Lahat ng Kabanata ng Perceraian yang Terindah: Kabanata 11 - Kabanata 20
38 Kabanata
Bab 11
"Dimana, San? Aku udah mau jalan, nih. Video yang kukirim kemarin sudah kamu lihat, 'kan?" tanyaku lewat sambungan telfon pada Sanjaya ketika baru menghenyakkan bobot di jok mobil."Aku udah di kantor, Lan. Iya, sudah kulihat, suamimu memang b*j*ng*n ya," Sanjaya mengumpat, sepertinya dia juga geram dengan tingkah Mas Arfan. Lagian mana ada manusia waras yang tidak murka melihat tingkah dua manusia tak berakhlak itu."Ya, begitulah kurang lebihnya, San. Oke, aku jalan ya, sembari menunggu kedatanganku, silakan saja cek terlebih dahulu rekaman CCTV di ruangan Mas Arfan, San! Siapa tahu masih ada yang bisa dijadikan bukti lagi.""Siap, Lan. Masalah gampang itu mah, kalau sudah sampai di parkiran kabari aku ya!""Oke, San. Sampai ketemu nanti."Sewaktu menenangkan diri di sebuah kafe, aku kembali teringat dengan nama hotel tempat Mas Arfan dan Angel memadu kasih. Rupanya itu adalah tempat salah satu temanku semasa kuliah menjadi Manager di sana. Aku pun menghubungi
Magbasa pa
Bab 13
Aku berusaha membuka mata, akan tetapi rasanya lebih sulit tidak seperti biasanya. Belum lagi, kepala ini begitu terasa berat ketika aku menggerakkannya. Sekujur tubuhku seakan kaku, tak lain halnya dengan kedua kaki dan kedua tanganku. Sungguh ini tidak seperti biasanya.'Ya Allah, membuka mata saja aku belum sanggup dan sangat sulit. Bantu hamba, Ya Rabb.''Astagfirullah Al'adzim ... Astagfirullah Al'adzim ... beri hamba kekuatan lagi Ya Allah." Aku terus beristighfar di dalam hati sembari berdoa semoga Allah mengembalikan tenagaku yang entah hilang ke mana.Aku mencoba kembali membuka kedua netra ini. Perlahan aku mulai melihat sesuatu, walaupun masih samar pandanganku dengan terus beristighfar di dalam hati. Akhirnya mataku terbuka sempurna, yang kulihat pertama kali adalah sebuah televisi layar datar di gantung di dinding persis di depanku.'Aku berada di mana? Tempatnya sangat asing. Namun begitu sejuk dan nyaman.'Aku berusaha menggerakkan kedua tangan untuk meraba kasur yang k
Magbasa pa
Bab 12
PoV Sanjaya"Lan, sepertinya aku tak bisa berlama-lama membiarkan dua manusia ini tetap berada di sini," tuturku pada Laniara. Wanita yang berkulit putih itu, dia suguh dia berubah, masih seperti dulu."Terserah kamu, San. Kamu bisa sesuka hati memperlakukan mereka. Lagian mereka juga yang mengotori kantormu dengan sikap tak senonoh," sahut Laniara dengan penuh kebencian. Tidak ada lagi rasa belas kasihan yang kulihat dari perempuan nan begitu lembut selama ini kukenal."Halo, Pak Terno, bisa ke sini sebentar! Saya butuh bantuan Anda. Tolong seret kedua manusia ini dari area perkantoran!" Pak Terno memang aku suruh untuk memeriksa ruangan Arfan dan Angel, siapa tahu masih ada barang manusia seperti mereka yang masih tertinggal."Lani ... Mas minta tolong, jangan seperti ini. Beri kesempatan sekali lagi, Lan. Mas janji akan berubah dan rumah tangga kita kembali kesediakala," rintih Arfan. Dia bertekuk lutut di halaman parkir. Tapi kurasa harapannya hanya sia-sia.Aku pikir, Arfan adala
Magbasa pa
Bab 14
