SummerAgustus, 2015 Pagi setelah mengantar koran seperti biasanya, aku memutuskan mengayuh satu putaran lagi ke jalur sekolah. Sengaja, barangkali aku bertemu dengan Cloud yang rutin jogging setiap pagi. Meski aku tahu, nanti ia akan bertandang ke rumah seperti janjinya sore kemarin saat perjalanan pulang. Tapi, tetap saja aku tidak akan bosan dan masih menggebu-gebu untuk sering bertemu dengannya. Bukankah begitu yang dirasakan seorang gadis ketika pertama kali jatuh cinta. Jalanan masih sepi. Hanya beberapa orang yang melakukan lari pagi. Aku adalah satu-satunya gadis yang bersepeda di sini. Udara masih dingin, tapi menjadi sejuk bagiku karena menyapu keringat dan suhu panas tubuhku. Aku terengah-engah, sejenak ku berhentikan kayuhanku dan berdiam di bawah pohon beberapa langkah dari gerbang sekolah. Kuraih botol minumku. Sembari minum mataku tak berhenti mengawasi sekitar. Aku tak lagi merasa begitu cemas berada di luar seperti ini. Aku sudah mulai terbiasa. Bersepeda begitu mem
Jon Agustus 2015 "Hei..." ia tersenyum manis padaku. Roxie duduk di jok sebelah dan segera menutup pintu.Hari ini gadis yang kukenal sejak kelas 7 itu terlihat agak berbeda. Roxie biasanya cerewet dan agak centil, mendadak pembawaannya lebih tenang dan anggun. Ia memakai kaus putih polos berpotongan pas, skinny hitam menutupi kaki jenjangnya, tak lupa sneakers hitam putih. Rambut yang biasa ia utak-atik model apapun itu terlihat wow. Tergerai indah di punggungnya dan berkilau sehat. Aku sejenak tidak berkedip menatapnya tak percaya. Hanya satu yang masih tetap, anting berlian agak panjang yang menggantung berkilau cantik di telinganya."Apa?!" ia menatapku protes."Wow... Ini Roxie?!"Ia mendelik. "Terus kau pikir ini siapa?""Jennifer Connelly tahun 1991?"Ia mencubitku."Aaauuuw... Itu sakit tahu!""Ini 2015! Haloooo... Kau dari mana saja selama ini?" pekiknya skeptis."Tapi, kau beneran kayak Jenniffer Connelly di Carrier Opportunities. Serius!"Ia memutar bola matanya. "Itu hin
Jon Agustus 2015 "Pertama kali aku melihatmu di lapangan. Aku tahu, kau berbakat." Kalimat pertama yang terlontar dari mulut Roxie sukses menarik perhatianku. Aku belum meresponnya ketika ia menyeretku bergabung dengan anak-anak lain di pinggir tribun. Kami sejenak menikmati permainan beberapa anggota dari tim inti senior. Mereka merayuku bergabung, tapi aku menolak. Selepas beristirahat dan bergurau dengan kami, mereka memilih pergi berkelompok. Kami beranjak ke tengah lapangan basket, setelah yang lain benar-benar pergi semua. Penjaga sekolah tidak begitu khawatir, ia mengerti ini tahun terakhir para siswa senior bisa menikmati bermain di sini. "Jon, kutinggalkan kunci hall padamu. Jam 10 serahkan padaku di depan. Oke?!" katanya sebelum pergi menyisiri tiap ruang gedung. "Siap." Aku beralih ke Roxie. Ia menghabiskan sisa air botol mineral. Lalu menggelindingkan bola padaku yang berdiri memandangi sekitar. "Cepat sekali, ini sudah tahun terakhir. Aku pasti akan merindukan te
Summer September, 2015 Mom memberitahuku kalau sarapan di meja makan sudah siap. Aku pun menyadari perutku sudah bunyi. Segera kulangkahkan kaki ke wastafel dan menggosok gigi serta mencuci muka, lalu bersiap-siap dan turun ke bawah. Mom sudah menyiapkan roti lapis isi telur mayo dan sayur-sayuran serta segelas susu untukku. Ia sedang membaca koran, dan di hadapannya tersaji mug yang kuberi kemarin, berisi kopi, dan ada pula sandwich ikan tuna kesukaan dad yang sudah dimakan setengah. Semua itu dulu sarapan kesukaan dad sebelum ia bersiap-siap pergi bekerja. Sepertinya mom mengawali hari ini dengan cerah, aku memeluknya singkat. Ia mengecup keningku. “Cepat makan dan berangkat." Aku segera duduk dan meminum susuku beberapa teguk. Lalu kulihat mom yang melanjutkan makannya. “Ada apa dengan hari ini? Itu..." kutunjuk keseluruhan dirinya, "Mom bertingkah seperti dad. Makanannya, kopinya, korannya, cara makannya.” Ia pun menelan gigitan terakhirnya dan meneguk kopinya hingga habis.
