All Chapters of Tetanggaku Luar Biasa : Chapter 31 - Chapter 40
47 Chapters
Apa Yang Siska Pikirkan?
Tetanggaku Luar Biasa"Mbak, gimana kalo Oliv kita bawa ke klinik yang deket aja dulu. Yang waktu itu Siska datangi, pas nebeng ke A Reyhan," usul Arif sesaat setelah mobil meninggalkan halaman rumahku.Aku yang duduk di kursi samping Mas Reyhan, menoleh pada Arif. "Kenapa?""Kan, Oliv pernah diperiksa di sana. Siapa tahu dokter di sana tahu apa penyebab demam Oliv," jawab Arif. Masuk akal juga."Emang waktu itu, kata Siska, Oliv sakit apa?" Mas Reyhan bertanya tanpa menoleh, dia tetap fokus pada kemudi."Nggak bilang, A."Aneh, anaknya sakit sampai dibawa ke dokter kok, nggak cerita sama suaminya soal penyakit anaknya. "Ya udah, kita ke sana dulu aja," sahutku akhirnya.***Di sinilah kami, di klinik yang buka dua puluh empat jam. Untung beberapa petugas di sini sudah ada yang kenal denganku dan Mas Reyhan. Karena, ini memang klinik langganan kami sejak pertama kami pindah ke kota ini.Dokter yang memeriksa Oliv, menatap kami dengan tatapan penuh tanya. Mungkin, dia heran kenapa aku
Read more
Tidak Akan Dicari
Saat kami tiba di rumah, Mang Ali tidak sendiri. Ada Wa Ayi dan anaknya, serta beberapa tetangga sekitar, termasuk Pak RT. Katanya, mereka ikut khawatir dengan keadaan Oliv. Mereka juga sekalian berkenalan dengan Mang Ali. Aku yang sudah sangat lelah, langsung pamit pulang setelah bersalaman dengan mereka. Alif dan Fia kuajak serta, agar mereka menginap di rumahku saja. "Kalian udah pada makan?" tanyaku pada keempat bocah yang sedang mengikuti langkahku ke rumah."Udah, Bu. Masih kenyang makan di jalan tadi," jawab Alisha."Oh, ya udah. Alif, Fia? Udah makan?"Fia menggeleng. "Makan mie rebus tadi siang."Sementara Alif diam saja. Mungkin dia malu."Ya udah, kalian tunggu bentar, ya. Bude siapin makanan dulu sebentar."Kubongkar kardus yang berisi makanan matang dari ibu mertua. Untung, tadi ibu sempat membuat nasi timbel (nasi yang dibungkus memakai daun pisang). Selain nasi timbel, aku juga membawa pepes ikan dan sambal serta lalapan. Kukeluarkan semua makanan itu, sebagian ditata
Read more
Alif Pergi
Keadaan Oliv sudah membaik. Arif juga sudah mulai bekerja seperti biasa. Meskipun masih ada Mang Ali, Wak Ayi tetap datang setiap hari, menjemput Oliv dan Fia untuk diasuh. Sama seperti saat mengasuh Alisha dulu."Mbak Ajeng, kalo Mas Arif butuh orang untuk beres-beres rumah, masak, dan nyuci, ada keponakan Wak Ayi yang bersedia, Mbak," ujar Wak Ayi saat menyuapi Oliv dan Fia di teras rumahku."Oh, iya. Besok, saya bilang ke Arif, Wak. Keponakan yang mana, Wak?" Seingatku, Wak Ayi tidak punya keponakan yang sudah besar. Entah, kalau aku tidak tahu."Santi, Mbak. Anaknya adik almarhum suami Wak. Ingat nggak? Yang dulu pas SMA pernah tinggal di rumah saya."Aku mencoba mengingat-ingat. Lalu tersenyum. "Yang hitam manis, pake kerudung, Wak?"Wak Ayi mengangguk. "Kasihan dia.""Kenapa emangnya, Wak?""Lulus SMA dipaksa nikah sama ibu tirinya, eh ternyata suaminya galak, dan tukang main perempuan. Terus, Santi nggak tahan, dia menggugat cerai suaminya. Pas pulang ke rumah orang tuanya, mal
Read more
Arif Berselingkuh?
