Semua Bab Payung Merah: Bab 21 - Bab 30
42 Bab
Bab 19
Tika mengerjapkan mata, seketika ngilu terasa di sekujur tubuhnya. Meski begitu, senyumnya merekah. Rasa sakitnya setimpal dengan apa yang dia peroleh, menjadi kekasih Axel. Pria yang amat disukainya.  "Pasti, Rose akan kaget setengah mati kalau aku memberitahunya soal ini," senyum Tika makin terkembang membayangkan raut Rose. "Tapi, Axel tidak menginginkan hubungan kami diketahui."  Tika menghela napas, lalu perlahan bangun dari posisi tidurnya. Tika mengecek ponselnya yang disimpan di nakas dekat tempat tidur. Ada panggilan dari Rose.  "Baru saja aku memikirkan anak itu, ternyata dia langsung menelepon," gumam Tika sebelum menggeser tombol hijau pada layar ponsel. "Tika, aku kangen banget sama kamu tau." Suara khas Rose langsung terdengar nyaring dari seberang. "Rose, nanti orang salah paham kalau mendengar ucapanmu," protes Tika. "Tika, sejak kapan kau peduli ucapan orang." "Sejak sekarang." "A
Baca selengkapnya
Bab 20
" Tika, kamu udah tau belum?""Tau apa?" Tika menatap Rose dengan rasa penasaran. "Bakalan ada karyawan baru. Semuanya cowok."  Rose menyeringai."Trus?" tanya Tika acuh."Artinya bakalan ada pemandangan baru," Rose tersenyum genit."Astaga, Rose. Aku kira apa. Tapi aku penasaran, ko kamu bisa tau ya?" "Tentu aja aku tau. Aku kan punya teman di SDM." Rose menjawab bangga."Oh, iya. Aku lupa." "Tika, kamu kok reaksinya gitu?" ucap Rose sambil cemberut."Terus, aku harus gimana Rose?"Tika mencubit pipi Rose gemas."Ya, kamu setidaknya bisa lebih antusias."Tika menghela napas, "Rose, kalau ada pegawai baru, itu artinya pekerjaanku bertambah. Aku harus menjadi supervisor mereka dan membimbing mereka. Itu merepotkan sekali." Tika merengut membayangkan pekerjaan yang akan dia hadapi nantinya.Rose menepuk dahinya, "ya, ampun, Tika. aku baru ingat. Kau yang paling muda, jadi kalau ad
Baca selengkapnya
Bab 21
Tika tak berhenti mengulum senyum. Tadi pagi Axel mengjaknya sarapan sebelum berangkat ke kantor. Tika benar-benar tidak menyangka, memiliki seseorang yang dia cintai akan membuat hidup menjadi begitu berwarna juga lebih bersemangat. "Pasti kau sedang bahagia ya?" suara Reino membawa angan Tika kembali. "Ah, ya. Bisa dibilang begitu," jawab Tika sambil tersenyum. Reino mengangguk, lalu mengulurkan segelas kopi yang tadi dibelinya. "Aku tidak tahu, kau suka apa, tapi aku membeli ini tadi." "Wah, kau sangat pandai mengambil hati, ya. Terima kasih." Tika mengambil kopi dari tangan Reino. "Nggak masalah." Reino lalu berjalan menuju mejanya. Tak lama Mike datang. "Hai, Tika. Hari ini kita akan belajar apa?" tanya Mike tanpa basa-basi. "Hari ini aku akan ajak kalian ke salah satu subkontraktor kita, lalu nanti malam aku akan traktir kalian makan. Ucapan selamat datang." "Wah, Tika, kau senior yang baik ya," celetuk Rose yang mendengar percakapan mereka. "Bukankah kau juga melakukan
Baca selengkapnya
Bab 22