SummerJuli, 2008Segalanya terasa gelap. Lebih dari yang kau kira. Saat ini adalah tiga tahun kepergiannya. Kuharap ia damai di sana. Tapi, aku merasa masih terpuruk di sini. Aku memandang nisannya. Sendirian. Aku kemari tanpa mom. Seseorang menemaniku diam-diam saat mom meninggalkanku di rumah saat ia sedang ada urusan ke kota. Kami masih di Springfield, meskipun jarak makam dengan rumah yang sekarang sangat jauh.“Hai, dad. Bagaimana kabarmu?” aku seolah berbicara dengannya dengan memandang tanah berhias batu itu.“Aku kangen dad. Aku ke sini tidak dengan mom. Aku tahu aku ceroboh, tapi mom pasti menolak kalau kuajak ke sini.”Aku menarik lengan seseorang yang berdiri di belakangku itu agar mendekat ke sampingku. Ia menuruti mauku. Tangannya merangkul bahuku. Mengesankan kalau ia menjagaku dan menguatkanku.“Kenalkan dad, ini Cloud. Apa kau tahu ia ada bersamaku ketika aku diculik? Tiga tahun ini ia tetap bersama denganku. Tiga tahun dad tidak ada, dan ia masih mau menemaniku. Di r
SummerSeptember, 2015“Di mana Summer?” Jon berjalan bersisian dengan Roxie ke arah mobilnya.Kulihat Kevin sibuk memainkan ponselnya sembari bersandar di ford merah itu. Ia mengedikkan bahu,“Kukira ia bersamamu.”Jon menepuk dahinya, “Ya ampun Kev, kukira dia bersamamu.”Kevin memperhatikan Roxie, “Oh yeah, kau sedang sibuk dengan cewek ini jadi kau melupakannya begitu saja.”“Hei, kenapa jadi menyalahkanku?! Kenapa Summer jadi penting sekali sih?!” kata Roxie sinis.Kevin terkekeh. "Cuma bercanda, Rox."Roxie mendengus sebal."Ya ampun, kenapa cewek itu sulit sih dimengerti?!" Kevin memasukkan ponselnya ke saku. "Aku berharap dua cewek terpenting di hidup sepupu sintingku ini, bisa berdampingan dengan damai. Tapi, mana bisa sih? Sepertinya kalian butuh duduk bersama, berbicara dari hati ke hati, dan tidak serumit itu bersama Jon. Sudah kubilanh dari awal, cowok dan cewek itu tidak bisa selamanya bersahabat. Kau paham tidak sih Jon?!"Jon pun menyikut perut Kevin. "Cerewet!"Aku be
Jon September, 2015 Wajahnya tertunduk muram saat ia menuju jalan masuk pekarangan. Aku pun bangkit dari dudukku di atas anak tangga beranda. Aku berjalan ke arahnya. Sedari tadi aku memutuskan sengaja menunggu Summer di depan rumahnya ketika tidak mendapati keberadaannya di setiap sudut sekolah. “Kau dari mana saja?” Ia tengadah ke arahku. Terkejut. “Sedang apa kau di sini?” “Menunggumu pulang.” “Kau tidak perlu menungguku, Jon.” Ia berjalan melewatiku dan membuka kunci pintu. Perubahan terjadi begitu drastis rupanya. Entah bagaimana bisa begitu. Summer benar-benar terlihat kacau. Acuh. Pasti ada yang tidak beres. Aku berjalan mengikutinya. “Tadi kau menghilang. Kita kan sudah sepakat akan mengantarmu pulang.” Ia acuh. Diam saja. Kuhela nafas berat. "Aku dan Kevin menunggumu di parkiran. Kau tidak muncul juga. Aku mencarimu ke setiap sudut sekolah. Kau tidak ada dimana-mana. Jadi aku mulai khawatir dan memutuskan menunggumu di depan, untuk memastikan kau benar-benar sampai
SummerAgustus, 2015Saat itu aku melihatnya. Roxie. Keterkejutanku tidak hanya sampai pada apa yang dikatakan Jon barusan, tapi juga dilanjutkan dengan kehadiran cewek itu tiba-tiba di tribun, tak jauh dari kami. Ia pasti kemari mencari Jon. Langkahnya segera terhenti saat melihat aku dan Jon di bangku penonton lapangan basket. Ia begitu syok saat Jon memelukku. Wajahnya memerah. Ia marah. Pasti sangat marah. Dan tidak lain pasti ia akan segera mengincarku. Aku pun bersikeras melepaskan diri dari Jon. Namun, tangannya terlalu kuat merengkuhku."Jangan, Sum!""Tidak, Jon! Aku harus pergi dari sini. Ada Roxie.”Rengkuhan Jon mengendur saat mendengar apa yang kubisikan. Ia sejenak mematung.Saat itu juga aku langsung mengambil kesempatan melepaskan diri darinya. "Maafkan aku Jon, aku tidak mau mengacaukan semuanya." Lalu secepat kilat menjauh dari sana.Jon meneriaki namaku, tapi aku tidak menggubrisnya.Aku berlari sekuat mungkin. Aku hanya ingin secepatnya pergi dari sumber masalah ya