Semua Bab Antara Dilema & Cinta: Bab 71 - Bab 80
140 Bab
71. Masa Kamu yang Bilang, Kamu Nggak Tahu
"Hei, aku Violla. Sepertinya aku akan mengambil alih bab ini. Tapi tenang saja, hanya sedikit kok."Bagaimana pun tidak ada yang pernah menolak kecantikan visual Violla. Dari kecil ia sudah terkenal dengan parasnya. Kalau hati dan perilaku? Ia tidak terlalu menonjol dengan dua karakter tersebut.Bahkan saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, ia pernah dirundung. Teman-temannya melakukan perundungan secara verbal padanya."Tidak ada yang boleh berteman dengan cewek gendut dan dekil seperti dia. Aku yakin dia bisa masuk ke sekolah kita karena cuman modal beasiswa."Setiap pergi dan pulang sekolah, Violla seolah sedang memasuki neraka kedua. Neraka pertama tentunya adalah rumahnya sendiri. Terkadang, pembantu di rumahnya melihat ada garis merah di tangan Violla kecil. Namun, dengan cepat Violla akan menarik tangannya dan menyembunyikannya di balik baju lengan panjang."Nona, itu apa? Nona jatuh atau kenapa?""Nggak. Ini bukan apa-apa,""Saya obatin
Baca selengkapnya
72. Perang ke Dunia?
"Udah ah, aku malas ngomong sama kamu Ana. Aku kira aku mengenal kamu. Ternyata nggak. Apa yang kamu bilang saat aku kasih tumpukan buku untuk diperiksa kemarin?""Kalau itu ya, aku bingung aja. Tapi karena kamu minta aku periksa, yah saya periksa buku dengan daftarnya,""Lalu? Kenapa kembalikan kesini?""Yah kan memang dari awal kemungkinan besar buku-buku itu masuk ke editor. Dijadikan sebagai bahan referensi,""Coba kamu sebutin, apa yang dibilang sama Bu Pramita?""Pada saat buku-buku itu diberikan oleh Bu Pramita, beliau info ini adalah buku-buku yang didapat dari kliennya. Minta aku atau kamu untur sortir. Buat tabel judul-judulnya dan ada berapa buku masing-masingnya. Lalu, laporkan kepada Bu Pramita,""Oh ya?""Nah iya, kan Bu Pramita hanya minta laporkan hasil rekapnya. Lalu, saat itu aku juga tanya dirimu. Tabelnya mau yang saya buat atau kamu. Kamu bilangnya kamu saja, karena aku nggak bisa atur ini.""Yakin cuman itu?""Apa? Apa lagi?""Apa lagi yang kamu bilang ke Bu Lina
Baca selengkapnya
73. Supir Nicho siap Menjemput
"Ini siapa ya?" Ibunya Gracia berjalan ke depan."Salam kenal, Tante! Saya Stanley, pacarnya Ananta. Maaf, Tante. Saya ganggu pagi-pagi. Soalnya tadi Ananta bilang ke aku kalau dia kesini. Udah sampai belum ya?""Sst...Jangan keras-keras ngomongnya. Kita keluar aja yuk!""Apa Tante?""Yuk, ah! Dengerin kata Tante. Nanti Tante jelaskan sambil jalan," Ibunya Gracia menutup gerbang. Berjalan menuju ke motor Stanley. "Ayo, kok malah bengong! Antarin Tante ke depan."Stanley terdiam. Lagi-lagi ia kaku sesaat. Kenapa ada dua wanita yang membuatnya speechless sepagi ini?Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal."Ayo, kamu mau tahu tentang Ana nggak? Tadi dia udah datang, tapi...ya sudah lah ayo, kita ke restoran depan,""Baik, Tante." Setelah ibunya Gracia menyebutkan nama Ananta, ia langsung semangat. Apapun yang menyangkut mengenai pacar yang sangat ia cintai, ia akan lakukan.Mereka sampai di sebuah restoran di kawasan jalan M. Sohor. Rumah makan dengan menu utamanya adalah soto.
