All Chapters of Life Hates Me: Chapter 81 - Chapter 90
120 Chapters
Bab 81
Mama memperlihatkan hasil rontgen dadaku lalu menjelaskan kondisiku kepada dokter. Pria berambut putih itu pun menyimak penjelasan mama dan memperhatikan hasil rontgen yang diperlihatkan kepadanya."Kelihatannya jantungnya tidak bermasalah, tidak bengkak sama sekali," gumam dokter dengan mata yang terfokus pada kertas berwarna hitam putih di tangannya.Dia mengembalikan hasil rontgenku lalu menyuruhku untuk mengukur berat badanku. Aku pun menuruti perintahnya walaupun heran mengapa dia menyuruhku untuk menimbang berat badanku. 'Memang apa hubungannya berat badan sama penyakit jantung?'"39 kg? Ceking banget kamu," komentar dokter mengenai berat badanku.Aku turun dari atas timbangan badan tanpa mengatakan apa-apa. Aku merasa malu karena dikatai ceking a.k.a kurus kering. Aku tidak bisa membantahnya karena apa yang dikatakannya memang benar. Seharusnya berat badan idealku adalah 50 kg."Baring di atas ranjang," perintah dokter sambil mengarahkan tangan kanannya ke ranjang pasien berwar
Read more
Bab 82
Siang ini, aku, mama, dan tante pergi ke supermarket. Kali ini paman tidak ikut berpergian bersama kami karena ada urusan kantor. Kami bertiga pergi ke pasar swalayan untuk belanja bahan makanan dan buah-buahan.Aku berdiri mematung di hadapan rak yang memajang makanan-makanan ringan dan manis. Makanan ringan yang dijual di supermarket kota ini lebih lengkap dan beragam daripada di kota asalku. Ada banyak yang baru pertama kali kulihat dan ingin kucoba.Pandanganku terfokus pada jajanan manis yang biasa disebut sebagai rambut nenek. Jajanan itu dikemas di dalam kemasan plastik sehingga tetap higienis. Ini pertama kalinya aku melihat rambut nenek secara langsung, biasanya aku hanya melihatnya melalui internet."Lagi lihatin apa, Freya?" tanya mama yang berjalan menghampiriku sambil mendorong troli."Rambut nenek," jawabku sambil mengarahkan jari telunjukku ke jajanan berwarna pink itu.Mama pun melirik ke arah jajanan jadul itu. "Oh, gulali."Di tempat kami, rambut nenek memiliki bentu
Read more
Bab 83
Malam hari, paman mengantar aku dan mama ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi jantungku. Selain itu, kali ini tante ikut bersama kami sehingga suasana jadi sedikit lebih ramai. Menunggu giliranku untuk masuk ke ruang pemeriksaan pun jadi tidak begitu membosankan.Kami duduk di ruang tunggu sambil mengorbol untuk mengisi waktu, bersama dengan banyak pasien lainnya. Semua pasien yang memeriksakan dirinya ke poli jantung merupakan orang dewasa dan hanya aku seorang diri yang masih anak-anak di sini.Beberapa pasien yang duduk di dekatku ikut bergabung dengan obrolan kami dan dengan cepat menjadi akrab. Orang-orang di sini pada ramah walaupun baru pertama kali bertemu dengan kami."Anak Freya Renata," panggil suster setelah pasien sebelumnya keluar dari ruang pemeriksaan.Aku langsung bangkit dari bangku sambil mengucek mataku yang mengantuk. Akhirnya namaku dipanggil saat jam menunjukkan pukul 09.35 malam. Kulangkahkan kakiku menuju ruang pemeriksaan, berjalan di samping mama sambil
Read more
Bab 84
