All Chapters of Neraka untuk Adik Madu: Chapter 31 - Chapter 40
90 Chapters
Bab 31
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Kuajak Mama dan kugendong Daffa menuju taman yang ada di samping rumah melalui ruang tamu. "Kenapa badan Mama gatel semua sih." Terdengar suara keluhan Mama mertua. Membuat langkahku dan juga Mama terhenti seketika. "Sama, Ma. Badan Lidya gatel semua. Lihat Ma, tangan Lidya merah-merah." Aku dan Mama sedikit menyibakkan tirai penyekat antara ruang tamu dan ruang tengah. Terlihat dengan jelas mereka menggaruk-garuk tangan. Sedetik kemudian berpindah ke tubuh, tak berselang la pindah lagi menggaruk tangan. Aku dan Mama saling pandang lalu terkikik. "Garukin punggung Mama, Lid," perintah Mama seraya merubah posisinya menjadi memunggungi Lidya. "Lidya juga gatel semua, Ma." Tangan kedua perempuan itu masih menggaruk dan menggaruk. "Salah sendiri. Senjata makan tuan, kan," lirihku lalu terkikik melihat pemandangan di depan mata. "Mama, tangan Lidya lecet semua!" teriak Lidya seraya memperlihatkan kedua lengannya ke arah Mama yang
Read more
Bab 32
"Vit, kapan Mama kamu pulang? Acara pernikahan tiga hari lagi loh," ucap Mas Pandu seraya menatapku yang sedang berbaring sembari memainkan ponsel yang ada di tanganku. Pandanganku beralih ke arahnya. "Masih tiga hari lagi, kan? Mama di sini masih dua hari lagi, Mas. Setidaknya saat acara pernikahan kalian digelar, Mama sudah pulang ke rumahnya," ucapku. Mas Pandu menghembuskan napas berat. Sesekali kedua telapak tangannya mengusap wajah dengan kasar. "Kamu keganggu ya ada Mamaku di sini? Kamu nggak suka Mama nginep sementara di sini?" Kini nada suaraku meninggi. Memang kusengaja memancing emosi Mas Pandu. Ini adalah salah satu rencana yang kami susun bersama Mama. "Bukan begitu, Vit. Kamu kan tahu sendiri kalau acara pernikahan tiga hari lagi akan digelar. Acara ijab qabul akan diadakan di sini. Pasti akan gagal dna mundur lagi kalau Mama kamu masih ada di sini," ucap Mas Pandu yang seketika membuatku merubah posisi. Dari semula berbaring menjadi duduk. "Intinya kamu nggak suka
Read more
Bab 33
Terlihat Mas Pandu menarik kembali uluran tangannya. Kali ini Lidya berusaha untuk bangkit. Bibir keduanya sering sekali meringis. Mungkin pukulan dari Mama telah meremukkan tulang-tulang mereka. Kini mereka berjalan ke arah depan– di tempat ruang keluarga. Saat tubuh mereka telah menghilang di balik pintu, aku dan Mama saling berpandangan lalu tersenyum. Senyum kemenangan dan kepuasan. "Harusnya tadi kita grebek mereka bareng warga, Ma. Biar mereka diarak," ucapku dengan nada lirih. "Biarlah. Yang terpenting Mama sudah melampiaskan kekesalan Mama. Sekarang akan Mama buat tiga benalu itu keluar dari rumah ini," ucap Mama dengan geram. "Gimana caranya, Ma?"Mama membisikkan serangkai rencananya di telingaku. "Mama yakin?" ucapku dengan sedikit ragu. "Udah, tenang saja. Ikuti saja rencana Mama. Kali ini akan berhasil. Mama jauh lebih banyak merasakan pahit, asin dan manis nya hidup ini.percayalah ...," jawab Mama. Aku mengangguk. "Kita ke depan sekarang," lanjut Mama lagi. Aku
Read more
Bab 34
