Semua Bab PERNIKAHAN yang TERTUKAR : Bab 21 - Bab 30
100 Bab
21
Duduk di meja kerja yang terbuat dari kayu ek berwarna cokelat tua, di sebuah ruangan besar mirip perpustakaan dengan rak penuh berisi buku-buku tebal dari berbagai bahasa, sang ketua mafia Rin Leung, terlihat sibuk memoles pistol semi otomatis FN Five-seven kaliber 5,7 mm di tangan kirinya. Ia terlihat fokus membersihkan pistol kesayangannya itu dengan hati-hati. Ruangan itu terlihat sangat nyaman, interiornya di desain dengan gaya neoklasik, yang menonjolkan penggunaan kubah bulat melengkung di langit-langitnya. Rak-rak kayu berwarna gelap dan lukisan-lukisan yang rumit di dinding, terlihat mendominasi. Deretan lampu gantung kristal, terlihat ditata secara horizontal mengikuti alur rak buku. Ditengah ruangan, terdapat sebuah meja kerja lengkap dengan lampu baca dan sebuah jam pasir kuno. Suasana ruangan itu hening dan sepi, yang terdengar hanya suara gesekan lembut antara kain katun dengan permukaan pistol, bercampur dengan bau kayu ek dan buku-buku tua. "Bagaimana pengirima
Baca selengkapnya
22
Rin Leung berjalan pelan menyusuri jalanan beraspal, menikmati semilir angin sore sembari mendorong kursi roda Avani menuju sebuah padang bunga di tepi pantai tak jauh dari Sango Side Manor. Hamparan bunga nemophila atau baby blue eyes yang sedang mekar, terlihat memenuhi seluruh area padang.Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya hamparan bunga kecil berwarna biru cerah bermekaran, nampak berayun ke kanan dan ke kiri diterpa hembusan angin. Bunga berwarna biru muda dengan aksen putih di tengah mahkotanya itu, tampak menyatu indah dengan birunya ombak samudra Hindia dan langit senja. "Kau menyukainya," tanya Rin.Avani menganggukkan kepala. Perhatiannya tersita pada segerombolan kupu-kupu yang sedang terbang di antara bunga-bunga nemophila yang sedang mekar.Sejenak, Avani melupakan semua duka di hatinya, melupakan betapa manipulatifnya Rin Leung pada dirinya. Ia sibuk menikmati hamparan bunga nan indah itu.Dengan senyum merekah di bibirnya, gadis berambut panjang itu memejamk
Baca selengkapnya
23
Sebuah ruangan besar berdinding kaca, menampilkan pemandangan malam yang indah dari lantai dua sebuah restoran bergaya Asia-Eropa di pusat kota. Di tengah ruangan, terlihat meja makan besar dengan lima buah kursi mengelilinginya. Terlihat seorang wanita berusia sekitar 45 tahun, memakai cocktail dress warna hitam, dengan kalung mutiara di lehernya, sedang duduk manis di salah satu kursi.Wanita cantik itu duduk di samping seorang pria paruh baya berpenampilan rapi dalam balutan dinner suits warna hitam. Mereka adalah Josrg Yuta dan istrinya Isihiika Reiner. Ayah Gin dan ibu sambungnya.Di samping wanita paruh baya itu, duduk seorang pria muda memakai setelan jas single breasted warna putih dengan gaya rambut acak-acakan, ia terlihat sedang sibuk bermain ponsel.Pria berjas putih itu terlihat beberapa tahun lebih muda dari Gin Yuta, namun keduanya terlihat sama tampannya. Dari kejauhan, terlihat Maeera berjalan masuk ke ruang besar itu sembari menuntun suami palsunya, Gin Yuta. Deng
Baca selengkapnya
24