"Kamu yakin kita perlu melakukan penculikan?" seorang pria yang tengah menghisap rokok kretek bertanya pada rekannya. "Aku sangat yakin. Kita perlu mengkonfirmasi perasaan Axel terhadap gadis itu sekaligus mengorek keterlibatannya pada peristiwa malam itu." "Tapi, bagaimana kalau Laura mengetahui perbuatanmu ini? Bukankah nanti dia akan curiga?" "Laura sedang berada di Swiss, kalaupun dia tahu, aku bisa memberikan banyak alasan padanya." "Jadi, apa rencanamu?" "Kita akan culik dia di depan Axel, lalu kita interogasi. Kita harus membuat gadis itu mengingat kembali kenangan saat malam terakhirnya di New York," ucap lelaki itu sambil tersenyum licik. "Aku mengerti. Kau ingin membuat gadis itu takut pada Axel, bukan?" "Tepat. Kita tidak punya banyak waktu. Axel harus segera masuk dalam jebakan atau dia bahkan Laura menyadari kejadian yang sebenarnya." "Tapi, bukankah agak kejam melibatkan seorang gadis di dalamnya?" tanya lelaki kretek. "Kenapa? Kau mulai merasa kasihan?" "Ah, ti
Baca selengkapnya
Bab 23
Rintik hujan menyambut Tika saat dirinya keluar dari dalam taksi. Awalnya Axel menawari untuk menjemput Tika, tapi dia bersikeras untuk datang sendiri ke tempat pertemuan. Tika ingin merasakan kencan yang biasa tanpa kemewahan ataupun fasilitas yang berlebihan. "Ax, aku ingin berangkat sendiri seperti wanita lain," ucap Tika saat Axel menawarkan untuk menjemput Tika."Tika, banyak juga wanita lain yang dijemput oleh kekasihnya saat pergi berkencan," sanggah Axel."Iya, aku tau. Tapi, Ax, aku beneran ingin pergi sendiri. Aku ingin merasakan debaran selama perjalanan menemuimu." Tika tetap ngotot, bahkan dia mengubah suara dan mimik mukanya demi membujuk Axel.Axel yang melihat kekasihnya begitu menggemaskan saat bersikap manja membuatnya luluh, "Baiklah, Nona muda. Aku kabulkan permintaanmu.""Terima kasih, Axel. Aku tidak akan mengecewakanmu." Tika mengatakan itu dengan hati riang. Dia sudah bertekad akan tampil secantik mungkin apalagi Axel
Baca selengkapnya
Bab 24
"Rei, tolong cepat atau kita akan kehilangan jejak Tika!" perintah Axel pada Reiden usai mereka menemukan lokasi Tika melalui pelacak yang diletakkan pada sepatu Tika. "Axel, ini sudah kecepatan paling maksimum. Aku takut kalau lebih cepat dari ini, kita sudah lebih dulu mati karena kecelakaan sebelum berhasil menemukan Tika," ujar Reiden seraya tetap fokus dengan jalanan yang dilaluinya. "Baiklah, baiklah. Apakah masih jauh?" "Tidak, di persimpangan depan, kita belok ke kanan. Disitu pelacaknya terdeteksi." "Oke. Semoga mereka tidak menyadari keberadaan pelacak itu,"harap Axel. Sayangnya, harapan itu harus kandas. Saat mobil yang membawanya dan Reiden sampai pada titik, yang ditemukan hanyalah sepasang sepatu yang tadi Tika pakai. Para penculik sepertinya menyadari bahwa di dalam sepatu itu terdapat pelacak dan memilih meninggalkannya untuk mengecoh pengejar. Axel mengangkat sepatu Tika lalu memeluknya. "Sial!" pekik Axel.&nbs
Baca selengkapnya
Bab 25
"Axel, axel, aku dapat rekaman kamera dasbor dari mobil yang kebetulan berada di jalan yang sama dengan mobil yang membawa Tika," ucap Reiden buru-buru pada Axel. Wajah Axel yang kusut setelah semalam suntuk tidak tidur karena harus melihat semua rekaman CCTV bahkan kamera dasbor mobil berubah lebih cerah. Bahkan senyum simpul mulai tampak di sana, "Benarkah? Tolong perlihatkan padaku!" Axel berjalan menuju ke tempat Reiden berada. "Lihat! Bukankah itu mobil yang membawa Tika? Platnya sesuai yang kita ingat," ujar Reiden senang. "Kamu benar. Di daerah mana ini?" "Sepertinya mengarah ke daerah di sekitar gunung Michellin." "Baiklah, ayo lekas kita kesana!" Axel langsung bergegas menuju pintu. Reiden mengikuti dari belakang. Dia merasa bersyukur akhirnya memiliki titik terang. Dia belum tidur sejak Tika menghilang meskipun tubuhnya terasa sangat lelah dan mengantuk. Namun, Reiden tahu, Axel pasti yang paling menderita jadi dia tidak protes."Rei, biar aku yang membawa mobil." Axel
