Semua Bab Terjerat Cinta TKW Indonesia: Bab 11 - Bab 20
31 Bab
11. Berpura-pura Pacaran
Entah kenapa tiba-tiba hatiku terasa sakit melihat mereka bercumbu di depanku. Apakah aku cemburu? Ah nggak tahu diri amat sih aku. Aku menunduk malu dan kesal. "Lay Ka, kenapa kamu membiarkan dia mendekati kamu lagi. Gara-gara dia kita bermasalah sampai sekarang belum selesai," runtuk Hanna. "Kenapa kalian baru pulang, memangnya swalayannya pindah jauh sehingga butuh waktu berjam-jam?" ketus Lay Ka. "Maaf, Bos, kita makan siang dulu di luar," jawab Devis. "O begitu, jadi kamu memikirkan perutmu sendiri dibanding perut bosmu?" hardik Lay Ka. "Bukan begitu Bos, aku sedang mencari waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku," sahut Devis. "Maksudmu?" sahut Lay Ka. "Baru saja aku menyatakan cintaku pada Alien, Bos. Dan dia menerimaku, yey!" kata Devis berteriak kegirangan. "Benarkah itu?" sahut asisten Chengyi. Sontak dia menunduk kecewa. Lay Ka melotot tak percaya. Suasana sesaat hening, aku bisa melihat perubahan mimik muka mereka satu-persatu. "Lelucon apa ini?" sahut Lay
Baca selengkapnya
12. Part Time Hari Minggu
Setelah selesai pekerjaanku, Devis mengantarkan aku pulang ke tempat bobo. "Saya datang!" teriakku setelah membuka pintu. "Kamu sudah pulang, Alien? Siapa yang mengantarmu?" tanya bobo. "Diantar Devis, Bobo." "Aku sudah makan malam, Alien. Kalau kamu belum makan kamu bisa makan mi instan atau bihun instan," ujar bobo. "Sudah makan?" sela aku. "QIya tadi adikku ke sini dia mengajak aku makan di luar," jawab bobo. "Bobo, yakin sudah kenyang?" tanyaku meyakinkan. "Sudah kenyang, Alien. Berikan aku obat untuk malam, yang siang tadi sudah kuminum," ujarnya. "Baik, Bobo." Aku membantu bobo minum obat kemudian menyalakan mesin penghangat ruangan. Saat tanganku hendak memijit bobo menolaknya. Baru sekali ini dia menolak aku pijit. "Sudah lekaslah tidur, besuk pagi kamu ke rumah Lay Ka lagi kan? Kamu pasti capek, Lay Ka orangnya super bersih, dia dingin dan kasar. Aku takut kamu kena semprot sakit hati,"
Baca selengkapnya
13. Proses Cerai
"Jaga dirimu baik-baik, Sayang! By .. by!" ucap Lay Ka kemudian menutup ponselnya. "Pagi, Lay Ka Koko?" sapaku setelah melihat Lay Ka menutup dan menaruh ponselnya di meja. "Pagi, bagaimana keadaan bobo?" tanyanya singkat. "Baik, sudah sarapan dan jongging sebentar tadi, kemudian minum obat terus rebahan," jawabku. "Baiklah!" jawabnya. "Usahakan jangan sampai menonton televisi. Berita televisi yang memojokkan aku dan kamu hanya akan membuatnya bersedih dan berpikir berat!" pesan Lay Ka. "Baik, Koko!" jawabku. Dia mengenakan celana trening dan kaos oblong putih. Baru kali ini aku melihat penampilan apa adanya dari sang artis pujaanku. Tanpa kusadari aku menatapnya dengan tanpa berkedip. "Ngapain kamu masih berdiri di situ? Pingin ikut duduk di sini?" ketusnya. "Ih Alien, bodoh amat sih kamu, orang kasar dan dingin kayak dia masih juga kamu idolakan!" monologku lirih sambil pergi dan tersenyum menahan malu. "Eh go
