleng, nggak akan masuk berbicara sama orang keras kepala yang hanya ingin menang sendiri."Aku ingin berbicara dengan Riana," Kutinggal Mas Rian yang masih meminta pengertian keluarganya.Riana melihatku dengan canggung dan kaku. Kuperhatikan dia dari ujung kepala sampai ujung kaki, tidak ada yang berbeda, hanya saja cara pandangku yang kini berubah."Aku memujimu saat pertama kita bertemu Riana, padahal hari itu aku tahu kamulah wanita yang dicintai suamiku.Kamu terli
Baca selengkapnya
Bukti
Radit mendekatiku yang sedang membacakan buku untuk Bian, dia tersenyum sembari mengelus tubuh mungil di depannya."Apakah jagoan Om sudah mau tidur?" tanya Radit yang melihat Bian sudah menguap beberapa kali."Iya, nih Om," jawab Bian pelan. Lalu, menoleh padaku dengan tatapan wajah manja."Mamah, boleh nggak baca bukunya diteruskan besok, Bian sudah tidak kuat mendengar," pintanya dibarengi kedipan mata memohon.Aku menatapnya sesaat, memasang wajah cemberut, lalu tertawa kecil."Baiklah, sekarang pengusaha cilik Mamah harus tidur cepat agar segera pulih," jawabku menutup buku dan menyimpannya di atas nakas."Selamat malam sayang, jangan lupa baca doa." Ciumku mendarat di keningnya.Aku mematikan lampu yang menerangi Bian dan membiarkan satu lampu menyala di atas meja tempat aku menunggu."Ada apa?" tanyaku pada Radit. Aku tahu ada yang ingin dia sampaikan."Aku sudah menghubungi pengacara terbaik yang kukenal agar proses perceraian kalian bisa berjalan cepat dan tidak ada hambatan
Baca selengkapnya
Papah Muda
Hari ini kami begitu bahagia setelah hampir sebulan Bian di rawat di Rumah Sakit, akhirnya ia bisa pulang dan melakukan rawat jalan.Selama sebulan pula Radit menemani, ia bahkan rela melakukan pekerjaannya secara online agar tidak meninggalkan kami.Jangan tanyakan kemana Mas Rian, karena setelah hari itu, di mana ia terpergok berbohong dan menjual nama anakku untuk mendapatkan cuti. Aku tidak pernah melihat batang hidungnya lagi."Sungguh Mah, hari ini kita bisa pulang?" teriak riang Bian sampai menggema memenuhi ruangan."Iya sayang kita bisa pulang, tapi ...." Aku mengacungkan selembar kertas yang harus ditaatinya selama di rumah, lalu membacakannya point demi point."Yah ...," jawab Bian kecewa."Kalau Bian tidak bisa keluar rumah, sama aja kaya di sini, bosen ...." Wajah Bian merengut."Demi kesehatan Bian juga, nanti kalau sudah sembuh betul Bian bisa keluar dan bermain dengan teman-teman lagi," bujukku."Mah ...," paggilnya pelan."Iya sayang ...," jawabku tanpa menolah. Sibuk
Baca selengkapnya
Melahirkanmu adalah Sebuah Kesalahan
Sekali lagi Bian kehilangan kata, ia terpana dan membelalakan matanya."Mamah ...." Matanya memutar seolah tak percaya apa yang ia lihat di depannya saat ini."Ini bagus banget Maaaah," pekiknya, berbalik dan memelukku.Aku mendorong kursi rodanya masuk ke dalam kamar, Bian terlihat sangat senang dan antusias."Pesawat luar angkasa itu nampak nyata, Mah," ujarnya, spechless.Matanya disuguhi lukisan-lukisan dinding yang telah didekor menjadi pemandangan luar angkasa."Bian suka Maaaah," teriaknya nyaring. Berdiri dan meloncat dari kursi roda. Brugh!"Bian!" Aku memekik dan segera menyerbunya."Sayang kamu tidak apa-apa?" Hatiku sudah kalang kabut dibuatnya. Ia nampak lupa kalau kakinya hanya tinggal satu.Bian mengangkat kepalanya, tersenyum dan berkata, "Bian tidak apa-apa kok Mah. Lupa, kalau sekarang Bian hanya punya satu kaki," ucapnya dengan sedikit tawa."Sayang ...." Aku memeluknya, hancur hatiku sebagai seorang ibu melihatnya dalam keadaan seperti ini."Mamah, Bian sungguh tid
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status