Esok malam, aku, mama, dan paman berada di dalam mobil yang melaju di jalanan yang gelap. Kami sedang dalam perjalanan menuju tempat praktik dokter ortopedi yang direkomendasikan oleh dokter spesialis jantung.Sesampainya di tempat tujuan, betapa kagetnya aku melihat berapa banyak orang yang sudah datang lebih dahulu daripada kami; ada lebih dari 20 orang di dalam ruang tunggu. Antrian sebanyak itu pasti akan memakan waktu yang sangat lama.Setelah mendaftar ke resepsionis, kami memutuskan untuk pergi cari makan di luar. Aku yakin pas kami sudah selesai makan malam dan kembali ke tempat itu, antrian itu masih panjang dan namaku masih belum dipanggil.Jam menunjukkan pukul 08.30 malam, kami pun memutuskan untuk kembali ke tempat praktik dokter. Kami mendapati ruang tunggu masih dipenuhi oleh pasien-pasien yang ingin berobat atau diperiksa, bahkan jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya."Banyak yang ke dokter ortopedi, ya?" gumamku yang bertanya kepada diri sendiri"Iya, kalah-kalah dok
Read more
Bab 85
Aku menghabiskan waktu selama beberapa menit di ruang radiologi untuk foto x-ray badanku. Selama difoto, petugas radiologi memberikan aku arahan, seperti berdiri tegap hadap depan, samping, tangan kanan ditarik ke bawah, dan berbaring telentang.Setelah sesi foto selesai, aku tidak dibolehkan keluar sebelum petugas radiologi selesai 'mencuci' foto hasil rontgenku. Kertas fotonya benar-benar dicuci dengan air, selama ini kukira foto itu diprint atau menggunakan teknologi canggih semacamnya.Setelah foto x-ray badanku selesai dicuci, petugas radiologi mengajakku untuk keluar dari ruangan ini. Wanita paruh baya itu menyerahkan hasil rontgenku ke resepsionis, sedangkan aku ikut duduk bersama mama dan paman di bangku ruang tunggu.Kulihat resepsionis itu mengantarkan amplop yang berisikan hasil rontgenku ke ruang pemeriksaan saat pasien yang sudah diperiksa oleh dokter keluar dari ruangan itu. Tak lama kemudian, dia keluar dari ruangan itu dan memanggil namaku.Aku, mama, dan paman pun mas
Read more
Bab 86
Beberapa hari telah berlalu, kini aku dan mama sudah pulang ke kota asal kami. Sayang sekali aku tidak bisa berlama-lama di Malang karena papa sudah kewalahan mengurus rental PS seorang diri.Aku membantu mama mengeluarkan barang-barang kami dari dalam koper dan kardus. Barang yang kami bawa pulang mendadak lebih banyak daripada saat kami berangkat ke luar. Itu karena mama membeli oleh-oleh untuk keluarga di rumah."Haizz, kenapa Mama beli pia durian saja?" kesal kakak yang tidak suka makan durian, apalagi mencium aroma buah berduri itu.Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku melihat kakak laki-lakiku asik membongkar kardus yang berisikan oleh-oleh dari kami. Bukannya membantu kami menyimpun barang, yang dia perhatikan malah oleh-oleh yang kami bawa. "Mama ada belikan yang isi keju kok," balas mama.Aku mengalihkan pandanganku dari kakak yang sibuk mencari oleh-oleh kesukaannya. Aku melanjutkan aktivitasku, yaitu mengeluarkan vitaminku dari dos khusus yang hanya berisikan botol-boto
Read more
Bab 87
Liburan natal berjalan dengan lebih cepat dari yang kukira. Aku disibukkan oleh terapi-terapi skoliosisku sehingga membuatku kurang bisa menikmati liburanku. Aku menurunkan kakiku dari kursi dan mulai bergelantungan pada bar besi.Setelah hampir seminggu melakukan aktivitas ini secara rutin, tanganku tidak terlalu pegal lagi saat menopang tubuhku yang beratnya 40 kg. Aku tidak bisa membayangkan seberat apa kalau aku memiliki berat badan ideal, yaitu 50 kg."Kak Freya, lagi apa?" tanya seseorang.Sontak aku melepaskan genggaman tanganku dari bar besi dan mendarat di atas lantai. Aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati adik sepupuku berdiri di depan pintu. Dia adalah anak laki-lakinya bibi yang sudah memberi tahu kondisiku kepada mama dan papa."Ya, kamu bisa lihat sendiri Kakak lagi ngapain." Aku tidak menjawab pertanyaannya dengan jelas.Lelaki yang lebih muda 6 tahun dariku itu naik ke atas tangga lalu duduk di anak tangga, tepat di samping pegangan tangga dimana bar besi itu