"Gimana, Lan. Keadaan kamu sekarang? Udah mendingan?" sapa Sanjaya sembari menarik kursi yang ada di dekat dinding sebelah kanan. Lalu mendudukinya dan menghela napas pelan."Alhamdulillah, sudah, San. Makasih banyak ya, gara-gara aku pingsan kamu malah jadi repot begini, San.""Kalau boleh tahu kamu sakit apa, Lan? Aku tadi sempat nanyain sama Dokter Salsa, tapi dia nggak mau ngasih tahu. Apa se-serius itu, Lan? Emang tadi sih, aku tadi nggak nanya sama Dokter Salsa, tapi ya itu, karena kamu butuh darah makanya aku kepo."Aku bergeming, bingung mau menjawab apa. Tak mungkin aku memberi tahu Sanjaya sakit apa yang sedang kuderita. Dia tak perlu tahu, karena aku tidak mau terlihat seperti wanita lemah yang dikasihi dengan cara lain."Lan ... Lan ... kok jadi melamun? Aku salah ya? Maaf, nggak apa-apa kalau kamu keberatan juga. Tapi kalau kedepannya butuh lagi, hubungi saja aku ya!""Haa ... nggak kok, San. Maaf, bukan bermaksud tidak mau ngasih tahu, tapi aku nggak apa-apa kok, beneran
Magbasa pa
Bab 15
"Tidak, Pak. Saya tidak terima, saya dijebak sama istri sendiri. Saya difitnah, Pak!" teriak Mas Arfan."Hei ... Pak. Anda bisa sopan sedikit, ini rumah orang lain bukan rumah Anda!" hardik seseorang, membuat semua orang yang ada di ruangan tamu rumah Pak Weri terkesiap. Aku pun juga terkejut mendengar hardikkan itu apalagi bentakkan lelaki yang aku tidak tahu siapa orangnya tepat berada di belakangku, suara laki-laki tersebut lebih menggelegar dari Pak Terno."Harusnya Anda bersyukur, Pak Arfan. Kalau saja di antara kami tidak membawa Anda ke sini, saya tidak tahu Anda akan menjadi seperti apa. Jadi, tolong, bersikaplah yang sopan," tutur Pak Weri dengan nada suara standar.Aku menghela napas pelan, terus beristighfar di dalam hati. Berdoa semoga Allah berikan kekuatan tenaga, mental, dan bathinku. Aku tidak ingin tumbang lagi, apalagi di depan pengkhianat ini."Pak Weri, seperti yang Bapak ketahui. Anak saya pasti dijebak, Pak. Tadi juga dia diseret oleh orang yang tidak dikenal. co
Magbasa pa
Bab 16
"Siapa yang berakting, Sayang. Tidak ada. Mas serius, sikap Mama dan Ayudia di rumah Pak Weri tadi karena kebawa emosi sesaat. Please, Lani. Percaya pada Mas saat ini dan seterusnya." Bulir bening tampak jatuh perlahan. Lalu dia tertunduk dan menyeka bulir bening itu.'Sayang? Berasa mau muntah mendengarnya. Dulu, iya, aku begitu suka dengan panggilan itu. Namun, tidak untuk sekarang. Ah ... ini pasti bagian skenariomu, Mas!'Mama dan Ayudia bersamaan bangkit, sedari tadi memang tak kuhiraukan. Silakan saja bertekuk lutut sampai pegal. Dan terbukti, bukan? Lutut mereka saja tak mampu menopang terlalu lama tubuh yang berlumur pengkhianatan itu, apalagi aku. Mereka saling sikut, memanglah keluarga suamiku ini ternyata mempunyai kekompakkan 100%. Kompak berakting dalam aura negatif."Iya, Lan. Mama sadar, selama ini mama memang belum bisa menjadi mertua seperti yang kamu inginkan. Tapi, tolong Lani, tolong beri mama kesempatan untuk merubah semuanya menjadi lebih baik. Jikalau memang war
Magbasa pa
Bab 17
Malam ini bulan purnamanya terlihat begitu indah, ditemani beberapa bintang, tak pernah rasanya aku melihat bulan purnama seindah ini di jendela kamarku. Pancarannya yang sekilas tampak dari ventilasi kamar, memancingku untuk melihat secara jelas. Sejuk, itu yang kurasakan saat ini.Sangat bersyukur, akhirnya para pengkhianat itu pergi juga dari istanaku. Walaupun dengan cara tidak selayaknya, ya mungkin sudah takdirnya jmereka kuusir dengan cara seperti itu. Hmm ... mungkin itu salah satu bentuk buah hasil perbuatan mereka selama ini.Aku pada awalnya memang agak keberatan saat mertua dan ipar diajak Mas Arfan untuk tinggal di sini dengan alasan daripada mamanya dan Ayudia tinggal dikontrakan lebih baik gabung saja lebih hemat. Hemat dari sisi uang, tapi aku dibuat sakit secara psikis dan fisik.Meski aku juga mendapat hukuman harus membayar uang kebersihan kompleks karena brosur yang kutempeli di beberapa tiang listrik. Itu tidak menjadi masalah besar, lebih ikhlas memberi dana kebe
