Semua Bab Summer Pieces: Bab 11 - Bab 20
46 Bab
11
SummerJuli, 2015Aku menengok ke luar lewat jendela kamarku yang berhadapan dengan rumah Kevin. Jendela atas rumah itu masih menyala semua. Kevin dan Jon belum tidur. Aku melihat siluet seseorang sedang duduk. Itu pasti Kevin. Sementara, di kamar sebelahnya yang berseberangan dengan kamarku, aku tidak melihat siluet Jon sama sekali. Dalam hati aku bertanya-tanya apa yang ia lakukan. Tiba-tiba sebuah sinar mengagetkanku. Spontan tanganku menutup wajah karena silau. Sinar yang menyorotku itu padam. Aku memincingkan mataku ke arah sebuah suara. Kevin tertawa. Ia bersandar di bingkai jendela sembari membawa sebuah senter.“Kau tidak tidur?” tanyanya setengah teriak.“Aku belum bisa tidur.”“Tapi, sepertinya kau tidak pernah tertidur.”“Apa?” kataku lebih keras.Ia berteriak sedikit lebih lantang dari yang tadi, “Lampu kamarmu selalu menyala!”“Oh... aku tidak pernah mematikannya. Kau tidak tidur?”“Sebentar lagi. Tidurlah, Sum! Ini sudah larut!” katanya penuh perhatian.Aku hanya tersen
Baca selengkapnya
12
SummerJuli, 2015Mereka menjemputku. Mom benar-benar menyuruhku pergi. Aku melangkahkan kaki dengan rasa kesal. Semalam aku tidur sangat larut, pagi-pagi sekali aku mengantar koran, dan sekarang aku hanya ingin tidur. Tapi mom, dengan senyum ceria memberi Jon dan Kevin pesan agar menghubunginya jika sesuatu terjadi padaku. Rupanya ia masih menyimpan rasa trauma dan tetap saja menyimpan sikap protektif itu.Aku sudah berada di dalam jok belakang mobil Jon. Mereka berdua ribut seperti biasanya. Mereka juga memancingku untuk berbicara, sementara aku menjawab seperlunya. Kevin memutar radio, Jon mengganti ke playlist musiknya. Mereka sedikit bertikai lagi, aku hanya geleng-geleng kepala. "Hei, aku belum mendengarkan update berita hari ini tahu!" protes Kevin.Jon berdecak, "Kenapa sih hari libur begini kau tidak bisa sepenuhnya santai?!" Ia memutar kembali playlist-nya."Daftar lagumu itu sungguh membosankan, Jon! Begini saja, karna ini pertama kalinya Sum resmi bergabung, biar dia me
Baca selengkapnya
13
SummerJuli, 2015Orang-orang ini membawaku ke sebuah tempat makan dan minum yang populer di tengah kota. Crossfire. Padat, tapi cukup nyaman. Seperti kota ini yang katanya nyaman dan aman. Interiornya menarik. Klasik dan modern menjadi satu. Wallcover-nya bercorak batu bata. Ruangannya dihiasi dan diterangi oleh lampu downlight yang menawan. Tempat duduknya terdiri dari kursi kayu bulat dengan meja kayu dengan warna cokelat muda. Dinding-dindingnya dihiasi beberapa pigura berisi kolase unik dari gambar pohon dan juga foto-foto Pittsfield hitam putih.“Kau bisa tampil dengan jadwal permanen di sana kalau kau mau, tapi kau harus mendaftar dan diseleksi lebih dulu,” kata Ruby lirih di telingaku sembari menunjuk panggung kecil di dalam yang penuh dengan live sound equipment.“Kecuali rabu malam dan sabtu malam. Kau bisa langsung main untuk kompetisi, tapi kau harus bayar.” sahut Evan tidak mau kalah.Ruby menjelaskan lagi padaku meski aku tidak minta. “Kau akan dapat hadiahnya, kalau men
Baca selengkapnya
14