Sudah hampir satu bulan Siska pergi. Rumah tanggaku sekarang kembali aman damai. Semua berjalan seperti seharusnya. Oliv dan Fia, terlihat semakin montok. Mereka jarang menangis, walaupun sesekali menanyakan soal ibunya. Hal itu wajar. Kami sepakat menjawab, bahwa Siska sedang bekerja di luar kota, saat kedua anaknya bertanya. Arif menerima tawaranku untuk mempekerjakan Santi. Untuk menghindari fitnah dan omongan yang tidak-tidak, Santi datang saat Arif sudah pergi bekerja, dan segera pulang setelah semua pekerjaan selesai. Tidak semua orang mengerti dan paham dengan posisi Arif dan Santi. Karena itulah kami memilih menghindari kemungkinan terjadi percikan konflik.Aku juga sudah kembali pada aktivitas semula. Mengurus keluarga dan nyambi jualan baju. Mang Ali menepati janjinya. Seminggu setelah pulang dari sini, beliau mentransfer sejumlah uang sesuai hutang Siska padaku. Sebenarnya aku merasa tidak enak hati. Akan tetapi, Mang Ali bersikeras membayarnya. ***Terdengar suara tangis
Read more
POV Siska
POV SiskaNamanya Meidina Rahajeng, atau biasa dipanggil Ajeng. Istri dari A Reyhan, kakak sepupuku. Kami memanggilnya Mbak Ajeng. Wajah dan penampilan Mbak Ajeng, biasa saja. Entah apa yang membuat A Reyhan begitu menggilai wanita berdarah jawa asli itu. Mbak Ajeng dan A Reyhan menikah, tak lama setelah aku menikah dengan ayahnya Alif. Aku tidak ikut mengantar A Reyhan seserahan, karena sedang hamil. Lagian, rumah Mbak Ajeng sangat jauh, sekitar tiga jam dari rumah A Reyhan. Itu yang kudengar dari beberapa tetangga yang ikut ke sana. Untung, aku tidak ikut. Kalau ikut, pasti merasa sangat bosan. "Heran sama Reyhan. Nikah kok, jauh-jauh amat sama orang Cilacap. Kayak di sini nggak ada perempuan aja," gerutu salah satu kerabat yang ikut mengantar ke sana. "Hus! Kamu ini, kalo ngomong sok seenaknya! Namanya juga jodoh. Udah ditentukan sama Allah," sahut Wa Tuti, ibunya A Reyhan. Ibunya A Reyhan adalah kakak sepupu Bapak. Nenek dari pihak Bapakku, merupakan adik dari neneknya ibu
Read more
POV Siska
"Bi, Mbak Ajeng nggak bisa masak, terus, mereka nanti makan gimana, ya?" tanyaku pada Bi Wati yang sedang membantu Wa Tuti di dapur. "Makannya? Ya, pakai tangan, Sis," jawab Bi Wati tanpa menoleh. Dia sedang fokus menata bungkusan Saroja ke dalam kardus. Saroja adalah makanan ringan yang bentuknya menyerupai roda pedati. Rasanya ada yang manis, ada yang asin. Ada juga yang menyebutnya Kembang Goyang atau Antari. "Ish, Bibi mah! Maksudnya, kalo nggak masak, mereka dapat makanan dari mana?""Ya, belilah. Mereka kan, tinggal di kota. Serba praktis! Makan tinggal beli! Beres-beres rumah tinggal nyuruh orang. Atau, mereka bisa cari pembantu yang bisa masak dan beberes sekaligus," sahut Bi Wati sambil menutup kardus menggunakan lakban. Masuk akal juga. Dipikir-pikir, enak banget Mbak Ajeng. Makan tinggal beli, baju tinggal pakai."Itu nyuruh orang buat beresin rumah, bayar dong, Bi? Bukannya, Mbak Ajeng itu katanya cuma karyawan pabrik kayak A Reyhan? Kalo gitu, sama aja buang-buang d
Read more
POV Siska
POV SiskaSemakin hari, kehidupan rumah tangga A Reyhan dan Mbak Ajeng semakin maju. Mereka membeli rumah secara kredit. Dari kabar yang kudengar, tempat kerja Mbak Ajeng menyediakan fasilitas bagi karyawan yang ingin kredit rumah. "Halah, rumah dapat kredit aja bangga," celetukku saat beberapa saudara membicarakan tentang rumah A Reyhan. Wa Tuti dan suaminya sedang ke rumah A Reyhan, untuk menghadiri syukuran. "Ya, kredit juga nggak apa-apa, yang penting punya rumah. Daripada ngontrak atau numpang di rumah orang tua," sahut Bi Wati sinis. Dari dulu, Bi Wati memang selalu sinis kalau bicara padaku. Berbeda dengan saat bicara dengan keponakan yang lain. "Ih, aku mah, rumah bapak juga luas. Buat apa bikin rumah lagi? Toh, Bapak juga sendirian. Kalo aku bikin rumah, kasihan Bapak, nggak ada yang ngurus ntar, Bi.""Halah, alesan aja kamu mah."Malas mendengar ceramah Bi Wati, aku memilih pulang. Pusing kepalaku mendengar cerita tentang A Reyhan dan Mbak Ajeng. Entahlah, semakin hari,
