All Chapters of Madu Untuk Suamiku: Chapter 41 - Chapter 50
143 Chapters
Memperbaiki Keadaan
Mata Ustaz Subhan sedikit memicing menatap Kiyada. Diperhatikannya sang istri dari atas sampai ke bawah. “Kamu sudah salat?”Kiyada termangu, ternyata ekspektasinya terlalu tinggi. Kejutan tak terduga yang ia hadapi hari ini hampir saja membuatnya lalai akan kewajiban. “Belum, Ustaz.”Entahlah, mungkin wajah Kiyada saat ini tak ubahnya kepiting rebus. Meski ini bukan pertama kali ia melihat sang suami bertelanjang dada, tetapi dampaknya selalu tak baik bagi kesehatan jantungnya. Padahal mereka beberapa kali melakukan hal yang lebih daripada saat ini.Saat Ustaz Subhan berlalu begitu saja dari hadapannya, barulah Kiyada mengembuskan napas lega. Setidaknya sang suami masih memperhatikannya, mengingatkan ia akan kewajiban sebagai seorang muslim.Segera Kiyada meletakkan belanjaan di meja dapur, lalu membersihkan diri di kamar mandi. Waktu salat Asar hanya tersisa kurang dari satu jam, ia harus cepat-cepat melakukan semuanya.Sa
Read more
Menikmati Kebersamaan
Jika ada yang mengatakan perselisihan rumah tangga akan selesai saat di atas ranjang, tampaknya Kiyada mulai mempercayai istilah itu. Terbukti, setelah melalui malam panjang penuh kehangatan itu hubungan mereka semakin membaik.Kiyada telah menjelaskan dengan gamblang bagaimana hubungannya dengan Farhan sebelum menikah. Tak ada yang ia tutupi sedikit pun dari sang suami. Sebab kejujuran dan saling keterbukaan adalah kunci utama dalam mengarungi bahtera rumah tangga.Meski hingga kini Kiyada tak tahu siapakah orang yang mengirimkan foto dirinya bersama Farhan pada sang suami. Rasanya selama ini tak pernah memiliki musuh. Mungkinkah memang ada pihak yang menginginkan kehancuran rumah tangganya?“Saya harap kamu jangan lagi menerima tamu laki-laki jika saya tidak di rumah, apalagi saat malam hari,” pinta Ustaz Subhan dengan nada tegas.Meski ilmu agama Kiyada terbilang dangkal, tetapi sedikit banyak ia tahu bagaimana batasan pergaulan laki-laki d
Read more
Debar-Debar
“Kita pulang saja, ya?” tanya Ustaz Subhan dengan nada khawatir.“Tidak perlu. Nanti setelah minum obat juga InsyaAllah sembuh,” jawab Kiyada ragu.Ustaz Subhan termangu, rasanya ia tak tega jika harus meninggalkan Kiyada dalam keadaan seperti ini. Jika nanti terjadi sesuatu pada sang istri, maka ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Setelah memuntahkan semua isi perutnya Kiyada kembali menegakkan punggung. Ia duduk di teras indekos yang dalam keadaan sepi, seraya menarik napas panjang beberapa kali berharap rasa mual itu kian berkurang.Beruntung di dalam mobil Ustaz Subhan selalu menyediakan botol air mineral. Dengan penuh kelembutan ia membimbing Kiyada untuk meminumnya perlahan. Melihat wajah sang istri yang tampak sedikit pucat, hatinya benar-benar bimbang.“Kita ke dokter saja kalau kamu nggak mau pulang.” Putus Ustaz Subhan pada akhirnya.Kiyada terdiam beberapa saat. Rasa mualnya perlahan mer
Read more
Garis Dua