Baca selengkapnya
74. Setidaknya Kamu Tersenyum
Stanley membawa motornya semakin laju. Ia benar-benar ingin bertemu dengan Ana secepatnya. Ia bisa nggak waras kalau ia belum bertemu dengannya.Cit.Ban motornya berbunyi saat ia menginjak rem belakang dengan cepat. Sebuah mobil hitam Toyota Land Cruiser baru saja keluar dari gang.Mobil itu juga dengan cepat menginjak remnya sekuat tenaga. Patut diuntungkan, ia tidak mengendarainya dengan kecepatan tinggi."Ini motor apa-apaan sih? Mau cari mati apa?" Eric kesal. Ia sudah akan turun, jika Nicho tak menahannya."Biar saya saja. Saya tidak mau ribut sama orang. Lagian kita pakai mobil, dia pakai motor. Jika terjadi kecelakaan, sudah pasti dia yang paling rugi," Nicho turun dari mobil. Membantu si pengendara menaikkan motornya yang terjatuh."Kamu nggak apa-apa?"Si pengendara motor itu melepaskan helmetnya. Membenarkan rambutnya sebelum ia melihat wajah si penabrak."Nicho?""Stanley ya, astaga. Maaf,""Iya, nggak apa-apa. Aku yang salah
Baca selengkapnya
75. Syukurilah, Kamu Masih Diakui sebagai Anak
"Apa kamu yakin tidak mau tahu tentang Pak Nicho? Dia adalah-""Sst. Kok malah ngomongin pria lain. Udah stop. Pria yang seharusnya kamu perbincangkan adalah aku. Hanya aku. Ok?" Dengan cepat Stanley memotong pernyataan Gracia."Karena kamu hanyalah milikku," sambungnya. Ia tersenyum sambil mengelus lembut rambut Ananta."Rambutku bisa berantakan, Ley!" ketusnya.'Kalau memang dia nggak mau tahu siapa itu Nicho. Ya sudahlah. Biarin saja.'"Kamu kenapa diam?""Nggak apa-apa. Aku kan memang pendiam orangnya,""Mau ke rumahku aja?""Apa sambungannya malah ke rumahmu?" Ana bertanya tak mengerti."Nggak. Kan udah lama kamu nggak ke rumah aku,""Ley, kamu lupa apa gimana? Baru kemarin loh. Baru kemarin kita nonton. Fokus saja sama kedaimu. Hanya dengan cinta, kamu tidak akan kenyang.""Iya. Tanpa cinta juga hubungan tidak akan bisa berjalan dengan baik. Lagian kita juga harus bersantai. Supaya otak kita bisa terhindar dari stres,""Iya, Stanley bijak."***"Iih, Nicho. Kamu kenapa sih? Jaha
Baca selengkapnya
76. Dua Pria Ganteng
"Jadi kita mau beli apa untuk Gracia?" Eric bertanya saat mereka sudah keluar dari gang rumah Ananta."Apa kebiasaan malas makan masih jadi kegiatan favoritnya?""Masih. Sudah mendarah daging sepertinya,""Bagaimana kalau kita belikan dia kue dan secangkir kopi hangat. Aku yakin dengan kandungan gula bisa membuatnya lebih bersemangat,""Boleh juga. Kamu memang paling mengerti dia ya?""Nggak juga. Kan kita udah sering bareng dari kecil. Jadi masih tahu,"Mobil Nicho berbelok ke Kedai Koopi. Masih tersedia dua parkiran mobil. Salah satu hal yang menjadi kesenangan Nicho disini adalah halaman parkirnya luas. Jarang ada kedai kopi yang menyediakan parkiran khusus mobil.Padahal motor yang parkir disana lebih banyak."Kamu yakin mau beli disini?" Eric bertanya dengan ragu."Memangnya kenapa?""Kedai ini belum setahun beroperasi. Rasa makanan dan minuman belum terjamin enak atau nggaknya,""Enak kok. Saya sudah pernah minum disini. Lagian tahu gak pemiliknya siapa?""Mana kutahu!"Nicho te
Baca selengkapnya
77. Apa yang Kurang dari Aku?
"Nicho! Long time no see. Akhirnya aku ketemu kamu juga," Violla berteriak. Beberapa konsumen kedai mulai tertarik dengan kejadian berikutnya.Nicho yang tidak suka menjadi pusat perhatian, segera menyuruh Violla untuk duduk kembali. Namun, Violla lebih memilih menarik kursinya ke dekat meja Nicho."Hai, Eric!" Violla menyapa dengan tersenyum merekah. Hanya beberapa detik setelah menyapa Eric. Violla kembali memandang Nicho. Senyumnya semakin merekah."Kamu nggak mau ngomong apa-apa?" Violla membuka obrolan."Aku ke toilet dulu ya," Eric beralasan. Ia tak mau jadi nyamuk kali ini. Walaupun mata Nicho menatap tajam padanya, ia tak peduli.Mau nggak mau, dia tetap adalah orang lain di antara hubungan percintaan mereka.Saat Nicho dan Violla tidak memperhatikan ia duduk di salah satu kursi. Kembali bermain permainan di gawai."Nicho, kamu gimana kabarnya?" Matanya berbinar-binar menatap Nicho.Beberapa konsumen lain masih menaruh minat kepada mereka
