Semua Bab Terjebak Gairah ABG: Bab 171 - Bab 180

197 Bab

171. Anya Kecewa

Di tempat tidur kami tidak langsung memadu keintiman, Anya kembali cerita tentang Papa Clara yang selalu menggodanya. “Anya baru tahu om kalau Papa Clara itu Sugar Daddy, bisa cerita gak dari mana om tahu?”“Sebetulnya, dari penampilannya aja kamu bisa lihat. Dia sangat dandy dan matanya celamitan.”Anya terbahak-bahak mendengar ceritaku, “Hak hak hak.. Bisa aja nih om Danu, om juga selalu dandy, tapi bukan Sugar Daddy kok?”“Om modalnya tipis, Anya, kalau banyak modal, pastinya sudah jadi Sugar Daddy juga.” candaku. Anya katakan padaku bahwa, dia ditawari sebuah apartemen dan juga uang bulanan yang cukup. Selain itu, Anya juga akan diajak jalan-jalan keluar negeri untuk shopping. Anya sempat tergiur, tapi dia takut menjadi pelakor. Khawatir ketahuan sama orang tuanya, Anya bilang padaku kalau dia lebih senang hubungan tanpa beban. Cukup ‘Hit and run’ tanpa terikat. “Nah! Karena kamu cerita itu, om akan cerita pengalaman yang sama dialami Sinta, teman om.”“Waduh! Siapa lagi tuh o
Baca selengkapnya

172. Menguak Pemerkosa Noni

Widarti tidak bisa berlama-lama merahasiakan pemerkosaan yang dialami Noni, saat dia berusia 10 tahun. Dia harus ceritakan perihal itu pada suaminya, Jatimin yang juga ayah kandung Noni. Menurut Widarti, pada awalnya Jatimin marah besar pada Jatiman saudara kembarnya. Tapi, mengingat Jatiman adalah orang yang menyelamatkan mukanya, dan mau menutupi aibnya saat tahu Widarti hamil. Jatimin sangat sadar kalau dia tidak berdaya saat itu. Sehingga Jatiman bersedia menikahi Widarti. Itu semua diceritakan Widarti dan Jatimin saat berkunjung ke kantorku tadi pagi. “Aku gak bisa mas menyimpan rahasia ini pada mas Jatimin, karena cepat atau lambat dia akan tahu.” ujar Widarti“Pada awalnya, aku sakit hati mas, aku kecewa pada mas Jatiman. Aku titipkan Noni pada dia, tapi dia seperti pagar makan tanaman.” Jatimin katakan itu dengan pilu. Aku memberikan nasihat pada Jatimin dan Widarti, aku minta mereka mengambil hikmah dari peristiwa itu. Aku katakan pada mereka, bahwa Noni sampai saat ini m
Baca selengkapnya

173. Cucu Pertama

Dua bulan kemudianKehadiran cucu pertamaku semakin memastikan kalau aku sudah semakin menua, menjadi tonggak penting dalam perjalanan hidupku. Aku ikut hadir saat menanti kelahirannya, karena ini bagian dari sejarah penting dalam hidupku. Sungguh aku sangat bahagia, terlebih saat aku melihat kebahagiaan Rani dan Radith sebagai keluarga muda. Pada mereka karma perbuatanku diperlihatkan, untungnya tidak berbuah Petaka. “Papa gak mau gendong cucunya yang cantik ini?” tanya Rani“Jangan dulu sayang.. Takutnya dia masih sensitif dan Papa tidak steril.” aku berikan alasan. “Biar bagian Mama Rani, dulu saat kalian baru lahir Papa juga tidak langsung gendong kalian.” canda Sri, isteriku Aku tersadar oleh ucapan Sri, karena aku memang tidak terlalu berani menggendong bayi yang masih merah. Aku juga tidak tahu sebabnya, aku sangat kagok menggendong bayi. Di tengah sukacita kehadiran cucu pertama itu, tiba-tiba Adriana datang untuk menyambut kelahiran anak Rani. Rupanya Adriana sudah semak
Baca selengkapnya