Baca selengkapnya
14. Ada Debaran Jantung Untukmu
Setelah selesai pekerjaanku, Devis mengantarkan aku pulang ke tempat bobo. "Saya datang!" teriakku setelah membuka pintu. "Kamu sudah pulang, Alien? Siapa yang mengantarmu?" tanya bobo. "Diantar Devis, Bobo." "Aku sudah makan malam, Alien. Kalau kamu belum makan kamu bisa makan mi instan atau bihun instan," ujar bobo. "Sudah makan, Bobo?" selaku bertanya. "Iya tadi adikku ke sini dia mengajak aku makan di luar," jawab bobo. "Bobo, yakin sudah kenyang?" tanyaku meyakinkan. "Sudah kenyang, Alien. Berikan aku obat untuk malam, yang siang tadi sudah kuminum," ujarnya. "Baik, Bobo." Aku membantu bobo minum obat kemudian menyalakan mesin penghangat ruangan. Saat tanganku hendak memijit bobo menolaknya. Baru sekali ini dia menolak aku pijit. "Sudah lekaslah tidur, besuk pagi kamu ke rumah Lay Ka lagi kan? Kamu pasti capek, Lay Ka orangnya super bersih, dia dingin dan kasar. Aku takut kamu kena semprot s
Baca selengkapnya
15. Tersesat
Aku sudah baikan bahkan pekerjaan di rumah Lay Ka juga sudah beres.  "Koko, aku harus segera pulang agar tidak terlalu malam. Aku takut berjalan sendirian malam-malam," pamitku. "Tapi malam ini kata bobo teman-temannya datang ke rumah untuk tamazhok kan? Mereka bersenang-senang bahkan salah satu teman bobo membawa pembantunya untuk memasak di sana?" kata Lay Ka. "Kok Koko tahu?" sahutku. "Sore tadi bobo menelepon," jawab Lay Ka. Jadi bobo tamazhok bersama teman-temannya. Pasti di rumah sangat ramai dan berantakan. Tamazhok adalah jenis judi yang medianya dadu dan papan yang terkenal di Hong Kong. Kalau sudah begitu bukan saja gaduh suara papan dan dadunya tapi juga suara umpatan-umpatan pemainnya. Rumah akan berantakan karena berbagai masakan dan minuman biasanya disiapkan. "Aku sebentar lagi makan malam dengan keluarga Hanna, kebetulan tempatnya di restoran di Admiralty tidak jauh dari rumah bobo. Kamu bisa bareng mobilku, nanti
Baca selengkapnya
16. Perhatian Lay Ka
"Alien, bobo menelepon aku katanya kamu belum sampai di rumah. Emangnya kamu mampir kemana sih? Lihat sekarang pukul berapa! Kamu tidak sedang tersesat kan?" ketus Lay Ka dengan memberondong pertanyaan. "Aku sekarang berada di Chai Wan, Koko! Aku ... aku salah jalur naik kereta," ujarku terbata-bata menahan malu dan sedih. "Kok bisa? Dasar bodoh ...  bebal!" umpatnya spontan. "Ya maki terus! Aku bodoh, emang kenapa? Merugikan kamu ya?" jawabku ketus kerena kesal. "Ya iyalah merugikan aku, kalau ada apa-apa dengan kamu polisi pasti mencari aku dan bobo," ketusnya. "Tunggu saja di situ, carilah tempat yang ramai!" pesan Lay Ka. "Aku akan segera datang! Jangan matikan teleponnya, kamu dengar?" lanjutnya berpesan. "Ada apalagi?" tanya suara lelaki dewasa, sepertinya itu suara papanya Diana. Lay Ka melarang menutup teleponnya sehingga aku dengan jelas bisa mendengar apa yang terjadi di sana. "Berulah apalagi dia, dasar licik!"