Baca selengkapnya
78. Let's Go!
"Aku pulang dulu ya!" Stanley pamit dari rumah Ananta."Stanley, kenapa semakin lama aku merasa kamu bukan masa depanku ya?" Ana memperhatikan punggung Stanley yang semakin lama semakin menjauh pergi. Menghilang sampai keluar dari gang.***"Hei, Cia! Makan yuk! Ada kue nih di bawah!" Eric berteriak kencang dari bawah."Ric, kok rumahmu nampak sepi. Tante mana? Oh ya, tadi Tante dengar mereka bertengkar dong?" Nicho baru menyadari satu hal. Sesuatu hal yang penting, namun terlewat."Oh iya, astaga. Yah pasti dengar sih. Mereka ngobrolnya udah kayak ayam lagi bertarung. Aku pergi ngecek Mama dulu deh! Kamu duluan naik ke atas aja. Nanti aku nyusul,"Nicho belum mengatakan iya ataupun merespon, tapi Eric sudah berlari kecil masuk ke ruang tengah."Kebiasaan anak itu. Aku belum mengatakan apapun dan dia sudah pergi." Nicho mengambil tas kertas coklat. Berjalan pelan ke dalam. Menaiki satu demi satu anak tangga.Tok. Tok. Tok."Kurir Nicho datang
Baca selengkapnya
79. Seluncur Es, Seluncur Hati
Sesampainya mereka di mall. Eric dan Gracia saling berlomba untuk yang menjadi pertama."Siapa yang telat sampai di kasir selancar es. Dia yang harus bayar semuanya," Eric berkata dengan lancang."Oke. Aku terima tantanganmu," jawab Gracia dengan mantap.Secara bersamaan mereka menoleh ke samping. Ke arah Nicho. Nicho menggelengkan kepalanya. Nggak. Saya nggak mau ikut."Baiklah. 1..2..3.." seru Eric.Eric dan Gracia mulai berlari lurus ke depan."Saya seperti membawa 2 anak kecil," seru Nicho."Aku duluan sampai, Eric. Aku menang. Kamu kalah.""Kalau saja tadi tidak ada anak kecil yang muncul di depanku. Aku yakin, aku yang menang!" jawab Eric sambil terengah-engah."Kalau kalah, terima aja kali." Gracia tertawa senang."Iya. Iya. Baiklah." Eric melihat ke arah petugas kasir. "3 orang ya, mbak!""Baik, pak!""Wuhuuu..." Gracia berteriak kencang. Ia meluncur dengan cepat di atas es."Hati-hati, Gracia." Nicho berseru khawatir.
Baca selengkapnya
80. Cinta sampai Disini
"Segalanya telah kuberikan tapi kau tak pernah ada penantian, mungkin kita harus jalani cinta memang cukup sampai disini....," Stanley bernyanyi dengan lantang di ruangan karaoke. Lagu dari grup band D'Masiv terdengar menggema mengitari seisi ruangan."Hei, kedengarannya seperti patah hati saja kau! Kenapa?" Bryan menyeletuk saat Stanley sudah selesai bernyanyi."Yah, emang kalau nggak patah hati, nggak boleh nyanyi lagu itu apa?" Ia menjawab dengan sedikit cepat. Meletakkan mikrofon di meja sambil mencomot kentang goreng. Lalu duduk di samping Bryan.Mereka tidak hanya sedang berdua disana. Ada teman-teman kedai lainnya yang juga ikut berkaraoke. Mereka menyewa satu ruangan besar."Hei, ada yang kurang disini!", Bryan asal menyeletuk."Apa?""Gadis penghibur, bro!""Hei, nggak. Kamu mau nyanyi atau mau ngeras otaknya?""Kalau bisa 2 kenapa 1?""Ingat istri dan anak, Bryan!""Iya. Damai. Damai. Bercanda bah, bos! Stay calm. By the way, ka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status