All Chapters of BAYI TETANGGA MIRIP SUAMIKU: Chapter 31 - Chapter 40
59 Chapters
Pembantu baru
Aku bisa sedikit bernafas lega karena pada akhirnya bapak merestui hubunganku dan Mas Angga. Kami akan segera menikah setelah surat-suratnya lengkap. Urusan restu calon mertua, itu pikirkan nanti saja. Pagi ini aku telah sampai di ruko. Tadi meminjam motor bapak untuk berangkat. Rasanya sudah tak sabar ingin berbagi kebahagiaan dengan Rere sahabatku. Semalam dia sudah menelepon menanyakan kelanjutan cerita cintaku, tapi aku tak menjawab. Aku memilih bercerita saat bertemu saja. Aku langsung menyambut saat Rere turun dari motor. Perempuan yang sudah seperti saudara bagiku itu menatap heran karena jarang sekali aku berangkat sepagi ini, apalagi semalam aku menginap di rumah orang tuaku. “Tumben kamu berangkat pagi banget, Lin?” tanya Rere. “Iya dong! Kalau kesiangan entar Rezekinya dipatok ayam!” kelakarku. “Ah! Bisa saja kamu.” Rere melepas helmnya lalu meletakkan di atas jok motor. Setelahnya, dia menjaja
Read more
PEREMPUAN BERNAMA SHELLA
Hari-hari yang kulewati terasa indah sejak bapak dan ibu merestui hubunganku dan Mas Angga. Rasanya sudah tak sabar menanti Mas Angga menghalalkanku sebagai istrinya. Duduk bersanding mengikat janji suci di depan penghulu. Meskipun nanti tanpa kehadiran ibu mertua, tapi tetap saja membuatku bahagia.Seperti biasa, aku melakukan rutinitas pekerjaan dengan hati senang. Bekerja dengan ikhlas demi masa depan. Jika sudah besar nanti, aku dan Rere tak perlu lagi ikut bekerja langsung di toko ini. Hanya tinggal mengawasi saja. Saat menjelang tengah hari aku dan Rere bergantian istirahat dengan karyawanku. Ini kulakukan agar tetap ada yang berjaga meski jam-jam seperti ini biasanya sepi pembeli. “Cari makan dulu yuk, Re!” ajakku. “Yuk! aku juga sudah lapar,” sahut Rere. Kami berdua langsung beranjak keluar dari toko. Baru saja sampai di emperan, aku dikejutkan dengan kehadiran sosok Bu Yuli. Di sampingnya, seorang peremp
Read more
HATI REYHAN
Seperti janjinya, sore ini Mas Angga datang menemuiku di toko. Aku menyambut kedatangannya dengan hati girang. Bagaimana tidak, sudah lebih dari satu minggu kami hanya saling menyapa lewat suara. Pastinya, rindu di hati semakin menjadi. “Apa kabar, Lin?” Mas Angga menyapa sesaat setelah kami saling berjabat tangan. Sebenarnya, aku ingin memeluknya, tapi karena di tempat umum, kuurungkan niatku. Toh, tak lama lagi kami akan lebih ketimbang sekedar berpelukan. “Baik, Mas! Kamu sendiri?” balasku. “Aku baik juga. Alhamdulillah, surat-surat juga sudah beres semuanya.” Laki-laki itu melempar senyum lalu menunjukkan beberapa lembar kertas yang kami butuhkan sebagai persyaratan menikah. Aku melihatnya sejenak lalu mengembalikan padanya. Dia pun kembali menyimpan kertas-kertas itu ke tas yang dia bawa. “Ke rumahmu yuk! Aku mau bertemu orang tuamu,” ajak Mas Angga. Aku mengangguk penuh semangat lalu segera ber
Read more
Sebuah keputusan
