Semua Bab BAYI TETANGGA MIRIP SUAMIKU: Bab 41 - Bab 50
59 Bab
"Pergi, Mas!"
Tak berselang lama, bapak dan ibu datang. Mereka langsung mendekat padaku yang masih terbaring lemah. “Maafkan kami datang terlambat ya, Nak!” ujar ibu merasa bersalah. “Enggak apa-apa kok, Bu!” aku membesarkan hati ibu. “Apa sudah ada yang adan untuk bayimu?” timpal bapak. “Sudah, Pak. Tadi anaknya Bu Erna yang adan,” jawabku jujur. Bapak menganggukkan kepala lalu keluar ruangan. Mungkin dia mau berterima kasih sama Bu Erna.“Selamat ya, Re! Bayinya cantik kayak kamu,” ucap Bu Erna yang baru saja masuk.“Iya, Bu.” Aku melempar senyum pada perempuan paruh baya yang sudah mengorbankan waktunya untukku, “ Terima kasih ya ibu sudah menolongku,” “Kamu itu sudah ibu anggap sebagai anak sendiri, jadi sudah seharusnya aku ada di sini,” jawabnya. Ya. Bu Erna memang sangat baik padaku. Dia sudah seperti orang tua kedua bagiku. Saking sayangnya aku sering dikasih sesuatu sama mereka.“Alhamdulillah, saya senang dengarnya, Saya juga berterima kasih karena ibu sudah sangat baik sama Rere,
Baca selengkapnya
Lagi.
“Buka pintunya, Dek! Kita bicara baik-baik!” Mas Reyhan berteriak sambil terus menggedor-gedor pintu. Namun, aku abai. Apanya yang mau dibicarakan?“Ayolah, Dek! Jangan seperti anak kecil. Buka pintunya. Aku juga ingin bertemu anak kita.” Lagi. Suamiku kembali berteriak memohon. Ah! Masa bodoh! Hati ini sudah terlanjur kecewa. “Oek... oek... oek...” Rupanya teriakan Mas Reyhan telah mengganggu tidur Hanin. Gegas aku menyeka air mata lalu bangkit dan menyusui anakku. “Tidur yang lelap ya, Nak! Jangan pedulikan suara ayahmu,” bisikku. Meski telah kususui, tapi Hanin tetap saja menangis. Akhirnya aku menimangnya berharap meredakan tangisnya. Akan tetapi tangisnya tak kunjung mereda. Huh! Teriakan Mas Reyhan mengganggu saja!“Buka pintunya, Re! Biar ibu yang menimang. Siapa tahu mau diam.” Teriak ibu dari balik pintu. Entah sejak kapan dia datang. Jika ibu yang meminta rasanya aku sulit menolak. Toh, suara Mas Reyhan sudah tak terdengar lagi. Gegas aku memutar anak kunci lalu membuk
Baca selengkapnya
MENGADU
Aku duduk melangut di teras rumah. Merutuki hidup yang mulai terasa berat. Kemarin Mas Reyhan benar-benar pergi menemani Elin padahal yang aku inginkan dia tetap tinggal. Apa dia tak peka dengan perasaanku?Ah! Aku tak boleh secengeng ini. Untuk apa memikirkan orang yang tak peduli denganku. Lebih baik aku mulai menyelidiki semuanya. Aku beranjak ke dalam lalu segera kembali setelah mengambil ponsel. Membukanya, mencari kontak dengan nama ‘Angga’ kemudian menghubungi suami Elin. “Halo, Re! Tumben menelepon, ada apa?” tanya suara dari seberang sana. “Em... enggak, Mas. Ingin tanya kabar saja,” sahutku kaku. Selama ini kami tak cukup dekat. Bicara juga hanya seperlunya saja. Itu kulakukan demi menjaga perasaan Elin. Namun, Elin justru tak menjaga perasaan ini. “Oh... aku baik, Re. Kamu sendiri bagaimana? Apa sudah lahiran?” tanyanya kemudian. “Alhamdulillah, Mas. Baru hari kemarin,” jawabku. “Selamat ya, Re. Maaf belum sempat ke situ. Besok kalau enggak sibuk aku bakal jenguk kep
Baca selengkapnya
ELIN DATANG
