Semua Bab Hello, Dr. Jack: Bab 31 - Bab 40
47 Bab
Khilaf
Lima hari sudah berlalu. Belum ada tanda-tanda perkembangan dari Rani. Wanita itu masih tak sadarkan diri di ruang intensif. Berbagai selang menempel di tubuhnya. Janu dan Andreas bergantian menjenguknya. nadine ingin ikut serta, tapi dilarang. Jadi, dia hanya mendengarkan apa yang diceritakan suaminya setiap pulang dari sana."Mau ke rumah sakit lagi?" Nadine merapikan kerah baju suaminya yang tampak berantakan. Sejak kejadian itu, Janu jarang ada di rumah. Sepulang dari rumahs akit, dia akan mandi dan mengganti pakaian. Lalu makan jika lapar dan langsung pergi lagi ke rumah sakit.Orang tua Rani akan meneleponnya jika belum memberikan kabar. Janu akan buru-buru datang tanpa menghiraukan istrinya. Rasa kasihan karena Rahmat tak memiliki keluarga di Jakarta dan kondisi keuangan yang terbatas, membuat lelaki itu tak tega.Melihat sikap Janu yang seperti itu, nadine menjadi sedikit kecewa. Ada rasa sedih yang menyusup dalam hatinya. Perlahan menjalar bahkan mulai berakar. Dia tahu bahw
Baca selengkapnya
Keajaiban
Bunyi beberapa alat yang terpasang, saling bersahutan di dalam ruangan itu. Berbagai selang yang melekat di tubuh, membuatnya tetap bertahan sampai sekarang. Harapan tipis, tapi semua orang berdoa untuk sebuah keajaiban. Wanita yang terbaring di ruang intensif itu mulai menggerakkan tangannya. Kesadarannya mulai pulih. Belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi, hanya merasakan sakit yang menghantam seluruh bagian, dari kulit hingga tulang. Serasa ruh ingin terlepas dari raganya. Jika boleh memilih, dia ingin kembali ke pangkuan Tuhan, dari pada harus merasakan sakit di antara hidup dan mati. "Suster, Suster. Lihat!" Salah satu perawat memanggil kepala ruangan mereka. Semua orang mengucapkan takbir saat melihat keajaiban itu muncul. Wanita ini kuat, dia berjuang untuk hidupnya. Mungkin, ada banyak hal yang ingin diselesaikan sebelum tiba masanya berpulang. Rani memang luar biasa. "Panggil Dokter Andreas ke sini." Begitulah perintah kepala ruangan. Tak berapa lama, sosok lelaki yang
Baca selengkapnya
Syukur
Rahmat berulang kali mengucapkan syukur atas perkembangan yang dialami Rani. Dia mengusap air mata yang sempat menetes beberapa menit yang lalu. Semua orang serasa mimpi, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Perlahan tapi pasti, tubuh yang tak berdaya itu akhirnya mulai sadar, walaupun belum sepenuhnya pulih. Setelah mengucapkan nama lelaki yang di sayangi, Rani kembali tak sadarkan diri. Mata yang berhari-hari terkatup itu bahkan enggan menyapa orang yang dia sebut. Dia kembali ke alam mimpi, larut dalam buaian indah yang telah menemaninya beberapa hari ini."Semua boleh keluar."Perintah dokter senior sempat mengagetkan mereka. Dua orang lelaki itu akhirnya memilih patuh, dan melanjutkan pembicaraan setelah meninggalkan ruangan itu. "Makasih, Nak Dokter," ucap Rahmat menjabat tangan Janu erat. Janu membalasnya dengan melakukan hal yang sama. Mereka sempat berbincang-bincang dengan dokter senior, sebelum akhirnya memilih untuk pulang dan berpisah. Lelaki itu diminta
Baca selengkapnya
Iba