Baca selengkapnya
17. Pelarian yang Manis
Aku pasrah saat Lay Ka menarik tanganku dan mengajak berlari dan terus berlari. Aku menengok belakang masih ada beberapa wartawan yang nekat  mengejar kami. "Koko, aku tidak kuat," ujarku disela-sela napasku yang ngos-ngosan. "Kita ke toilet," ujarnya dengan kuat menarik tanganku masuk ke toilet. Dia menarik ke dalam bilik dengan napas yang tersengal-sengal dan menatap wajahku. Aku salah tingkah menatap tanganku yang masih digenggamnya. Dengan menundukkan kepala karena canggung sambil perlahan menarik tanganku. Sontak Lay Ka melepas genggamannya, dia mengambil sapu tangan dari sakunya untuk menutupi wajahku. Dia melipat menjadi segitiga dan membantu menutupi mukaku dengan mengikatkan di bekalang kepalaku. Matanya tajam menatap bola mataku, sesaat kami bertatapan mata begitu dalam. Dia melepas topinya untuk kupakai. Rambutku yang tergerai digelung dan dimasukkan ke dalam topi. Selain itu Lay Ka juga melepas mantelnya dan dipakaikan di tubuhku. Kebetulan a
Baca selengkapnya
18. Siap Cerai
Kenapa aku menanggapi kata-kata Lay Ka dengan serius? Ada rasa sakit dan dongkol serasa tak henti-hentinya dia selalu merendahkan aku. "Kamu tahu kenapa lelaki muslim harus dikhitan? Selain untuk kesehatan juga untuk kenikmatan sex," kataku asal nyeplos. "Alah itu karangan kamu saja. Aku tersinggung kalau kamu bilang orang kulit putih tidak sekuat orang berkulit hitam, itu diskriminasi ras tahu? Hati-hati kamu bicara!" hardik Lay Ka. "Di kampungku banyak yang sudah membuktikan sih," sahutku ngeyel. "Itu kata-kata orang tidak berpendidikan, primitif. Kuat tidaknya seseorang tergantung makanan dan fisik tubuhnya! Dasar bodoh, banyak bicara! Tong kosong bunyinya nyaring," ketus Lay Ka mengolok. "Ih kasar sekali sih kamu! Lagian bukankah itu peribahasa Indonesia?" sahutku. "Benarkah? Bahkan itu cocok buat kamu," oloknya. "Aku tersinggung sekali, aku bisa bermain bukan dua kali kayak suamimu bahkan aku bisa tiga empat kali dalam sehari, tah
Baca selengkapnya
19. Kabar Mamaku
Napasku sontak sesak, dadaku naik turun menahan emosi. "Kendalikan dirimu, Alien!" hibur Devis sambil menggenggam tanganku. "Siapa kamu berani-beraninya menyentuh Alien!" tanya Rendy geram. "Aku kekasihnya, aku akan menikahinya setelah cerai dari kamu. Aku akan membawa Berlian ke Hong Kong!" ancam Devis. "Coba saja kalau berani? Kupenggal kepalamu, kamu belum mengenal aku kan? Tanyakan sama Alien!" tantang Rendy. "Devis, apa katanya?" sela Lay Ka. "Mas Rendy, kamu ... kamu kejam!" kataku terbata-bata sambil menahan dadaku yang benar-benar sakit. "Mana!" Lay Ka merebut ponselku. "Dasar laki-laki brengsek!" hardik Lay Ka sambil mematikan teleponnya. "Devis, dimana aku harus mencari mamaku?" tanyaku di sela-sela tangisku. "Bagaimana kalau Ika memperlakukan Berlian dengan kasar dan kejam?" monologku. "Alien, besuk pagi kamu cari tahu lewat teman-teman maupun tetangga kamu. Sekarang masih terlalu pagi di Indonesia pu
Baca selengkapnya
20. Bukti Cinta Devis
"Ada kabar apalagi, Alien?" tanya Lay Ka."Mamaku sekarang berada di rumah temanku sekolah," jawabku."Ya berita baik, berarti kamu tidak perlu khawatir lagi. Carikan rumah yang nyaman buat mamamu!" pesan Lay Ka."Apa yang terjadi, Zhee?" sahut bobo."Mama diusir Mas Rendy dari rumahnya, Bobo," jawabku pelan."Brengsek lelaki itu, tahu kalau itu adalah rumah orang tuamu kan? Bagaimana dia berani mengusir pemilik rumah dari rumahnya sendiri," runtuk bobo."Bobo setuju kata Lay Ka, carikan rumah buat mamamu, tidak perlu besar yang penting bersih dan nyaman untuk ditempati," usul bobo."Kalau kamu masih butuh uang lagi jangan khawatir, aku bersedia meminjami kamu lagi, Alien," tawar Lay Ka."Terima kasih, Koko!" ucapku sedih.Aku membereskan meja makan sambil melirik Lay Ka yang sedang bermain ponsel."Kamu sudah melihat media sosial? Berita hari ini heboh lagi tentang kita. Usahakan bobo tidak menonton televisi, aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status