Seminggu setelah bersalin aku masih tetap tinggal di rumah ibu. Pun dengan Mas Reyhan. Sejak tinggal di sini suamiku tak pernah lagi keluar malam. Meskipun dia jarang membantuku mengurus Hanin, tapi setidaknya dia tak menemui Elin.Seperti biasa setiap pagi aku berjibaku di dapur. Membantu ibu memasak juga mencuci pakaian. Tak enak rasanya jika aku berpangku tangan sedangkan ibu kelelahan mengurus rumah. Saat sedang menyapu kamar aku mendengar suara motor berhenti di halaman rumah. Kutinggalkan pekerjaan ini karena penasaran siapa gerangan yang datang. Setelah membuka pintu, aku tersentak kaget saat mengetahui bahwa Elin yang datang. “Berani juga dia datang ke sini,” batinku. “Selamat ya, Re. Kamu sudah menjadi ibu,” ucap Elin berusaha memelukku, tapi aku menghindar. “Maaf! Reyhan enggak ada di rumah. Nanti malam saja datangnya,” sindirku. Elin memicingkan mata seperti bingung dengan ucapanku. “Aku ke sini mau ketemu kamu dan anakmu, Re. Bukan Reyhan,” jawab Elin.“Jangan bohong
Baca selengkapnya
BUKTI
Sudah hampir setengah bulan aku dan Mas Reyhan tinggal di rumah orang tuaku. Sebenarnya suamiku beberapa kali mengajakku pulang ke rumah, tapi aku selalu menolak dengan alasan biar ada yang menemani kalau di tinggal kerja. Meski sekarang Mas Reyhan tak pernah keluyuran, tapi hubungan kami tak kunjung menghangat. Dia lebih sering menghabiskan malam dengan bermain ponsel di teras ketimbang menemaniku atau Hanin. Jika dipikir-pikir hubungan ini sudah tak sehat. Pernikahan bukan hanya soal nafkah lahir ataupun batin, tapi juga ada hati yang harus dijaga. “Dek, nanti malam aku mau ke rumah Elin ya. Bapaknya lagi sakit. Tak enak kalau tak jenguk. Boleh kan?” ungkap Mas Reyhan sepulang kerja. Aku terkejut mendengar ucapan suamiku. Selama ini orang tua Elin sangat baik terhadapku. Tentu saja aku khawatir dengan keadaannya.“Sakit apa, Mas?” tanyaku balik.“Enggak tahu. Tadi Elin yang kabari, katanya sudah ada seminggu bapaknya tinggal di rumah Elin” jawab Mas Reyhan.“Kalau begitu aku iku
Baca selengkapnya
FAKTA MENGEJUTKAN
Aku mondar-mandir di dalam kamar, gelisah menunggu Mas Angga datang. Rasanya sudah tak sabar memergoki langsung kelakuan suami dan sahabatku. Hanin sudah kudandani, aku juga sudah berganti pakaian. Setidaknya pakaian yang luwes untuk bepergian.Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat terdengar deru mesin berhenti di depan rumah. Gegas aku keluar karena yakin itu pasti Mas Angga yang datang. Benar saja. Saat sampai di depan, Mas Angga tampak terburu-buru keluar dari mobil lalu mendekat pada ibu yang lebih dulu ada di teras. “Assalamu alaikum,” ucap Mas Angga. “Waalaikum salam, Nak Angga kok sendirian. Elin mana?” Ibu menatap heran pada Mas Angga. “Iya, Bu... Habis dari kerjaan langsung mampir sini mau jemput Rere,” jawab Mas Angga. “Jemput ke mana?” cecar ibu penuh selidik. Mas Angga tampak kebingungan dengan pertanyaan ibu.“Anu, Bu... bapaknya Elin sakit. Jadi aku mau jenguk dia,” sambarku cepat. Mau tak mau aku berbohong pada ibu. Ah! Tidak. Yang bilang bapaknya Elin sakit
Baca selengkapnya
PENGAKUAN REYHAN
“Kamu dengar sendiri kan, Re? Aku tak mungkin menikam kamu. Dikhianati itu sangat sakit. Makanya aku enggak mau selingkuh apalagi dengan suami sahabatku sendiri.” Ucap Elin kemudian. Aku tertunduk tak menyahut. Rasanya sangat malu dengan kebodohanku.Sejenak hening menyelimuti kami. Pikiranku hanya dipenuhi oleh sesal karena sudah menuduh sahabat sendiri. “Maafkan aku, Lin.” Setelah memupuk keberanian, aku mendekat pada Elin lalu memeluk tubuhnya. “Iya, aku tahu posisimu. Jika aku jadi kamu, aku juga akan berbuat hal yang sama.” Elin mengelus punggungku menenangkan. Aku semakin merutuki kebodohanku yang gegabah. “Nanti kalau Reyhan datang, kita paksa dia buat berbicara. Biar semuanya jelas,” usul Mas Angga. Aku dan Elin mengangguk setuju. Mas Reyhan harus menjelaskan kenapa dia berkhianat dan mengkambing-hitamkan Elin. Suasana terasa sunyi. Sesekali Elin dan suaminya mengajakku mengobrol, tapi aku hanya menanggapi sekedar saja. Pikiranku lebih didominasi oleh kemarahan pada Mas