"Ma, kenapa tadi Mama nggak maksa Mas Pandu buat talak aku, Ma," tanyaku saat aku sudah berada di dalam kamar. Ya, setelah kepergian para benalu dan juga Pak RT, aku dan Mama bergegas masuk ke dalam rumah. Pastinya setelah mengunci pintu rumah. "Kalau talak nanti waktu di pengadilan juga bisa, Vit. Yang terpenting para benalu itu sudah keluar dari rumah ini," ucap Mama. Aku mendengarkan apa yang dikatakan oleh Mama. "Kan memang itu rencana Mama. Biarkan mereka berharap bisa kembali. Padahal sidang pengadilan telah menanti," lanjut Mama lagi. "Iya, sih, Ma. Apa yang Mama katakan memang benar. Selama kepergian Mas Pandu kita bisa melancarkan aksi kita, Ma. Setelah semua aset aman, Vita akan menggugat cerai Mas Pandu," ucapku.Mama mengangguk mendengarkan penuturanku. "Kita akan tinggal di sini sampai semua aset berpindah nama pemiliknya dan kamu sudah menggugat cerai suami kamu. Kapan katanya akan jadi, Vit?" tanya Mama. "Paling lambat katanya sih satu minggu lagi. Kemarin aku tan
Read more
Bab 35
Cepat kualihkan pandanganku dari sana– pura-pura tidak melihat keberadaannya lalu aku melangkah masuk ke dalam rumah, namun saat tubuh ini hampir melewati ambang pintu, suara lelaki itu terdengar memanggil namaku. Kuhentikan langkahku lalu memutar tubuh. "Kamu di sini, Mas?" ucapku. Lelaki itu berjalan mendekat ke arahku lalu berdiri di teras rumah– tak jauh dari tempatku berdiri. "Iya. Vit, tolong ambilkan ponselku di dalam dong," pinta Mas Pandu."Tapi di dalam ada Mama, Mas," ucapku. "Ponsel saja, Vit. Aku butuh nomor seseorang.""Untuk?""Aku membutuhkan uang, dan hanya temanku itu lah yang akan meminjamiku. Aku kemarin sudah ke sana, tapi dia nggak di rumah. Sedang di luar kota. Jadi aku harus menghubunginya via telepon. Kamu tahu sendiri kan besok acara pernikahan kami digelar. Dan harus segera dibayar. Kalau tidak mereka akan membatalkannya," ungkap Mas Pandu."Aku bolak-balik ke sini. Tapi selalu ada Mama kamu di depan. Tapi syukurlah kali ini kamu yang menemui. Tolong am
Read more
Bab 36
Pov Pandu**Lidya– satu-satunya perempuan di masa lalu yang kembali membuatku jatuh cinta. Setelah sekian lama tak pernah jumpa, akhirnya Tuhan mempertemukan aku dan perempuan di masa laluku. Perempuan yang mambuatku mengenal apa artinya cinta– untuk pertama kalinya. Masih teringat dengan jelas di dalam benakku, saat mau tak mau kita harus berpisah. Sungguh ... hal yang kita mimpikan sama. Membawa hubungan itu ke jenjang pernikahan. Namun harapan hanyalah suatu harapan. Hubungan kami harus kandas begitu saja karena tak ada restu dari orang tua Lidya. Sedih, kecewa melebur menjadi satu.Masih teringat dengan jelas saat-saat kedua orang tua Lidya menolakku. Menolak saat aku mengatakan niatku yang ingin melamar dan mempersunting putrinya. "Kamu lelaki miskin, mau di bawa ke mana masa depan Lidya jika hidup bersamamu?!" Begitulah satu kalimat yang terus terngiang di telingaku. Padahal aku tahu betul latar belakang keluarga Lidya pun tak jauh berbeda denganku– sama-sama dari kalanga
Read more
Bab 37
Pov Pandu***Aku, Lidya dan Mama berjalan menuju ke rumah. Mataku menyipit ketika netra ini melihat seorang perempuan bergaun merah tanpa lengan sedang duduk di sofa ruang tamu. Namun aku kembali terhenyak saat tangan Papaku melingkar di atas pundak perempuan itu. Bahkan terlihat dengan jelas pemandangan di depan mata saat mereka saling melempar senyum. Lelaki yang merupakan Papa kandungku itu sesekali menyentuh dagu perempuan itu. "Ndu, siapa perempuan itu?!" pekik Mama saat beliau baru saja melihat ada seorang wanita di dalam sana. "Nggak tau, Ma," lirihku. Kulirik Lidya yang hanya menatap ke arah mereka melalui jendela kaca yang tirainya pum masih terbuka. "Kenapa di larut malam seperti ini ada perempuan?" Kini nada suara Mama terdengar bergetar. Dengan langkah panjang dan cepat, bergegas Mama melangkah masuk. Brak!Pintu yang tak terkunci itu terhempas menabrak tembok saat Mama mendorongnya dengan keras. Kutarik tangan Lidya agar berjalan dengan cepat untuk menghampiri M