Magbasa pa
Bab 18
"Mas Arfan nggak ikut, Pa. Yuk! Makan soto dulu, Pa." Aku beranjak lalu pergi ke dapur. Rasanya masih kurang pas, jikalau aku membahasnya secara gamblang perihal permasalahang yang terjadi di rumah tanggaku. Kutinggalkan Papa yang masih duduk di ruang tamu. Lalu bertolak ke dapur menyusul Mama."Gimana, Ma? Udah dipanasin kuah sotonya?" tanyaku basa-basi ketika melihat Mama sedang sibuk menyiapkan beberapa masakan di dapur."Udah, yuk makan dulu. Pasti kamu udah kelaperan lagi, 'kan?" Wanita yang memakai kerudung krem seresi dengan baju daster yang dikenaknya itu pun menyerahkan piring kosong ke tanganku, ketika aku sudah duduk di kursi meja makan.'Ya Allah, bantu aku untuk menjelaskan semua ini dengan kata-kata yang bisa dipahami dan dimengerti oleh kedua orang tuaku. Kuatkan juga hati kedua orang tuaku menerima kabar buruk ini, Ya Rabb.'"Eh, malah diliatin aja, diambil dong nasinya, Lan! Jangan diliatin aja," ujar Mama membuyarkan lamunanku."Oh iya, Ma," jawabku terkesiap. Masih
Magbasa pa
Bab 19
"Mas Arfan nggak ikut, Pa. Yuk! Makan soto dulu, Pa." Aku beranjak lalu pergi ke dapur. Rasanya masih kurang pas, jikalau aku membahasnya secara gamblang perihal permasalahang yang terjadi di rumah tanggaku. Kutinggalkan Papa yang masih duduk di ruang tamu. Lalu bertolak ke dapur menyusul Mama."Gimana, Ma? Udah dipanasin kuah sotonya?" tanyaku basa-basi ketika melihat Mama sedang sibuk menyiapkan beberapa masakan di dapur."Udah, yuk makan dulu. Pasti kamu udah kelaperan lagi, 'kan?" Wanita yang memakai kerudung krem seresi dengan baju daster yang dikenaknya itu pun menyerahkan piring kosong ke tanganku, ketika aku sudah duduk di kursi meja makan.'Ya Allah, bantu aku untuk menjelaskan semua ini dengan kata-kata yang bisa dipahami dan dimengerti oleh kedua orang tuaku. Kuatkan juga hati kedua orang tuaku menerima kabar buruk ini, Ya Rabb.'"Eh, malah diliatin aja, diambil dong nasinya, Lan! Jangan diliatin aja," ujar Mama membuyarkan lamunanku."Oh iya, Ma," jawabku terkesiap. Masih
Magbasa pa
Bab 20
"Ayudia, segera carikan angkot! Kita mesti bawa Mama ke puskesmas," teriak Arfan."Ma, tahan sebentar ya. Aku akan carikan angkot dulu," bisik Ayudia lirih, di depan Nina dia berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah."Sakit, Yu. Kening Mama sakit banget," sahut Nina sembari mengiris kesakitan. Baju blues berwarna jingga penuh dengan darah segarnya."Sabar, ya, Ma. Ayu cari angkot dulu."Ayudia gegas beranjak lalu menyandarkan Nina di dinding dekat parkiran. Dia berjalan setengah berlari menuju gerbang kantor pengadilan, berdiri di pinggir jalan menoleh ke kanan serta ke kiri tapi angkot yang ditunggu belum juga lewat.Berulang kali dia menyeka air matanya yang tumpah ruah serta terisak menunggu di pinggir jalan tapi angkot tak kunjung lewat. Dia kembali berjalan setengah berlari menemui Arfan yang sedang menatap tajam ke arah Sanjaya. Dia tampak begitu marah, ketika Sanjaya menggagalkan aksinya ketika hendak ingin melukai Laniara dengan sebuah kayu dengan panjang setengah meter.
Magbasa pa
PREV
1234
DMCA.com Protection Status