Suasana di meja makan itu tiba-tiba berubah menjadi tegang. Semua mata kini tertuju pada Maeera. Mereka penasaran, dengan apa yang dikatakan oleh putra bungsu mereka, Kai Yuta. Bahwa ada yang aneh dengan penampilan menantu mereka malam ini. "Menantuku kau tak apa?" tanya nyonya Isihiika. Sadar menjadi pusat perhatian, Maeera cepat-cepat menyembunyikan wajahnya dibalik jari jemarinya yang lentik. Ingin rasanya ia menghilang dari tempat itu, dan pergi jauh entah kemana. Beruntung sebuah ide cemerlang namun gila muncul di benaknya. Jika dalam kondisi normal, mungkin ia tak akan mau melakukannya, tapi karena ini dalam kondisi mendesak, tanpa banyak berpikir, ia langsung merealisasikan ide tersebut. Ia letakkan telapak tangannya di depan mulut, lalu mengeluarkan suara paling menggelikan di dunia. "Hoeeek ... hoeeek ... hoeeek ... " pekik Maeera Ibu tiri Gin langsung panik mengetahui menantunya mual-mual ingin muntah. "Menantuku kau tak apa, apa kau hamil?" tanyanya. "Suamiku, kita
Baca selengkapnya
25
Sebuah sedan mewah berwarna hitam, melaju cepat meninggalkan restoran bergaya Asia-Eropa, tempat keluarga Gin mengadakan jamuan makan malam. Di kursi belakang sedan mewah itu, duduk Maeera yang sedang sibuk melepas sepatu hak tingginya. Ia lepas sepatu mahal itu satu per satu, kemudian memeriksa bagian belakang kakinya yang terasa nyeri. Terlihat, ada luka lecet yang cukup dalam di kedua tumitnya. "Auwh ... " teriak gadis manis itu kesakitan, saat tangannya menyentuh pinggiran luka. "Ini mengerikan sekali," gumamnya. Asisten Eri yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Maeera, terlihat penasaran dengan apa yang dilakukan oleh istri tuannya itu. Dengan suara pelan dan sopan, ia mencoba bertanya pada Maeera. "Nyonya, anda ingin saya antar ke rumah sakit mana?" tanya pria berambut belah tengah itu. Mendengar pertanyaan asisten Eri, Maeera gelapan. Ia lupa jika ayah mertuanya tadi mengizinkannya pergi dari jamuan makan malam karena menyuruhnya memeriksakan diri ke dokter. "Rum
Baca selengkapnya
26
Di tengah dinginnya malam musim kemarau yang panjang. Maeera berjalan pelan menyusuri trotoar di sepanjang kota Bulan yang mulai sepi. Terlihat beberapa pedagang mulai menutup tokonya, karena malam mulai larut. Meski suasana di sekitar trotoar cukup sepi, tapi gadis miskin itu tak merasa takut sedikit pun. Senyum cerah tersungging di wajahnya. Rasa senang di hatinya, mengalahkan rasa takut yang ada. "Menyenangkan sekali, bisa jalan-jalan seperti ini. Ah, andai nenek masih hidup dan aku memiliki banyak uang," kata gadis berkulit kuning langsat itu, sembari terus berjalan menyusuri trotoar.Setelah apa yang terjadi selama jamuan makan malam bersama orang tua Gin, di mana identitasnya sebagai pengantin palsu hampir terbongkar, Maeera lega bisa berada di sini.Di trotoar yang sepi ini, ia yang miskin bisa kembali menjadi dirinya sendiri, tak lagi berpura-pura menjadi nona muda Avani Lie, sosok yang bahkan tak pernah ia temui. Setelah cukup lama berjalan menyusuri trotoar seorang diri,
Baca selengkapnya
27
Seorang pria berusia sekitar 25 tahun, memakai sweater turtle neck warna abu-abu mengenakan masker warna hitam, berkacamata, terlihat berdiri tegap di belakang Maeera.Dia adalah pria baik hati yang mengatakan akan membayar tagihan makanan Maeera. Begitu melihat sosok yang telah menolongnya, Maeera segera membalikkan badan lalu menghampiri pria itu."Terima kasih, terima kasih banyak," ucap Maeera sambil berkali-kali membungkukkan badan. Pria itu menatap tajam Maeera melalui lensa kecamatanya, kemudian berkata, "Temani aku makan," perintahnya. Pria itu lalu balik badan dan berjalan menuju kursi kosong yang tersedia di luar tenda. Dengan ekspresi bingung, Maeera berjalan mengikuti pria itu dari belakang sembari berkata, "Kau ingin aku menemanimu makan?" tanya Maeera penasaran. Pria itu hanya diam lalu duduk di kursi plastik berwarna orange di luar tenda. "Duduklah," pinta pria itu sembari menarik satu kursi plastik di sampingnya. Maeera melihat kursi itu kemudian mendudukinya. S