Read more
Bab 88
Akhirnya liburan Natal telah berakhir, rasanya malas sekali untuk berangkat sekolah. Selain karena sudah terbiasa bersantai semasa liburan, bertemu dengan Celestine dan kawan-kawannya yang sering membuliku membuatku tidak bersemangat untuk pergi ke sekolah.Aku melangkahkan kakiku dengan santai melewati jalan setapak. Kulihat ada beberapa siswa-siswi berjalan menuju gedung sekolahnya masing-masing. Mereka melangkah sambil mengobrol dengan teman-temannya.Aku memalingkan mukaku dan mempercepat langkahku supaya bisa sampai ke ruangan kelasku secepat mungkin. Sesampainya di kelas, aku mendapati ruangan berbentuk segi empat ini masih sunyi dan sepi.Kulangkahkan kakiku menuju tempat dudukku yang berada di paling belakang sambil mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Tidak sampai sepuluh orang yang sudah sampai di sini, termasuk aku. Sepertinya banyak yang bangun kesiangan.Sesampainya di tempat dudukku, kudapati kondisi meja dan kursiku jadi penuh dengan debu. Untung saja aku selalu memba
Read more
Bab 89
Selama jam pelajaran berlangsung, aku tidak bisa berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru. Entah ini halusinasiku atau apa, pantulan diriku yang berada di dalam kaca jendela selalu berbicara kepadaku sehingga aku jadi tidak bisa fokus belajar."Malang sekali dirimu, Freya. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang benar-benar memihakmu," ujarnya sambil terkikik."Mereka semua munafik. Mereka percaya kalau kamu tidak mencuri gantungan kuncinya jalang itu, tetapi mereka tidak membelamu dan membiarkan kamu dipermalukan oleh jalang itu," lanjutnya.Aku mengangkat kedua tanganku dan menutup kedua telingaku dengan telapak tanganku. Aku benar-benar kesal dengan halusinasi ini. Ini membuat aku kesulitan menyimak materi dan merusak mood-ku karena dia terus-menerus mengatakan hal yang tidak ingin kudengar.Sialnya, aku tetap bisa mendengar suaranya walaupun kedua telingaku sudah kututup rapat dengan tanganku. Sosok yang penampilannya sama persis denganku itu terus saja mengoceh serta mengat
Read more
Bab 90
Pada minggu pertama dalam semester baru ini, aku sudah mendapatkan fitnahan dari Celestine sehingga membuat sebagian teman sekelasku menjauhiku. Mereka dengan bodohnya percaya pada drama Celestine yang mencemari nama baikku.Selama beberapa hari ini aku mendapatkan tatapan sinis dan sindiran dari mereka yang mempercayai drama Celestine. Di sisi lain, orang-orang yang tidak percaya pada drama Celestine pun menjaga jarak denganku, seperti takut ikut terjerat dalam masalahku.Selain itu, aku mulai menyadari suatu fakta mengenai halusinasi yang sering kulihat dan kudengar. Halusinasi itu hanya muncul saat aku melihat diriku sendiri, entah itu lewat cermin, kaca, layar televisi mati, foto, dan lain-lain yang bisa memantulkan pantulan diriku.Oleh karena itu, aku jadi malas untuk berkaca. Aku tidak pernah lagi bercermin ketika mengurus penampilanku. Aku tidak peduli kalau rambutku kurang rapi; bedakku ketebalan atau ketipisan, setidaknya aku tidak mendengar suara cemoohan dari 'diriku yang
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status