Read more
Berbanding Terbalik
Tetanggaku Luar Biasa Kehidupanku bersama A Sandi semakin tidak jelas. Pekerjaan A Sandi yang tidak tetap membuatku sering kekurangan uang. Bahkan, aku jarang pulang ke Ciamis. Selain tak ada ongkos, aku juga malas dinyinyirin sama keluarga di sana. Apalagi, kalau kebetulan aku datang bersamaan dengan pulangnya A Reyhan dan Mbak Ajeng. Makin panaslah kupingku ini dibuatnya. Karena itulah, sebisa mungkin aku tidak sering-sering ke Ciamis. "Sis, aku mau ke Jakarta. Mang Soleh ngajak kerja.""Kerja apa?""Apa aja yang penting halal.""Kuli bangunan?" tanyaku ketus. Setahuku, saudara A Sandi yang bernama Mang Soleh itu memang bekerja sebagai kuli bangunan. "Iya, Sis."Aku mendengkus kasar. "Cari kerja itu, yang bagusan dikit, kenapa? Tiap ada yang nawarin kerja, rata-rata jadi kuli bangunan. Heran!""Memangnya kenapa kalo Aa kerja jadi kuli bangunan? Yang penting halal, Sis. Lagian, kamu ini, kemarin Aa udah kerja di pabrik, kamu riweuh nyuruh pulang. Padahal, belum ada sebulan kerja.
Read more
Rayuan Siska
Tetanggaku Luar BiasaKeputusanku sudah bulat. Aku bosan terkungkung di dalam rumah yang menurutku melelahkan. Keadaan ekonomi yang tetap sulit, keluarga mertua yang selalu mengabaikanku bahkan saat butuh bantuan. Suami juga susah disuruh pulang. Hah! Menyedihkan sekali hidupku. Dengan alasan menyusul A Sandi ke Jakarta, aku meninggalkan Alif bersama mertuaku di Sumedang. Aku bilang ke mereka, ada lowongan pekerjaan sebagai penjaga toko di dekat tempat kerja A Sandi. Mereka percaya begitu saja, bahkan memberikan tambahan ongkos.Apa kubilang? Orang tua A Sandi itu sebenarnya mata duitan, mereka ingin punya menantu yang memiliki penghasilan sendiri. Namun, mereka memutar balikkan fakta, seolah akulah yang boros dan mata duitan. Lihatlah, mereka memasang wajah sumringah saat aku berpamitan. Mereka memintaku bekerja dengan tekun agar bisa mengumpulkan uang untuk renovasi rumah seperti keinginanku. Menyebalkan bukan? Bahkan Bapakku saja tidak pernah menyuruhku bekerja mencari uang. ***
Read more
POV Siska
Tetanggaku Luar Biasa"Saya akan membiayai perceraian kamu, asal…."Pak Rudi tidak melanjutkan kalimatnya. "Asal apa, Pak?" Pak Rudi tersenyum. Tangan halusnya mengusap kedua pipiku. Perlahan wajah Pak Rudi mendekat membuat hati berdebar tak karuan. Hembusan napasnya menyapa lembut wajahku. Tanpa sadar, mata pun terpejam untuk menghindari tatapan Pak Rudi. "Asal, kamu selalu ada buat saya," bisiknya di telingaku, membuat bulu kuduk meremang. Sebelum ini, aku memang sering menghabiskan waktu dengan beberapa cowok. Dari yang biasa saja sampai yang luar biasa dan melewati batas yang seharusnya kujaga. Tapi, rasanya biasa saja dan tidak mendebarkan seperti ini. Sungguh, bersama Pak Rudi, membuatku tak berdaya. "Sis, kamu baik-baik saja?" tanya Pak Rudi, cepat aku membuka mata, tampak pria berkumis tipis itu menjauhkan wajahnya sambil tersenyum jahil."Sa-saya baik-baik saja," jawabku sambil menghirup udara sebanyak mungkin. Duh, malunya. Aku pikir tadi Pak Rudi akan melakukan sesuatu
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status