Kiyada tak tahu apakah memang ini benar-benar hasil yang ia harapkan atau bukan. Air matanya meluruh antara bahagia juga nestapa. Berbagai kemungkinan berdesakan melintasi pikirannya. Bagaimana cara ia memberitahukan hal ini pada ibu jika beliau pulang?Garis dua itu memang masih samar dan berwarna merah muda. Namun, Kiyada bukan wanita sepolos itu hingga tak tahu apa artinya. Bagaimapun cepat atau lambat ibu pasti mengetahuinya, karena kehamilan bukanlah masa yang singkat.Belum lagi kuliahnya yang pasti akan sedikit terbengkalai. Kiyada beberapa kali menarik napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. Ia harus tenang, masalah tidak akan selesai jika hanya dihadapi dengan kepanikan.Kiyada menyimpan benda berwarna putih tersebut ke dalam tasnya. Untuk saat ini dirinya pengin fokus terlebih dahulu pada kuliah. Sebab tak ingin nilainya sudah buruk di awal semester.“Saya ingin kamu bisa melahirkan keturunan untuk anak saya. Subhan itu anak tun
Read more
Kecelakaan
Selama jam pelajaran, Kiyada sama sekali tak bisa konsentrasi dengan materi yang tengah dipaparkan. Sesekali rasa mual itu datang menyapa. Ditambah berbagai macam pikiran buruk melintas tanpa mampu ia kendalikan.Mungkin ini adalah yang diharapkan Ustaz Subhan juga Ustazah Shofia, karena tujuan utama ia menjadi istri ke dua adalah untuk melahirkan keturunan. Namun, ia tak rela jika kuliahnya kembali terbengkalai begitu saja.Dulu ia terpaksa mengambil cuti yang berakhir berhenti di awal semester sebab faktor biaya, juga kondisi ibu yang sakit-sakitan. Sekarang saat kuliahnya sudah ada yang menanggung, dan ibu telah mendapatkan perawatan terbaik, kondisi yang lebih rumit datang menghampiri.“Kamu pucat banget, Ki?” Fatimah menatap Kiyada khawatir.Sore itu keduanya baru saja keluar dari kelas. Selama jam pelajaran, Kiyada berusaha mati-matian menahan mual yang tiba-tiba datang dan pergi dengan sendirinya.“Kayaknya cuma masuk angin
Read more
Keadaan Kiyada
Hari ini terasa begitu melelahkan bagi laki-laki berusia 25 tahun itu. Jadwal persiapan untuk seminar kepenulisan yang ia agendakan cukup menyita waktu. Farhan bahkan sampai rela mengorbankan jadwal bimbingan tesisnya, demi sebuah komunitas yang baru saja dirintis bersama teman-teman pegiat literasi.Menjelang Magrib Farhan memiliki janji untuk bertemu dengan salah satu dosen sastra di kampus. Motor yang dikendarainya melaju dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba dari arah berlawanan ia melihat sebuah motor ninja menyerempet seorang mahasiswi.Kejadian itu begitu cepat, hingga ia mendekat dan matanya menangkap seorang gadis yang begitu ia cintai tengah tergolek lemah. Darah segar yang membasahi pelipis juga bagian depan jilbabnya membuat Farhan kalang kabut.“Kiyada?!” Farhan berseru panik.Direngkuhnya tubuh itu dalam dekapan, lalu salah seorang memberhentikan mobil untuk meminta tolong membawa korban ke rumah sakit. Tanpa berpikir panjang, Farhan me
Read more
Menata Rasa
“Kamu sudah sadar, Ki?” Farhan tersenyum samar.Kiyada mengerjap beberapa kali, ia berusaha bangkit tetapi kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri. “Aku di mana?”“Di rumah sakit. Tadi kamu terserempet pengendara motor.” Farhan berkata lembut seraya menampilkan senyum menawannya.Suasana ruangan mendadak sunyi sepi. Baik Kiyada maupun Farhan sama-sama saling terdiam. Mengeja rasa yang belum sepenuhnya sirna. Meresapi takdir yang terasa getir, juga mengubur mimpi yang terlanjur membumbung tinggi. Namun, bagaimanapun semua adalah rencana terindah dari-Nya. Allah adalah sebaik-baik perancang skenario kehidupan. Tak ada doa yang sia-sia, segala semoga pasti memiliki jawabannya. Tugas kita adalah menjalani semua dengan sebaik-baik penerimaan.Sedih juga kecewa pasti ada, itulah yang coba diredam oleh Kiyada juga Farhan. Sebab hidup harus terus berjalan. Masa lalu bukan untuk diratapi, cukup lah sebagai pengingat diri. Bahwa semua tak lagi sama.
