Semua Bab Terjerat Cinta TKW Indonesia: Bab 21 - Bab 30
31 Bab
21. Makan Malam Romantis
Aku tidak menyangka Devis mengajak aku ke butik dan salon hanya untuk acara makan malam. Dia membelikan gaun indah untukku, selain itu dia membawa aku ke salon untuk mendapatkan riasan yang sempurna. Devis menggandeng tanganku dengan erat dan mesra. Kami memasuki restoran terkenal di Mong Kok. Ternyata Devis juga memanggil beberapa awak media yang di kenalnya saat mengorek berita tentang Lay Ka. Beberapa kilatan lampu kamera serta sorot lampu shooting mengintari kami. "Kita melakukan ini demi nama baik majikan kita, Alien. Ini cara untuk membantah dan mengklarifikasi isu itu, kita harus membantu mereka, kamu mengerti kan?" bisik Devis lirih. "Iya aku mengerti, Devis. Tapi jangan sampai aku yang berbicara, aku tidak percaya diri di depan kamera," jawabku. "Iya, tidak apa-apa, Alien," jawab Devis. Kami duduk  di ruang VVIP, Devis mengenakan setelan jas warna hitam sangat tampan. "Alien, maukah kau menjadi istriku?" kata Devi
Baca selengkapnya
22.Ciuman yang Salah
Berita aku dan Devis sontak meledak hebat di seluruh media massa. Beberapa telepon dari Indonesia aku abaikan termasuk dari Rendy. "Alien, lihat berita di televisi, apa yang kamu lakukan?" teriak bobo dari ruang santai. "Bobo, aku hanya ingin membantu koko agar Nona Hanna tidak cemburu. Selain itu agar fans koko tidak kecewa. Ketua agensi marah besar pada koko, aku tidak sampai hati, Bobo," ujarku pelan. "Tapi yang kamu lakukan berlebihan, Alien. Resiko dunia artis ya seperti itu. Ada yang suka ada juga yang membenci. Harusnya kamu tidak melakukan itu, Lay Ka bisa menyelesaikannya sendiri," ujar bobo sedih. "Kamu hari ini pergi ke rumah Lay Ka kan?" tanya bobo. "Iya, Bobo. Semua keperluan bobo sudah saya siapkan. Semua ada di meja makan bobo," kataku masih gelisah. "Masalahmu sendiri sudah banyak, Alien. Jangan buat dirimu lelah berpikir," pesan bobo. "Iya, Bobo. Terima kasih bobo sudah perhatian kepadaku," ucapku. Akhi
Baca selengkapnya
23. Alihkan Trauma Hujan dengan Ciuman
Sejak insiden ciuman itu aku malu sekali untuk menampakkan batang hidungnya di depan Lay Ka. Tapi apa boleh buat Lay Ka sedang sakit bahkan bobo meminta aku menemani Lay Ka selama dia belum sehat. Sedang bobo ditemani adiknya yang kebetulan tepat tinggalnya tidak jauh. Aku datang dengan makanan dan susu di nampan. Lay Ka tampak bermain ponsel dan cuek dengan kehadiranku. ""Koko, aku buatkan bubur ayam, makanlah dulu," ujarku menahan kikuk karena malu. "Tadi bobo telepon, sementara kamu disuruh merawat aku dulu sampai  sembuh, dia sudah ditemani adiknya," ujar Lay Ka datar. "Iya, bobo juga sudah bicara kepadaku," sahutku. "Makanlah, Koko, keburu dingin!" perintahku lagi. "Nanti saja belum selera," jawabnya. Kalau udah dingin aku yang repot lagi. Saat aku istirahat dia malah ngrepoti dengan permintaan ini itu. Akhirnya aku duduk di bibir ranjang dan menyuapinya. "Koko, aku suapi, aku tidak mau kamu ngerepoti aku saat kerja n
Baca selengkapnya
24. Pamit Cuti Pulang
Lay Ka mulai kewalahan mengendalikan gejolak nafsunya sendiri. Kini dia bisa mengalihkan konsentrasinya untuk lebih fokus menikmati gelora birahinya.  Aku pun menikmatinya sekalipun terkadang sadar bahwa apa yang aku lakukan ini tidak benar dan harus segera dihentikan. Hujan berhentilah, aku mohon! "Aku mulai merasakan ada benda yang mengeras diantara pahaku. Aku terbelalak takut, bukan ini yang aku harapkan. Perlahan hujan mulai berhenti, tidak ada lagi kilat maupun petir. Sontak aku mendorong tubuh Lay Ka sehingga Lay Ka tersentak. "Alien!" pekiknya. Dia semakin ganas, dengan matanya yang menyala penuh nafsu dia kembali menubruk tubuhku dan menindihnya. Kembali ciumannya mendarat di bibirku lebih ganas, kemudian lidahnya yang basah dan hangat turun ke leherku yang jenjang. "Jangan, Lay Ka!" bisikku sambil kembali mendorong tubuhnya lebih kuat. Begitu aku bisa terlepas dari pelukan Lay Ka, bergegas aku lari keluar kamar.