"Jack. Rani udah sadar."Janu langsung mematikan sambungan telepon dan bergegas menuju ke rumah sakit. Sebelum berangkat, dia sudah menitipkan Nadine kepada Inah, dan berpesan agar segera menghubungi jika terjadi sesuatu. Istrinya sudah meminta untuk pulang ke rumah orang tua, tetapi dia masih menahan. Rencananya nanti sekalin mendekati hari lahiran.Mobil Janu melaju membelah jalanan ibu kota yang siang ini padat, sehingga harus extra sabar jika terkena macet. Lalu lalang kendaraan yang saling berebutan dan tak sabar ingin mendahului satu dengan yang lain, menjadi pemandangan lumrah di setiap harinya. Sepanjang perjalanan, ada sedikit rasa lega di hatinya saat menerima telepon tadi. Paling tidak, dengan sadarnya Rani mengurangi rasa khawatir mereka. "Sini."Andreas menarik lengannya, lalu membawa lelaki itu masuk ke ruangan intensif. Mereka menuju bed tempat Rani berbaring. Beberapa selang masih menempel di tubuhnya. Wanita itu lemah, hanya saja ketika melihat Janu mendekat, bibirny
Baca selengkapnya
Cemburu
Ruangan praktik dokter yang kali ini mereka datangi berkesan mewah dengan design interior yang mewah. Sama seperti dokter lainnya, ada banyak poster mengenai kesehatan kandungan dan organ intim wanita. Hanya saja, wallpaper-nya gelap, karena didominasi warna hitam. "Malam, Dokter Arjuna." Mereka menyapa."Panggil Juna saja." Arjuna tersenyum manis, menampilkan sebuah lekukan di sudut pipinya. "Silakan duduk." Nadine dan Janu duduk berhadapan dengan dokter yang akan memeriksanya hari ini. Arjuna, itulah nama spesialis kandungan yang mereka datangi. Atas rekomendasi Abraham, akhirnya mereka sepakat datang ke sini. Dokter Arjuna mulai bertanya. Diawali dengan riwayat kehamilan Nadine sebelumnya. Cukup kaget saat wanita itu mengatakan bahwa mereka hampir satu tahun menikah dan belum dikarunia momongan."Kita periksa dulu ya, Ibu Nadine?" Arjuna memastikan nama pasiennya. Matanya menatap wajah manis di hadapannya. Entah mengapa dia malah jadi berdebar. Nadine mengangguk. Lalu berjalan
Baca selengkapnya
Tulus
Andreas memandang wajah sendu yang sejak tadi diperiksanya. Bibirnya masih pucat dengan tubuh yang masih lemah. Walaupun sudah ada sedikit rona merah di wajahnya. Rani memasrahkan diri saat cairan bening itu disuntikkan ke infusnya. Menimbulkan denyut pada bagian yang tertanam jarum di kulit gadis itu."Sakit?" Andreas bertanya. Ada rasa iba dalam hatinya saat melihat wanita itu memejamkan mata hingga dahinya berkerut. Jenis obat ini memang menimbulkan rasa nyeri setiap kali disuntikkan. Rani mengangguk. Matanya menatap pada lelaki tampan berjas putih di hadapannya. Ada stetoskop yang menggantung di lehernya. Wajahnya putih bersih. Andreas merupakan sosok yang tenang dan teratur. Ada rambut halus yang tumbuh di sekitar rahang kokohnya. Juga kacamata yang membingkai wajah, membuatnya terlihat smart."Jangan banyak gerak dulu. Kalau cepat pulih, nanti suster bawa jalan keluar pakai kursi roda, ya.""Masih lama disini?" ucap Rani terbata."Masih lama. Nanti tiap hari ketemu aku," jawa
Baca selengkapnya
Jatuh Cinta
Perawat itu menjelaskan sambil mendorong kursi roda mengelilingi sebagian kawasan rumah sakit. Kebetulan bagian gedung ini berdekatan dengan kamar perawatan Rani sehingga mereka bebas berjalan-jalan."Ini gedung belakang. Sudah lapuk, tapi belum di enovasi. Jadi kami biarkan saja." Rani meminta diajak keluar karena dia merasa bosan berada di kamar seharian. Sudah hampir satu bulan dia berada di rumah sakit dan Andreas belum mengizinkannya pulang. "Dokter Janu belum datang, ya?" Rani bertanya. Sejak tadi pagi dia menunggu hingga petang ini, namun sosok sang pujaan hati belum nampak batang hidungnya. "Belum ada, Dokter. Kangen, ya?" goda si perawat. Melihat binar indah di mata Rani setiap kali lelaki itu datang, membuatnya tahu bahwa ada hati yang menyimpan sekuntum rindu. Hanya saja, sepertinya wanita itu menempatkannya pada orang yang salah."Ah, enggak," jawab Rani malu. "Masa sih?"Rani tersipu malu, lalu menjawab. "Dia udah punya istri."Sang perawat tersenyum. Benar sesuai du