Baca selengkapnya
28
Malam sudah semakin larut, jam di dinding bahkan telah menunjukkan pukul 23:00. Tapi Avani, masih belum bisa memejamkan mata. Pikirannya masih carut marut dipenuhi berbagai pertanyaan, terutama setelah apa yang terjadi antara dirinya dengan Rin Leung, di padang bunga sore tadi. Kini, satu per satu pertanyaan mengenai siapa Rin Leung, mulai muncul di benaknya, dan entah bagaimana, pertanyaan-pertanyaan itu muncul secara otomatis di otaknya, tanpa bisa ia cegah. Ini membuatnya gelisah dan sulit tidur. "Apa dia benar-benar menyukaiku?" tanya Avani pada dirinya sendiri. "Ini pertama kalinya seorang pria begitu blak-blakan menyatakan cintanya padaku."Iihhh... aku bahkan masih merinding jika mengingatnya," ucap Avani sembari bergidik. Gadis cantik itu, lalu memiringkan tubuhnya ke sisi kiri, sembari menggigit ujung kukunya."Tapi, apa pria di Oxford itu benar-benar dia?" Avani terlihat ragu. "Tapi memang terlihat sama," belanya.
Baca selengkapnya
29
Avani duduk bersandar diatas tempat tidur, sembari mengenakan selimut tebal menutupi tubuhnya. Ia letakkan album foto besar itu di atas bantal, lalu mulai melihat satu per satu foto yang ada di dalamnya dengan penuh antusias. Avani tersenyum kecil begitu membuka bagian awal photobook, yang penuh berisi dengan foto masa kecil Rin Leung. Dengan pipi chubby, kulit putih dan mata berwarna hijau tosca, Rin Leung kecil tampak sangat lucu dan menggemaskan. "Wah, dia terlihat sangat menggemaskan," seru Avani saat melihat deretan foto Rin Leung berseragam kindergarten. Tak sabar, ia segera membuka halaman photobook berikutnya yang penuh berisi foto masa kanak-kanak Rin Leung. Terlihat deretan foto Rin kecil membawa botol minuman, sedang berpose bersama seekor kura-kura besar di sebuah kebun binatang. "Wajah tampannya sudah terlihat sejak kecil," komentar Avani saat melihat foto-foto itu. Usai melihat foto itu, perhatian Avani langsung teralihkan pada foto Rin kecil bersama Ayah ibunya
Baca selengkapnya
30
Asisten Eri kembali ke Lotus Hall seorang diri, setelah meninggalkan Maeera sendirian di tepi trotoar kota Bulan. Ia kembali ke mansion mewah itu untuk menemui bosnya, Gin Yuta. Berada di kediaman utama, pria berkacamata itu terlihat berjalan terburu-buru masuk ke sebuah ruangan besar di lantai dua mansion. Sebuah ruangan besar nan mewah bergaya modern, dengan desain home office, berdinding panel kayu warna cokelat, dengan langit-langit plafon berwarna putih. Sebuah meja kerja lengkap dengan segala pernak perniknya, terlihat membelakangi rak dinding dari kayu jati berwarna cokelat tua yang berisi buku-buku tebal dan tertata rapi. Sebuah laptop mahal, tampak masih menyala di atas meja, saat asisten Eri berjalan masuk ke ruangan tersebut. Sang pemilik rumah, Gin Yuta, terlihat sedang duduk di sofa panjang, menghadap ke arah laut sembari menyeruput teh hangat dari cangkirnya. "Bagaimana? Apa kalian pergi ke rumah sakit?" tanya Gin begitu mendengar derap langkah kaki Eri mendekat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status