Aku mematut diri di depan cermin, memindai wajah yang baru selesai dipoles sedemikian rupa hingga aku nyaris tak mengenali wajahku. Kebaya putih yang melilit tubuh, membuatku semakin terlihat langsing.Aku tersenyum puas melihat dandananku, hingga menampakkan barisan gigi putih bersih, kontras dengan warna lipstik merah menyala yang memoles bibir. Dari pantulan kaca cermin, kulihat Rere mendekat padaku sembari tersenyum lalu menepuk bahuku.“Kamu cantik sekali, Lin!” puji sahabatku. Aku tersenyum bangga tanpa menoleh. Kembali memindai wajah yang sedikit merona merah karena sanjungan.Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Mas Angga-lelaki yang menjadi pilihan hatiku. Meski tanpa restu ibunya, kami tetap melangsungkan pernikahan. Reyhan-lelaki yang sempat mengganggu pikiran, bayangannya kutepikan dari hati. Tak sepatutnya jika aku berpaling di saat menjelang pernikahan. Biar saja kisah yang tak s
Read more
Mereka Minta Maaf
Tiga hari setelah resepsi pernikahan, aku dan Mas Angga berencana menempati rumahku. Itu kami lakukan agar lebih dekat saat nanti pergi ke ruko. Meski masih terhitung bulan madu, tapi toko tak boleh diabaikan. Jangan pikirkan apa yang kami lakukan beberapa hari ini. Selain memadu kasih, kami juga berandai-andai tentang masa depan. Menimbang baik buruk setiap rencana. Matahari belum terlalu tinggi saat kami berpamitan pada bapak dan ibu. Sebenarnya mereka meminta tinggal lebih lama, tapi karena urusan pekerjaan, kami tak menyanggupi. “Nak Angga, Ibu titip Elin ya. Dia itu masih kekanak-kanakan. Jadi kamu mesti sabar,” pesan ibu saat kami berpamitan. “Iya, Bu!” Suamiku mengangguk sembari tersenyum tenang. “Kalau sedang ada masalah, selesaikan dengan kepala dingin. Jika Elin sedang marah, kamu harus menenangkannya. Begitu juga sebaliknya.” Bapak ikut memberi wejangan pada kami. Meski dia berbicara sambil tersenyum, tapi
Read more
POV REYHAN
POV. REYHANAku tersentak kaget saat tiba-tiba Pak Agus-orang tua dari Elin memintaku menjadi menantunya. Jujur, aku memang masih menyimpan rasa untuk Elin. Hati ini berbunga-bunga karena pada akhirnya mimpiku selama ini akan terwujud. Meski saat ini Elin menyandang status janda cerai, itu tak masalah bagiku. Sebab cintaku tulus padanya. Beberapa kali aku datang menemui Elin, tapi perempuan itu tetap tak mau menemuiku. Usut punya usut, ternyata dia menolak perjodohan ini. Untuk kedua kalinya harapan membina rumah tangga dengan Elin harus pupus. Sebagai pencinta sejati, Aku tetap berusaha membantu Elin mengejar cintanya. Meski hatiku perih, kucoba untuk abai. Aku sempat merasa ada harapan saat mengetahui Elin tak mendapat restu calon mertuanya. Sayangnya harapan itu tak bertahan lama karena Angga bertekad menikahinya meski tanpa restu orang tua.Pada akhirnya Elin akan menikah dengan Angga-lelaki yang mampu mendapa
Read more
AKHIR (SESI 1)
Aku tersenyum bahagia saat melihat dua buah garis merah tertera pada benda pipih yang baru saja kugunakan. Setengah berlari aku menghampiri suamiku yang sedang asyik menikmati kopi di teras. “Ada apa, Dek! Kok lari-lari begitu?” Mas Angga menatap heran ke arahku. “Aku punya kabar gembira buat kamu, Mas!” ucapku dengan tangan di belakang untuk menyembunyikan testpack yang baru saja kugunakan. “Kabar apa?” Mas Angga terlihat bingung, tapi dia tetap tersenyum. “Tara....” Dengan wajah berseri, aku menunjukkan benda pipih di genggamanku. Tanpa menunggu lama, suamiku langsung menyambar lalu mengamati testpack di tangannya. Sebuah senyum merekah sempurna di wajah laki-laki yang dua bulan lalu resmi menjadi suamiku. “Kamu hamil, Dek!” teriak Mas Angga girang. Sebuah binar kebahagiaan terpancar jelas dari mata suamiku. Kami memang sudah menantikan hal ini. Aku hanya mengangguk tanpa berucap.
