Semua Bab The North Compass: Bab 11 - Bab 20
47 Bab
Catatan Kesebelas: Misteri Kota Mati (3)
Entah kenapa suasana di kota mati Gharian menjadi sedikit lebih hangat sejak pertemuan kembali dua tuan putri yang menjadi pewaris sah atas takhta Kerajaan Ishlindisz. Para subjek gagal menjadi lebih jinak dan berdiam di sudut-sudut tergelap kota. Sisa-sisa jiwa manusia yang masih tertinggal di dalam diri mereka seakan mengenali sang Tuan Putri. Vania dan Kim Hana akhirnya berhasil menemukan satu rumah bertingkat dua yang masih utuh baik luar maupun bagian dalam. Ada dua kamar tidur yang lengkap dengan kasur, penghangat ruangan, kotak obat serta beberapa pakaian yang mungkin bisa mereka pakai. Setidaknya malam ini mereka bisa terlindung dari serbuan angin malam yang semakin beku.“Endley, kau bisa masuk angin kalau terus di luar sini.” Vania berusaha memanjat ke atap rumah melalui balkon lantai dua.
Baca selengkapnya
Catatan Kedua Belas: Luka yang Membekas
Setiap kali Claudia membuka mata, ia selalu menemukan dirinya berada di tempat berbeda dengan orang berbeda pula. Tapi kali ini ia seperti terbangun dari mimpi di dalam mimpi. Tidak mungkin pemandangan di depan matanya adalah nyata. Tidak mungkin kakak yang selama ini berusaha ia cari muncul begitu saja di sampingnya. “Kak Vania...” Bibir Claudia bergumam tanpa mengeluarkan sedikit pun suara. Matanya masih terpaku tak percaya pada sosok wanita yang sedang tidur tengkurap dengan wajah menghadap ke arahnya. Claudia hendak bangkit dari baringan untuk memastikan ini semua bukanlah mimpi. Namun keraguan itu terjawab sudah oleh rasa sakit yang seketika menjalar ke seluruh tubuh terutama di bagian punggung. Rasa menyiksa itu bukanlah sesuatu yang bisa diproduksi oleh mimpi atau pun ilusi. Tapi kenapa kakaknya bisa ada di sini? Lagi pula, ini di mana?
Baca selengkapnya
Catatan Ketiga Belas: Eins Stewart
Siang itu, api hitam kematian tampak membumbung tinggi membakar habis seluruh kota mati Gharian dan Osteria tanpa sedikit pun sisa. Kemunculan api yang menjadi momok menakutkan bagi Beta Urora itu sekaligus menjadi bukti nyata akan kehadiran sang Putri Kematian di kontinen tenggara. Wanita itu datang untuk memberi penghakiman atas tanah yang sudah tak memiliki harapan atau pun masa depan.“Alvi Veenessa Endley telah masuk ke wilayahmu. Kau tidak berencana menghentikannya?” tanya seorang pria dari balik bayang-bayang gelap teras taman istana Kerajaan Ishlindisz yang tak terjamah oleh cahaya matahari.Bangunan istana megah itu terletak di tengah-tengah kontinen tenggara dan selama berabad-abad telah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Ishlindisz yang mencakup seluruh wilayah tenggara Beta Urora. Nuan
Baca selengkapnya
Catatan Keempat Belas: Penginapan Kosong di Jalur Barat
Pagar berkarat penginapan di jalur barat didorong kuat hingga menimbulkan bunyi berderit yang tak enak didengar telinga. 4 orang tampak melangkah masuk di mana Kim Hana berada di paling depan, lalu diikuti Claudia, Vania dan terakhir adalah Alvi. Mata mereka bergerak pelan meneliti cermat setiap sudut halaman. Suasana sepi membuat pendengaran menjadi lebih peka akan suara-suara kecil yang mungkin timbul. Namun sejauh ini tidak ada yang menarik perhatian selain suara jangkrik di musim panas serta debu tebal yang membuat hidung tak nyaman.Claudia berinisiatif pergi ke belakang penginapan. Berharap barangkali Vice Kyle ada di sana, tersenyum padanya dengan seruling di tangan. Sayangnya bayangan indah itu langsung buyar saat ia tidak menemukan siapa-siapa di antara hamparan padang rumput liar. Kekecewaan awal tidak membuat Claudia menyerah. Anak perempuan it
Baca selengkapnya
Catatan Kelima Belas: Vanishia, Nama yang Diberikan
Sadar tidak sadar, sebuah nama ‘Vanishia’ tampak terukir di pergelangan tangan kiri Vania. Itu adalah nama baru yang ia terima saat perjanjian Kutukan-Pengikat-Jiwa selesai dibuat antara dirinya dengan Alvi Veenessa Endley sewaktu masih di kontinen timur. Nama itu sekaligus menjadi bukti atas penyerahan jiwanya sebagai seorang budak abadi pada sang Putri Kematian. Tentu saja setelah syarat perjanjian mereka diselesaikan Alvi.Pendaran cahaya kuning cerah yang keluar dari seluruh tubuh Vania merupakan reaksi pertama ketika nama pemberian itu dipanggil oleh sang Pemberi. Vania En Laluna Ishlindisz tidak punya kontrol apa-apa selain berubah menjadi senjata kematian Alvi. Namun, dikarenakan persyaratan perjanjian belum terpenuhi, maka Alvi sendiri belum bisa seutuhnya mengendalikan senjatanya ini. Bagaimana pun juga Vanishia masih merupakan wujud hidup yang memiliki akal dan pemikirannya sendiri.