Read more
Bab 38
"Sudahlah, Ma .... Mungkin Papa sedang khilaf. Mudah-mudahan Papa akan sadar dengan kesalahannya. Mama yang sabar. Pasti Mama akan bisa menerima semuanya. Seperti yang Vita lakukan."Tiba-tiba Mama melepaskan pelukannya lalu menatapku dengan tajam. Apakah ada yang salah dengan perkataanku? Bukankah yang kukatakan itu benar adanya? Vita bisa menerima kehadiran Lidya dalam hitungan hari. Jadi begitu pun dengan Mama. Mama pasti akan bisa bersabar untuk sementara waktu seraya berusaha menyadarkan kembali Papa yang telah berselingkuh. Terasa Lidya menyenggol lenganku. Aku menatapnya, sedangkan Lidya terlihat melotot ke arahku. "Apa sih?! Bukannya benar yang aku katakan? Bahkan dengan terang-terangan aku minta izin nikah sama Vita. Tapi lihatlah Vita bisa nerima kamu. Kan Mama cuma diselingkuhin, bukan berati mau nikah lagi," ucapku menjelaskan apa yang ada di kepalaku. Lagi-lagi Lidya menyenggol lenganku seraya mata yang masih mendelik. "Ma ...," panggilku saat melihat Mama yang sedan
Read more
Bab 39
Saat langkahku semakin dekat, kedua orang lelaki yang sedari tadi berdiri di depan rumah itu langsung menoleh ke arahku. "Bapak kenapa ada di rumah saya ya?" tanyaku saat aku sudah berdiri di depan mereka. Kini hanya berjarak satu meter saja. Bukannya menjawab, kedua lelaki itu malah saling berbisik lalu melenggang pergi begitu saja tanpa permisi. Entah kenapa ada yang sedang tidak beres saat ini. Kedua orang itu masuk ke dalam mobil yang terparkir di bahu jalan– tepat di depan rumahku. Ketika mobil itu telah melaju, aku kembali melanjutkan langkahku yang sempat terhenti. "Ma ... kita sarapan, yuk," ucapku saat melewati kamar Mama. Tanpa menunggu jawaban bergegas aku melangkah menuju ruang makan dengan membawa tiga bungkus makanan tersebut. Luletakkan makanan itu di atas meja. Kedua netraku menangkap Lidya yang sedang berdiri seperti sedang membuat sesuatu. Dari aroma yang menguar, aroma kopi menerobos indra penciumanku. Aku berjalan mendekat ke arahnya dengan langkah mengendap
Read more
Bab 40
Hanya membutuhkan waku tiga puluh menit untuk sampai di rumah Andi. Namun keningku berkerut dengan alis yang saling bertautan saat melihat ada mobil yang sangat tak asing telah terparkir di halaman rumah itu. "Bukankah itu rumah milik kedua orang yang tadi berdiri di depan rumahku?" lirihku seraya berusaha mengingat kembali. Memastikan kalau aku tak salah tebak. "Ya, itu milik kedua lelaki tadi. Aku tak salah lagi," ucapku lagi. Akhirnya aku memutuskan memarkir motor di halaman lalu melangkah menapak ke lantai teras rumah. Rumah berlantai empat dan dipadupadankan dengan cat berwarna emas ini selalu terlihat sepi. Aku berhenti di balik pintu, lalu tanganku terulur memencet bel yang terpasang di sisi pintu. Aku berdecak kesal saat dua kali memencet bel dengan jeda yang lumayan lama namun tak kunjung ada yang membuka pintu. Kuulangi untuk memanggil penghuni rumah ini. Tak berselang lama terdengar seperti ada seseorang yang membuka pintu dari dalam. Tak berselang lama terlihatlah so
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status