Baca selengkapnya
KESAKSIAN BU ERNA
“Bagaimana keadaan bapaknya Elin, Re?” tanya ibu saat kami sampai rumah. Aku melirik sekilas pada Mas Reyhan yang terlihat gusar. “Enggak apa-apa, Bu! Sekarang sudah membaik,” jawabku kemudian. Mas Reyhan mengembuskan nafas lega saat aku menutupi kebohongannya. Bukan! Aku bukan perempuan bodoh yang takut kehilangan suami. Hanya saja aku tak ingin ibu tahu apa yang sedang terjadi padaku. Aku ingin menyelesaikan permasalahan ini sendiri. “Syukurlah... ya sudah sana kalian istirahat dulu, kasihan Hanin,” perintah ibu. Aku mengangguk setuju lalu segera masuk beriringan dengan Mas Reyhan. Sesampainya di kamar, gegas kubaringkan Hanin pada bok bayi. Aku tersenyum menatap anakku yang terlelap. Dialah yang mampu membuat tegar saat badai tengah menerpaku.“Terima kasih ya, Dek, kamu sudah menyembunyikan semua dari ibu,” ucap Mas Reyhan yang tengah duduk di dekat meja rias. “Iya, namanya juga suami, sudah kewajibanku harus menutupi aibnya,” jawabku berusaha tersenyum. Aku beranjak mendek
Baca selengkapnya
REYHAN MENGIGAU
Aku mondar-mandir keluar masuk rumah dengan perasaan gelisah. Sesekali melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan lebih. Belum sehari kembali ke rumah, Mas Reyhan sudah pulang telat. Apa jangan-jangan dia sedang berdua dengan perempuan yang diceritakan Bu Erna?Hati ini semakin gundah membayangkan semua itu. Antara marah dan sabar berebut menguasai perasaan, tapi pada akhirnya kemarahan yang muncul sebagai pemenang. Tak berselang lama akhirnya terdengar deru mesin mobil berhenti di halaman rumah. Setengah berlari aku menuju sumber suara tersebut. “Kok baru pulang, Mas! Dari mana saja?” cecarku setelah Mas Reyhan turun dari mobil. Mas Reyhan menatap sekilas padaku kemudian membuang pandangan. “Tadi mobilnya mogok di jalan,” jawabnya. “Kenapa enggak kasih kabar? Aku beberapa kali menghubungi juga ponselmu enggak aktif.” Aku memindai wajah suamiku. Sepertinya dia sedang tak jujur. “Ponselnya ngedrop,” jawab suamiku lalu beranjak masuk tanpa memedulikan aku yang masi
Baca selengkapnya
KECEWA
Waktu terasa lambat berjalan. Aku sudah tak sabar ingin segera bertemu Elin untuk mencecarnya. Semoga tak ada yang dia sembunyikan dariku. “Re...” Aku bersemangat saat mendengar suara Bu Erna memanggilku. “Iya, Bu,” sahutku lalu bergegas keluar menemuinya. “Kamu sudah siap kan?” tanya Bu Erna yang berdiri berjajar dengan anaknya. “Iya.” Aku menatap Daffa yang tampak sudah rapi. Berusaha mencari tahu apakah dia keberatan atau tidak. Dari senyum yang tergambar, dia sama sekali tak keberatan. “Hanin mana?” tanya Bu Erna kemudian. “Lagi tidur, Bu,” jawabku. “Ya sudah, sana kalian berangkat. Biar ibu yang jaga Hanin,” perintah Bu Erna. “Yuk, Mbak!” ajak Daffa lalu berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman rumahnya. “Terima kasih banyak ya, Bu.” Aku beranjak mengekori Daffa. Sebenarnya aku tak enak hati pergi dengan laki-laki yang bukan suami atau saudara. Namun, semua terpaksa. “ Hati-hati di jalan,” teriak Bu Erna. “Iya,” jawabku semakin mempercepat langkah karena mendeng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status