Baca selengkapnya
25. Membatalkan Rencana Cuti
Akhirnya aku menunjukkan foto-foto anakku yang sedang terbaring tidak berdaya di bed rumah sakit. Dengan berat hati baik bobo maupun Lay Ka akhirnya mengijinkan. Aku menghubungi mama yang sekarang tinggal di rumah yang dibeli Devis. Mama menjelaskan kalau Berlian sedang terkena campak. Dan pagi ini dia sudah tidak demam.  "Kalau kamu memang belum ada tabungan untuk dibawa pulang, kamu tangguhkan dulu tidak apa-apa, Alien," mama menasehatiku. "Yakin tidak apa-apa, Ma?" tanyaku menyakinkan. "Iya Alien, atau begini saja kita tunggu satu sampai dua hari kalau semakin baik berarti kamu tunda saja dulu kepulanganmu. Mama kasihan kamu, takut kamu berkecil hati karena kehidupan di Indonesia tidak mudah, Alien," mama masih menasehatiku. Akhirnya aku mengerti tujuan mama, aku tahun ini harus bisa menabung. Dua tahun yang berlalu gajiku habis kukirimkan ke suamiku yang ternyata habis untuk bersenang-senang. "Koko, malam ini aku pulang ke rum
Baca selengkapnya
26. Keputusan Lay Ka Berkencan
Lay Ka tiba-tiba merasa canggung, dia belum siap dengan jawaban tanpa konsep. "Bukan begitu Om, ini terlalu tergesa-gesa. Saya masih ingin menikmati kebersamaan ini, toh usia kita juga masih muda," jawab Lay Ka sekenanya. "Jawab saya dengan jujur, Lay Ka! Apakah kamu mencintai anakku?" tanya papanya Hanna tegas. "Sebenarnya yang kita lakukan selama ini adalah tuntutan peran, Om. Kalau ada chemistry diantara kita itu karena profesional kita berdua. Untuk ke jenjang yang lebih serius saya belum kepikiran kesana sama sekali." "Oke, om mengerti apa maksud jawaban kamu. Maksudmu kamu menolak Hanna kan? Apa itu karena ada wanita lain?" tanya papanya Hanna dengan tegas karena kecewa. "Usia kita masih sama-sama muda, Om. Masih banyak yang bisa kita lakukan. Kemungkinan Hanna bisa menemukan pria yang jauh lebih baik dari saya"  kata Lay Ka pelan. "Kamu sedang menolak saya, Lay Ka? Jangan bilang kamu sedang jatuh cinta pada pembantumu itu,"
Baca selengkapnya
27. Talk show di Jourdan
Rendy mengirim pesan yang intinya dia minta ganti rugi uang untuk biaya pengobatan Berlian. Seluruh biaya selama dia di rumah sakit dan biaya ini itu aku harus menggantinya. "Aku sudah mentransfernya sesuai dengan permintaanmu," kataku lewat telepon pagi harinya. "Benarkah? Oke nanti aku cek!" jawab Rendy singkat. "Ya sudah aku tutup dulu, satu pesanku, "jangan sia-siakan anakku Berlian!" "Ya tidak mungkinlah, dia adalah kartu As ku. Oh ya, kamu nggak jadi pulang ke Indonesia? Tidak ingin nih ketemu Berlian? Kayaknya dia sedang menahan  rindu padamu, Alien," ujarnya sedikit merendah. "Kamu akan sangat menyesal bila pulang nanti dia tidak mengenali kamu sebagai ibunya," bisiknya mengancam dan mengolok. Aku jadi berpikir, aku sendiri juga sedang menahan rindu. Benar apa kata Rendy bagaimana kalau Berlian lebih mengenal Ika daripada aku? Betapa hancurnya hatiku. Apalagi Rendy tidak pernah memberi kesempatan kepadaku untuk video call.