SummerMaret, 2008Ini tahun ketiga mom masih membawaku ke psikiater. Meskipun masih di Springfield dengan rumah yang berbeda dan jarak yang lebih jauh, ia masih membawaku ke rumah sakit yang sama. Kata mom, di sana adalah tempat aku bisa bercerita tentang semua yang kurasakan sehingga aku bisa lebih tenang. Kupikir seharusnya ia juga melakukan apa yang ia perintahkan padaku, sebab ia terlihat sama tidak okenya denganku sejak dad meninggal.Aku sudah lelah dengan hal itu, namun bagaimanapun aku tidak pernah mau punya niat membantahnya jika yang ia utarakan adalah demi kebaikanku, kebaikan kami bersama. Aku tahu mom ingin aku sembuh sepenuhnya. Tapi, aku tahu kepedihan yang kurasakan akan meninggalkan jejak yang tidak akan pernah bisa dihapus. Kecuali, aku benar-benar terkena amnesia total.Tiga tahun. Dan aku masih belum mampu memaafkan mom sepenuhnya karena sudah ikut andil merubah total hidupku. Baginya, membuang segalanya yang dulu adalah jalan terbaik untuk memulai hidup dan menem
Baca selengkapnya
15
Summer Agustus, 2015 Semenjak kejadian malam itu aku tidak bisa segera tidur. Pikiranku melalang buana. Jantungku berdegub kencang ketika memikirkan Cloud. Melihat sorot matanya aku seakan terikat. Bahkan sejak pertama kali kami bertemu, aku tidak mampu melupakannya. Meski awalnya aku merasa agak curiga dan waspada, tetapi rasa nyaman dan tidak takut itu selalu ada ketika aku bersamanya. Ini aneh, tidak biasanya. Ia memang bukan orang asing. Ia adalah Cloud. Cloud penyelamatku dulu. Ia adalah awan yang lembut dan empuk buatku. Aku bertanya pada diriku sendiri, masih segitu berartinya kah Cloud bagiku, padahal sudah sekian lama kami berpisah. Menyadari akan eksistensinya di sekitarku, yang ada hanyalah rasa rindu yang menyergap. Sejak pulang dari Crossfire, aku belum lagi bertemu dengannya. Bagaimana bisa aku mencarinya lagi, sementara aku tak tahu dimana ia tinggal. Bagaimana aku mencari akun sosial medianya, sementara ponsel dari ibuku kuno. Aku sudah berjanji pada ibuku tidak a
Baca selengkapnya
16
Summer Agustus 2015 “Sedang apa kau di sini?” tanyaku terkejut campur bingung, dan.... senang. Sangat senang. Setelah beberapa hari berlalu, dengan ketidaktentuan, akhirnya aku bertemu lagi dengannya. “Rumahku di sini. Kau...” ia memperhatikanku. Ia menunjuk keranjangku yang masih berisi setengah, “si pengantar koran itu?” tanyanya tak percaya. “Yeah.” Ia masih memandangku tak percaya. Tatapannya menyerobotku. Dan itu membuatku terpaku sejenak padanya. Banyak pertanyaan berjejalan di kepalaku, bagaimana ia bisa tinggal di sini, bagaimana bisa kami bertemu lagi di saat yang tak terduga seperti ini, ia tinggal dengan siapa, bagaimana kabar orang tuanya, apa kesibukannya dan bagaimana ia memandangku sekarang. Pertanyaan-pertanyaan remeh yang jika kuucapkan padanya, kuharap jadi penting. Cloud mendekatiku kilat. Merengkuhku, erat. Menghirup nafas di sela pundakku. Aku tercekat dengan apa yang ia lakukan tiba-tiba. Ingin kutampar pipiku keras supaya tahu ini bukan termasuk mimpi-mimpi
Baca selengkapnya
17
SummerAgustus 2015“Hola, amigos!” teriakan dua orang di depan pintu kamarku yang sudah terbuka sukses mengagetkanku yang sedang memakai sepatu.Aku bangkit. Lalu berkacak pinggang dan menatap tajam pada mereka.Jon memandangku tak bersalah, “Apa? Apa ada yang salah?”“Berhentilah membuat gaduh rumahku!”Kevin melangkah maju. Ia mengorganisir ruanganku, “Kau tahu, kamarmu keren!”Jon pun ikut-ikutan memandangi dinding dan langit-langit kamarku. Ia membeliak padaku tak percaya, “Apa ini perbuatan tanganmu?”“Sebagian. Ya."“Dan sebagian lagi?” tanya Kevin.“Tukang lukis.”Ia mengangkat alisnya sambil masih memperhatikan langit-langitku, “Hem... tidak heran.”“Jadi, kalian mau apa kemari?”“Mengganggumu?” kata Jon.Aku pun mengenakan tas ranselku. Lalu bersiap-siap.“Kau mau kemana?” tanya Kevin.“Maaf, guys. Sepertinya rencana kalian untuk mengangguku hari ini akan batal. Aku mau pergi dulu.” Aku pun segera melangkahkan kaki keluar dari kamar.Mereka mengikutiku.“Hei! Itu tidak menja