Baca selengkapnya
Bab 26
"Bagaimana kondisi kekasih saya dok?" cerca Axel pada pria berjas putih yang baru saja memeriksa kondisi Tika. "Dia baik-baik saja, lukanya tidak parah dan sudah diobati," jelas sang dokter. "Tapi kenapa dia belum bangun dok? Sudah hampir 10 jam dia pingsan." Suara Axel masih penuh kecemasan. "Itu hal wajar, Pak. Nona Tika baru saja mengalami kejadian yang traumatis, sehingga tubuhnya ingin beristirahat. Saat cukup beristirahat, saya yakin dia akan bangun." Sang dokter menjelaskan dengan penuh pengertian. Axel tak mampu berkata-kata lagi setelah mendengar penjelasan dokter sebab semua yang dikatakan sang dokter benar. Tika mengalami kejadian yang buruk, kondisi psikologisnya pasti terganggu. "Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Pak," pamit sang dokter seraya berlalu meninggalkan Axel. Sepeninggal sang dokter, Axel terpekur memandang wajah Tika. Wajah itu terlihat damai saat tidur seperti ini. Axel menghela napa. "Setidaknya, kau bisa sejenak melupakan kejadian menyakitkan itu, T
Baca selengkapnya
Bab 27
"Tika, apa yang terjadi sama kamu? Kenapa kamu sampai masuk rumah sakit?" cerca Rose saat menjenguk Tika di rumah sakit."Ceritanya panjang, Rose, bingung mau darimana mulainya," jawab Tika."Ih, kamu, ya. Aku mau tahu ceritanya tau," rengek Rose."Umm, aku nggak kuat mau cerita." Wajah Tika berubah sedih."Sudah, sudah, Rose, jangan tekan Tika kayak gitu dong," sela Reino yang ikut menjenguk Tika bersama Rose."Siapa yang nekan sih? Aku cuma ingin tahu apa yang terjadi sama sahabatku," ucap Rose sebal."Rose, aku memang belum bisa cerita. Kamu jangan marah sama Reino, dia pasti merasa iba melihat kondisiku," ujar Tika menenangkan Rose."Reino, makasih ya udah coba ngertiin aku. Tapi aku nggak tertekan karena pertanyaan Rose, kok. Nanti aku bakal cerita, tapi emang nggak sekarang," imbuh Tika sembari menatap Reino dan Rose bergantian."Oke deh, maaf ya, Tika, aku terlalu maksa. Ini aku khawatir sama kamu," sesal Rose. 
Baca selengkapnya
Bab 28
Seorang wanita berambut violet tampak gusar. Berkali-kali dia melihat jam tangannya lalu mengumpat. "Sial, apa yang dilakukan lelaki itu, aku menunggunya hampir 15 menit," ucapnya gusar. "Laura, Laura," panggil seseorang. "Kau!" Mata Laura melotot. "Maafkan aku, Laura, aku tidak bermaksud membuatmu menunggu. Ibuku memerlukanku," ujarnya sambil mengatur napas. "Tidak ada dua kali. Aku cukup bersabar karena kau bilang akan menyampaikan sesuatu yang penting." Laura sudah kembali tenang."Terima kasih, Laura. Kau dan ayahmu selalu baik padaku dan ibuku.""Cukup, sekarang sampaikan yang kau bilang penting.""Ini tentang Tika dan Axel. Belum lama ini Tika diculik sampai harus masuk rumah sakit.""Hah? Apa? Siapa yang berbuat selancang itu?""Aku kurang yakin. Tapi setelah itu, Tika menjauhi Axel.""Aneh. Bukankah perempuan itu cinta mati pada Axel?""Iya, ini memang cukup aneh.""Aku yakin pasti ada sesuatu tentang penculikan itu, kamu dekati Tika atau teman dekat nya dan cari tahu tent
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status