174. Diserang Stroke Ringan

Di tengah kegairahan yang memuncak, cumbuan demi cumbuan dalam pagutan asmara terlarang, pandanganku seketika nanar, kepalaku sangatlah sakit. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu. Saat aku kembali tersadar, Adriana ada disampingku. Tubuhku masih terbujur di atas tempat tidur, aku kembali mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Namun, ingatanku belumlah terlalu pulih. “Dua jam yang lalu, om diserang stroke ringan.” ujar Adriana Bibirku masih terasa kelu, tidak ada yang bisa aku katakan pada Adriana. “Om masih dalam tahap pemulihan, semoga saja menjelang pagi om sudah pulih.”Aku hanya mendengarkan apa yang dikatakan Adriana. Adriana ceritakan kronologisnya saat aku diserang stroke ringan, dan bagaimana dia mengatasi masalah yang aku alami. “Tadinya aku mau bawa om ke dokter, tapi aku takut malah menjadi masalah besar nantinya. Akhirnya aku konsultasi dengan dokter secara online.”Perlahan-lahan kesadaranku mulai pulih dan anggota tubuhku pun sudah mulai bisa digerakkan
Baca selengkapnya

175. Situasi Mencemaskan

Satu minggu kemudianSebelumnya, satu hari setelah aku diserang stroke, aku bertemu dengan Adriana saat akan mengambil mobil di apartemennya. Adriana sangat mencemaskan kesehatanku, “Om yakin sudah bisa setir mobil?” tanya Adriana cemas“Aman Dri, om sudah konsultasi dokter. Tapi, untuk ke Bandung mungkin bukan om yang setir. Pak Anggoro siapkan supir.”“Okey deh, om, semoga seterusnya om sehat ya.”Aku sangat berterima kasih pada Adriana, dalam situasi aku diserang stroke dia ada bersamaku. Itu tidak akan aku lupakan begitu saja, pertolongan pertama yang dilakukan Adriana sangat mempengaruhi Kondisiku saat sekarang. ***Di Bandung aku mulai disibukkan oleh berbagai proyek yang sedang ditangani perusahaan. Narandra sangat mengerti dengan kondisi kesehatanku, “Om gak usah terlibat di lapangan, karena kondisinya akan membuat om stres. Biar Nara di lapangan, om standby di kantor aja.”“Terima kasih Nara, om memang masih harus menghindari situasi seperti itu. Di saat Nara sibuk dilapa
Baca selengkapnya

176. Rasa yang Tak Berubah

Aku baru merasakan sesuatu yang membuatku semakin menyadari, bahwa romantisme itu tidak selalu tentang bercinta. Kedekatanku saat ini dengan Noni, tidak lagi dibumbui birahi. Suasana tidak berubah, hanya perilaku yang berubah. “Apa yang Papa rasakan saat aku ada di sisi Papa? Apakah aku masih sehangat dulu?” Noni menatapku dalam“Kehadiran kamu itu sebuah kehangatan, Non, rasanya tetap sama, tidak ada yang berubah.” aku membalas tatapannya“Papa tahu? Tidak ada yang bisa menggantikan Papa di hati aku.”Aku terharu mendengar apa yang dikatakan Noni, aku bisa merasakan dar apa yang dilakukannya terhadap aku. Inilah romantisme yang aku inginkan sebetulnya, tidak melulu harus diakhiri dengan bercinta. “Papa percaya, Non, dari sikap kamu, cara perlakuan kamu, semua itu sudah memperlihatkannya.”Noni juga mengatakan, kalau hubunganku dengan dia tidak pernah berakhir, meskipun sampai dia menikah. Aku memahami hubungan yang dia maksudkan, dan tentunya bukanlah hubungan asmara. Saat makan s
Baca selengkapnya

177. Anya Datang Lagi

Selepas pulang kantor aku sendirian di rumah. Aku tidak pernah lagi berpikir tentang Anya setelah lebih satu minggu tidak bertemu. Saat aku lagi santai di ruang tamu, tiba-tiba ada ketukan dipintu. Aku beranjak untuk membukanya, ternyata Anya yang datang, “Boleh masuk gak nih, om?” tanya Anya “Tentu boleh Anya, Yuk! Silakan masuk, Anya..”Aku ajak Anya masuk, kami ngobrol di ruang tamu seperti biasanya. Anya duduk begitu rapat disampingku. Ada kecemasan seketika menyergap, aku khawatir Noni datang. Dia sudah berjanji akan selalu mengunjungi aku, baik di kantor atau pun di rumah. “Om gimana kabarnya? Sehat?”Aku ceritakan pada Anya kalau aku seminggu yang lalu diserang stroke. Anya tersentak kaget mendengar ceritaku, “Om serius? Kok aku gak dikabari, om?”“Gak mungkin om kabari kamu, Anya, karena situasinya tidak memungkinkan. Om berada di tengah-tengah keluarga.”Anya mencecarku dengan berbagai pertanyaan, mulai dari apa penyebabnya, berapa lama aku baru pulih, dan di mana posis
Baca selengkapnya