Baca selengkapnya
18
Summer Agustus 2015 “Kau bilang kau mau mengajakku ke suatu tempat?” “Memang,” kata Cloud singkat sembari memasang secarik kain hingga menutupi mataku. “Kenapa mataku harus ditutup segala seperti ini sih? Dan kenapa kita harus berjalan jauh meninggalkan mobilmu?” Sedari tadi kami berkendara sekitar setengah jam. Cloud mengarahkan mobilnya ke suatu tempat yang aku sendiri tidak tahu ini dimana. Antah berantah mungkin. Ia mematikan mesin di parkiran sebuah pos campground. Dan mengajakku masuk ke areal hutan. “Sudahlah diam saja! Ini kejutan.” katanya kukuh menanggapi protesku. “Cloud! Kau mengajakku ke dalam hutan! Aku tidak pernah tracking tahu! Bagaimana bisa aku berjalan jauh apalagi banyak semak dan pohon besar kalau mataku tertutup seperti ini?” cerocosku mulai panik. Tiba-tiba Cloud menarik kedua lenganku mendekatinya, “Ssst... jangan cerewet seperti itu. Tenanglah Summy! Dengar, Apa kau percaya padaku?” Ia mendekapku begitu erat. Rasa tentram itu menyeruak mengeliling
Baca selengkapnya
19
SummerAgustus, 2015 Pagi setelah mengantar koran seperti biasanya, aku memutuskan mengayuh satu putaran lagi ke jalur sekolah. Sengaja, barangkali aku bertemu dengan Cloud yang rutin jogging setiap pagi. Meski aku tahu, nanti ia akan bertandang ke rumah seperti janjinya sore kemarin saat perjalanan pulang. Tapi, tetap saja aku tidak akan bosan dan masih menggebu-gebu untuk sering bertemu dengannya. Bukankah begitu yang dirasakan seorang gadis ketika pertama kali jatuh cinta. Jalanan masih sepi. Hanya beberapa orang yang melakukan lari pagi. Aku adalah satu-satunya gadis yang bersepeda di sini. Udara masih dingin, tapi menjadi sejuk bagiku karena menyapu keringat dan suhu panas tubuhku. Aku terengah-engah, sejenak ku berhentikan kayuhanku dan berdiam di bawah pohon beberapa langkah dari gerbang sekolah. Kuraih botol minumku. Sembari minum mataku tak berhenti mengawasi sekitar. Aku tak lagi merasa begitu cemas berada di luar seperti ini. Aku sudah mulai terbiasa. Bersepeda begitu mem
Baca selengkapnya
20
Jon Agustus 2015 "Hei..." ia tersenyum manis padaku. Roxie duduk di jok sebelah dan segera menutup pintu.Hari ini gadis yang kukenal sejak kelas 7 itu terlihat agak berbeda. Roxie biasanya cerewet dan agak centil, mendadak pembawaannya lebih tenang dan anggun. Ia memakai kaus putih polos berpotongan pas, skinny hitam menutupi kaki jenjangnya, tak lupa sneakers hitam putih. Rambut yang biasa ia utak-atik model apapun itu terlihat wow. Tergerai indah di punggungnya dan berkilau sehat. Aku sejenak tidak berkedip menatapnya tak percaya. Hanya satu yang masih tetap, anting berlian agak panjang yang menggantung berkilau cantik di telinganya."Apa?!" ia menatapku protes."Wow... Ini Roxie?!"Ia mendelik. "Terus kau pikir ini siapa?""Jennifer Connelly tahun 1991?"Ia mencubitku."Aaauuuw... Itu sakit tahu!""Ini 2015! Haloooo... Kau dari mana saja selama ini?" pekiknya skeptis."Tapi, kau beneran kayak Jenniffer Connelly di Carrier Opportunities. Serius!"Ia memutar bola matanya. "Itu hin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status