Baca selengkapnya
28. Korban Skenario
Setelah mendengar ungkapan Lay Ka aku tidak tahu harus senang ataukah bersedih. Sejenak aku tersanjung mendengar pengakuan Lay Ka tentang perasaannya. Apalagi di depan publik, juga di depan Hanna yang selama ini selalu merendahkanku. Tapi juga sedih karena aku terjebak dengan sandiwaraku sendiri. Lay Ka dan publik menganggap aku dan Devis benar-benar pacaran. Tapi Devis benar-benar mencintaiku, haruskah aku menyakitinya? Dia orang yang selama ini tulus mencintai dan begitu baik kepadaku dan mamaku. "Sejak kapan perasaan itu datang, Lay Ka?" tanya salah satu fansnya. "Saya tidak sadar kapan datangnya, yang jelas kebersamaan kami selama ini menumbuhkan perasaan itu yang aku sendiri tidak menyadarinya," ungkap Lay Ka. Aku melambankan langkahku demi mendengar lagi pengakuan Lay Ka. "Terus bagaimana dengan Nona Hanna? Kapan dia hadir dalam hidup anda, Lay Ka?" tanya yang lain. "Mereka hadir di waktu yang berbeda, juga di tempat yang berbeda di hatiku," jawab Lay Ka mengambang. "Alien
Baca selengkapnya
29. Menginap di Hotel Prodeo
Aku berusaha menghubungi Lay Ka. Sepertinya dia masih di lokasi syuting karena saat dia mengangkat teleponnya suaranya sangat ramai. Lay Ka kesulitan mendengarkan suaraku. "Lay Ka, tolong aku ... sekarang aku di kantor polisi Central, aku tidak bersalah!" itu yang aku katakan. Tapi kiranya Lay Ka tidak mendengarnya. Dia berusaha untuk bertanya berkali-kali memperjelas, tapi tetap saja tidak bisa mendengar. "Alien ...halo?" Tidak jelas, Alien!" kata Lay Ka berteriak. "Kirimlah pesan!" lanjut Lay Ka meminta. Padahal aku bisa mendengar dengan jelas suara Lay Ka meskipun berisik. Akhirnya aku menulis pesan dalam bahasa Inggris. Karena aku tidak bisa menulis bahasa kantonis. Padahal aku juga tidak pandai berbahasa Inggris. "Help me, please!, I"m in trouble! Now, I am in police office in Central," itu yang aku tulis entah itu benar atau salah, aku yakin ini cukup dimengerti Lay Ka. Polisi Hongkong mempersilahkan aku duduk di suatu ruangan dan ponselku disita untuk diperiksa juga. Mer
Baca selengkapnya
30. Menerima Cinta Devis
Sudah dua hari wanita penyebab aku mendekam di terali besi itu bungkam tanpa mengungkap pernyataan apapun. Ini membuat aku masih terkatung-katung di tahanan. Geram rasanya, ingin menghampiri nya dan menjambak rambutnya. "Kenapa sih sulit mengakuinya, takut hukuman mati menantimu ya? Tapi kenapa harus aku, coba? Apa salahku padamu?" monologku dengan geram. "Ada apa?" tanya polisi penjaga kepadaku. Aku mengoceh sendiri dalam bahasa Indonesia kayak orang gila. Sehingga membuat polisi Hong Kong merasa terganggu. "Pengacaramu ingin bertemu," kata seorang polisi yang lain yang tiba-tiba muncul. Apakah dia bersama Lay Ka? Kenapa aku merindukannya? Harusnya Devis yang kuharapkan, karena selain Lay Ka dia banyak membantuku juga. Bahkan dia dengan terus terang sudah menyampaikan perasaannya kepadaku. Polisi membuka gembok terali dan mengikutiku saat aku melangkah ke suatu ruangan. Telah duduk pengacara ku Andy Cheong sambil membuka-buka berlembar-lembar kertas fail. "Selamat siang, Tua
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status