Read more
KECEWA ( SEASON 2)
Cerita ini akan di tulis dari sudut pandang berbeda, di mana Rere akan menjadi pemeran utama. Bayi tetangga mirip suamiku sesi 2“Mau pergi lagi, Mas?” Aku mendesah kecewa melihat suamiku menyambar kunci mobil. Belum genap satu jam ada di rumah, Mas Reyhan sudah mau pergi lagi. Akhir-akhir ini dia selalu begitu, pulang kerja, mandi, makan lalu pergi lagi. “Iya, kasihan Elin enggak ada yang menemani. Dia lagi butuh support,” sahutnya sambil terus berjalan. Aku mengikuti di belakang menahan kesal, merasa tak lagi diperhatikan. “Aku juga butuh teman, Mas! Enggak cuma Elin!” Aku mengelus perut buncit ini, berusaha menguatkan hati. Mas Reyhan menghentikan langkahnya saat sampai di teras. Dia membalikkan tubuh berhadapan denganku. “Aku tahu, tapi Elin lebih butuh teman. Kamu tahu sendiri keadaannya kan!” Kuhela nafas dalam-dalam untuk menghilangkan sesak yang mulai menyeruak.
Read more
Penolakan
Lamat-lamat kudengar bunyi pintu yang digedor berkali-kali seiring suara Mas Reyhan memanggil namaku. Aku membuka mata mencoba mengumpulkan kesadaran yang sempat bubar di alam mimpi. Kulirik jam beker di meja sebelahku, waktu telah menunjuk pukul 12 lewat sedikit.“Ah! Selalu saja pulang larut,” gerutuku. Setengah terpaksa aku bangkit menuju sumber gaduh di depan. Mas Reyhan berdiri dengan wajah kesal setelah aku membuka pintu. “Nyenyak banget tidurnya,” Sindir Mas Reyhan. “Maaf, Mas! Mungkin bawaan si jabang bayi, “ jawabku.Dia tak menyahut lalu melangkah ke dalam tanpa peduli denganku. Aku mengunci pintu kembali kemudian menyusulnya ke kamar. Kulihat suamiku langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Aku pun turut berbaring di sebelahnya. “Mas!” Aku memiringkan tubuh menghadap suamiku, tapi agak kesusahan. Perut yang sudah besarlah penyebabnya
Read more
SUAMI MACAM APA KAMU, MAS!
Aku masih berada di teras saat sang mentari hampir tenggelam di ufuk barat. Duduk, mondar-mandir lalu duduk kembali. Sudah puluhan kali aku menghubungi Mas Reyhan, tapi tetap juga tak diangkat. Elin juga kuhubungi, tapi nomornya tidak aktif. Sejak siang tadi perutku rasanya sangat mules. Bayi dalam rahimku seperti meronta mengajak kontraksi. Aku cemas karena sampai saat ini Mas Reyhan belum juga mengangkat teleponnya. Bagaimana kalau nanti aku melahirkan? Siapa yang akan menemani? “Sudah hampir magrib, Re! Enggak baik perempuan masih ada di luar rumah apalagi sedang hamil kayak kamu.” Aku terkejut saat sebuah suara yang sangat kukenal tiba-tiba menyapaku. Refleks aku menoleh pada sumber suara tersebut. Benar saja. Bu Erna-tetangga sebelah rumah yang menyapaku. “Iya, Bu. Ini lagi menunggu Mas Reyhan pulang,” jawabku tergagap.Tadi pagi Mas Reyhan sudah pamit mau menemani Elin ke dokter, jadi aku cuma berharap semoga rencana mereka batal.“Di dalam saja menunggunya,” saran tetanggaku
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status