Read more
Menurunkan Ego
Salah satu perang terhebat adalah perang melawan ego. Mengendapkan hawa nafsu yang kerap membelenggu. Saat Farhan memberi kabar bahwa Kiyada mengalami kecelakaan, Jihan tak berniat ambil pusing. Ia masih belum mampu berdamai dengan kenyataan.Bagi Jihan, Kiyada adalah salah satu penyebab sang kakak sering murung. Andai Kiyada menolak tawaran untuk menjadi madu dari kakaknya, pasti Shofia tetap menjadi istri tunggal. Tak harus memendam kecemburuan sebab dipoligami.Namun, nuraninya sebagai sesama manusia terketuk. Jihan berusaha sekuat tenaga membuang egonya sebagai manusia lemah. Bagaimanapun Kiyada adalah bagian dari keluarga sang kakak. Terlepas dari kehadirannya yang tak diharapkan oleh Jihan.“Kamu jangan membenci Kiyada, Dek. Dia itu yatim sejak dalam kandungan.” Ungkapan Shofia beberapa bulan lalu kembali terngiang.Akhirnya setelah meruntuhkan segala kebencian juga kekecewaan, di sini lah Jihan berada sekarang. Mendatangi wanita y
Read more
Gamang
Mata teduh itu menatap Kiyada dari jarak beberapa meter. Di belakangnya Jihan berdiri dengan ekspresi yang sulit diartikan. Farhan tersenyum ke arahnya seraya mengangguk sekilas.Harusnya saat ini Kiyada bahagia bukan? Sosok yang ia harapkan telah datang ke sini. Namun, sudut hatinya masih saja terasa nyeri saat melihat luka di balik tatapan teduh itu. Jika tadi tak ada Farhan, Kiyada tak tahu bagaimana keadaannya sekarang.“Kamu tidak apa-apa?” Suara Ustaz Subhan mengalihkan perhatiannya.Kiyada menggeleng pelan. Walau kepalanya masih sedikit terasa nyeri, tetapi sungguh itu tak sebanding dengan nyeri di hatinya. Kiyada akan lebih bersyukur jika Farhan membencinya, daripada harus bermuka dua. Meski di luar seolah terlihat baik-baik saja, tetapi Kiyada tak terlalu bodoh hanya untuk melihat wajah sendu di balik senyumnya yang dulu menjadi candu.“Besok kalau sudah boleh pulang, kamu langsung pulang ke rumah, ya?”“Iya,” lirih Kiyada seraya mengangguk pelan. Kini ia fokus menatap suami
Read more
Perjalanan Takdir
“Usia kandungan telah memasuki minggu ke empat,” ucap bidan paruh baya saat pertama kali Kiyada memeriksakan kandungannya.Dada Kiyada kembali berdebar hebat. Ia tak pernah menyangka akan segera menjadi ibu di usianya yang baru saja memasuki 20 tahun. Meski sebelumnya hasil test pack menunjukkan dua garis merah, tetapi mendengar kepastian dari bidan membuat perasaannya haru bercampur khawatir.Besok ia berencana akan pulang ke rumah dan memberi kejutan kabar bahagia ini kepada Ustaz Subhan. Tak sabar rasanya Kiyada ingin melihat ekspresi sang suami. Dalam beberapa film yang ia lihat, laki-laki selalu bahagia saat mendapat kabar hamil pertama dari istrinya.Namun, rencana yang telah ia susun rapi harus kandas begitu saja. Kejutan yang telah ia persiapkan terbengkalai sebab musibah yang dialaminya. Ustaz Subhan justru mendengar kabar kehamilan Kiyada dari orang lain.Kini di hadapannya Jihan tengah berdiri memandangnya dengan tatapan memohon.“Ustazah Shofia meminta saya untuk menjadi m
Read more
PREV
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status