Baca selengkapnya
Manja
Rani memandang wajah tampan yang sedari tadi membantunya makan. Matanya menatap mesra dengan penuh kerinduan. Dia ingin, tangan itu merengkuhnya dalam dekapan.Setelah berjalan-jalan melihat gedung lama rumah sakit ini, mereka kembali ke kamar. Andreas segera berpamitan pulang ketika melihat Janu datang. Lelaki itu dengan sigap membantu Rani duduk di pinggir ranjang. Ada yang berdenyut dalam hati Andreas ketika melihat itu. Rani bergelanyut manja dengan melingkarkan kedua lengannya di bahu Janu. Dia membuang pandangan, saat lelaki itu malah membalas tatapannya dengan senyuman. Andreas tahu, rasanya bertepuk sebelah tangan. Namun, status Janu sudah menikah. Jadi kemungkinan untuk mendekati Rani masih ada. Dengan langkah gontai, Andreas berjalan keluar dan menutup pintu kamar tempat Rani dirawat. Lelaki itu bersenandung kecil saat berjalan menuju parkiran, menghibur luka hatinya sendirian.Sementara itu, suapan terakhir makanan sudah lolos masuk ke mulut Rani. Tadi, dia sengaja berma
Baca selengkapnya
Permintaan Gila
"Jack. Ke ruangan Rani, sekarang!"Secepat kilat Janu menghabiskan makanannya dan menuju ruang rawat inap. "Mau ke mana, Dokter?" tanya perawatnya ketika melihat Janu keluar begitu saja dari ruangan dengan tergesa-gesa. Jarum jam dinding menunjukkan pukul lima sore lewat dua puluh tujuh menit. Jamnya pulang bagi semua karyawan. Namun, biasanya Janu akan keluar kantor pukul tujuh malam untuk menghindari macet. "Saya harus ke ruangan rawat inap sekarang."Sementara itu Janu berjalan cepat menuju ruangan yang dimaksud. Pikirannya berkecamuk. Telepon tadi membuat konsentrasinya buyar. Ponselnya kembali berbunyi. Dia sudah tahu siapa yang menelepon, hanya mengabaikannya. Lelaki itu berbelok arah di bagian tengah gedung ini. Dia tentunya sudah hapal setiap bagian dari rumah sakit. Hanya kali ini, bukan Rani yang akan dia temui.Pintu kamar pasien itu terbuka. Melihat Janu datang wanita itu langsung menangis sesegukan. Lelaki itu mendekati bed pasien. Di sana terbaring sosok cantik yang s
Baca selengkapnya
Empati
Andreas mematung saat mendengarkan perbincangan dua orang tadi. Dari arah yang berlawanan dia datang hendak mengunjungi Rani. Dua orang tadi itu mungkin tidak menyadari kehadirannya karena sedang serius membicarakan sesuatu. Namun, dia cukup jelas mendengar semua ucapan mereka hingga bagian yang terakhir."Nak Dokter, ini cuma status. Siapa yang mau menikahi perempuan cacat. Saya juga juga ndak bisa melindungi dia terus-terusan."Ada yang tertohok di hati Andreas saat mendengar kata-kata itu. Seakan cinta yang baru tumbuh di hati harus layu sebelum bunganya mekar. Kalau diizinkan, biarlah dia yang menjadi penyelamat agar Rani bisa terus bertahan hidup dengan kondisinya yang cacat. Sayang, wanita itu tak melirik ke arahnya. Sekalipun dia sudah berusaha mati-matian menunjukkan kepeduliannya. Mungkin, bagi Rani perhatian yang dia berikan hanya sebatas tanggung jawab profesi. Padahal dia tak pernah berlaku seperti itu kepada pasiennya yang lain."Dokter Andreas?" tanya Rahmat saat meliha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status