178. Merasa Bersalah

Noni masih tertegun menatapku dan akupun juga begitu, Anya merasa kalau yang datang itu adalah anakku. Nara yang tadinya hanya diam mencoba menenangkan Noni, Nara berbisik di telinga Noni dan aku tidak tahu apa yang dibisikannya pada Noni, “Okey Pa.. Papa jelaskan aja dengan tenang..” Ujar Noni sembari menghampiri aku dan Anya. Wajahnya yang tadinya begitu murka, seketika berubah tenang setelah dibisikkan Nara. “Maafkan Papa Non.. Apa yang kamu lihat tadi, tidak seperti itu kejadian sebenarnya.” aku merasa bersalah pada Noni dan Nara. Aku perkenalkan Anya pada Nara, aku jelaskan posisi hubunganku dengan Anya. Aku katakan kalau Anya sedang melakukan riset tokoh untuk novelnya. Aku tidak tahu kenapa Noni tiba-tiba berubah. Apakah karena dia menyadari takut penyakit yang aku idap. Sehingga dia berusaha untuk tidak memancing emosiku. “Baik Pa, kami tidak masalah dengan semua ini, kami mengerti Papa butuh refreshing.”“Sebagian besar sosok yang ada di dalam diri Anya, adalah duplik
Baca selengkapnya

179. Merindu Noni

Sudah satu minggu sejak Noni menangkap basah aku dan Anya di rumah, Noni tak lagi mengunjungiku baik di kantor maupun di rumah. Benar kata Anya, Noni cemburu dan marah. Hari ini aku sangat merindukannya, aku tidak ingin tanyakan pada Nara ada apa dengan Noni. Meskipun aku cukup terhibur dengan keberadaan Anya, tapi Anya tetap saja bukanlah Noni. Tidak ada lagi yang memperhatikan aku, menyuap aku dengan penuh kasih sayang. Aku seperti merasa kehilangan barang yang sangat berharga, barang yang sangat berarti bagi diriku. Aku membuka ponsel, membaca pesan-pesan yang pernah dikirimkan Noni beberapa waktu yang lalu. Ada satu foto yang membuatku sangat terkesan, foto aku dan Noni. Terutama caption di foto tersebut, “Yang terkasih dan tersayang.. selalu dan selamanya.”Aku begitu terharu menatap foto yang ada di ponselku, Noni tersenyum semringah, seakan sangat bahagia. Tanpa terasa mataku basah, airmata menggenangi pelupuk mataku. Aku tidak sadar kalau Nara tiba-tiba masuk ke ruang ker
Baca selengkapnya

180. Perlakuan Anya

Setelah sambungan telepon dengan Anya berakhir, aku kembali melanjutkan pembicaraan dengan Nara, “Om katakan itu semua karena ada firasat kalau om tidak lama memegang jabatan ini, Nara.”Nara dengan optimis mengatakan padaku, bahwa keberadaan aku di kantor sangat dibutuhkan. Meskipun secara fisik tidak bekerja, namun sumbangsih pemikiran sangat dibutuhkan. “Tetaplah om duduk di posisi kepala cabang, biar saya banyak menyerap ilmu dari om. Saya sangat bangga dengan om, karena perusahaan ini bisa om kendalikan.”“Kita lihatlah seperti apa rencana Tuhan ke depannya, Nara. Om sih bangga kalau kamu bisa melanjutkan kepemimpinan perusahaan ini.”Pembicaraan kami terhenti, karena Anya sudah muncul di depan pintu ruang kerjaku, “Selamat siang om.. Siang mas Nara, maaf kalau aku mengganggu.” ucap Anya“Siang Anya.. masuk aja,” Aku membalas sapaan Anya dan mempersilahkannya masuk. “Gak ada yang serius kok pembicaraan kami.” Lanjutku sembari berdiri menyambut kedatangan Anya. “Yaudah om.. sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status