Baca selengkapnya
Catatan Keenam Belas: Langkah Selanjutnya
“Aku ingin kita langsung ke istana Kerajaan Ishlindisz. Kalau terus seperti sekarang, tenaga kita akan terkuras banyak sebelum pertarungan sesungguhnya dimulai. Eins Stewart harus dikalahkan barulah kita bisa membinasakan seluruh kontinen tenggara.” Vania berkata setelah keheningan panjang selepas pertarungan dengan Moris Rome.“Masuk akal.” Alvi menjawab dengan posisi setengah berlutut meladeni Lily, macan tutul salju yang mendadak bergabung ke dalam kelompok mereka. Macan liar itu terlihat sangat akrab dengan Alvi, dan wanita itu juga memperlakukannya dengan sangat berbeda. Sikap Alvi yang biasa cenderung dingin dan tak acuh berubah total menjadi suatu kelembutan yang tak pernah ditunjukkan pada siapa pun juga.“Tapi bagaimana dengan adikmu? Dia baru saja lari dari tempat itu da
Baca selengkapnya
Catatan Ketujuh Belas: Abandoro (1)
“Kaum Naga oh Kaum Naga. Apa kalian percaya mereka sungguh-sungguh ada?” Sebuah pertanyaan terdengar dari seorang pendeta tua di antara hirup pikuk Kota Arteri Abandoro yang padat akan pedagang, beragam barang dagangan aneh dan lautan pengunjung. Sahutan saling bertumpang-tindih dari para pedagang yang penuh semangat menjajakan dagangan masing-masing.“Jika kalian nyata, oh wahai penguasa langit yang agung, tunjukkanlah bara mematikan kalian! Hembuskanlah napas api dan ratakanlah tanah terkutuk ini!” Pendeta itu terus bersabda meski tak seorang pun yang menaruh perhatian padanya.Vice Kyle berjalan santai menerobos lautan orang-orang yang berdesak-desak tak tentu arah. Wajahnya tenang dan santai bagai pengelana bebas yang hidup tanpa beban dan kesulitan. Tiba-tiba saja bahunya disenggol kasar oleh seseorang yang wajahnya tidak dilihat je
Baca selengkapnya
Catatan Kedelapan Belas: Abandoro (2)
Walau Vania telah meminta untuk tidak pergi jauh, tapi Alvi tidak bisa mengekang sifat alami Lily. Bagai hewan peliharaan yang lepas dari kandang, sang macan tutul salju langsung berlari ke sembarang arah tanpa tujuan pasti. Lily melompat girang menerobos padang ilalang yang telah menguning, lalu masuk ke hutan rindang yang letaknya cukup jauh di belakang rumah pertanian. Alvi berjalan santai sedikit di belakang tanpa buru-buru mengejar karena Lily masih dalam jangkauan penglihatan. Ia baru melangkah masuk ke bibir hutan ketika dikejutkan oleh seorang anak perempuan berusia tujuh tahun yang tiba-tiba melompat turun dari atas pohon tepat di sisi kirinya. Anak kecil itu mendarat sempurna lalu mendongak menatap Alvi dengan reaksi kaget yang serupa. Ia juga tidak menduga ada orang lain di tempat ini.“
Baca selengkapnya
Catatan Kesembilan Belas: Abandoro (3)
Vice Kyle berhenti memainkan melodi yang baru beberapa menit melantun. Sehelai daun yang dijadikan alat musik dijauhkan dari mulut dan ia pun mulai berbaring malas di atas hamparan rumput hijau pendek. Pemandangan langit biru yang diselingi awan putih tipis terlihat tenteram di atas sana. Seandainya ia bisa terbang, mungkin perasaannya akan sedamai awan-awan itu juga.Vice mulai mengeluarkan lonceng yang dipungut beberapa waktu lalu. Ia mengangkat benda itu hingga sejajar dengan mata lalu mulai mencermati setiap detail pada benda berwujud bola kecil itu. Ukiran sisik di seluruh permukaan lonceng terlihat halus, rapi dan estetik. Dua simbol berupa api dan partikel es juga tampak memukau. Proses pembuatannya pasti penuh ketelitian dan ketekunan, pikir Vice dalam hati.Tepat di saat ia sedang mengagumi lonceng bola kecil yang semula dianggap remeh, embusan angin l
Baca selengkapnya
Catatan Kedua Puluh: Abandoro (4)
“Aku tidak mengerti, jika Eins Stewart sudah tahu keberadaan dua Tuan Putri Kerajaan Ishlindisz, kenapa dia tidak datang sendiri atau mengutus orang-orangnya? Kenapa dia harus repot-repot memberitahu kita yang hanya merupakan pemburu hadiah?” Suara protes terdengar dari mulut lubang.“Sudahlah, tak ada yang bisa menebak jalan pikiran penguasa baru seperti dia. Lagi pula kita sendiri yang setuju melakukannya. Dia sama sekali tidak memaksa,” ujar temannya menenangkan.“Tapi apa kau yakin dia tidak sedang memperalat kita? Apa cairan di dalam suntik ini benar-benar bisa melumpuhkan Claudia En Lacia Inshlindisz?” Orang pertama kembali berkata.Moris Rome yang sejak tadi diam membisu spontan mendengus sinis. “Sudah jelas Eins Stewart sedang memanfaatkan pemburu hadiah. Kita tidak lebih dari sekedar tenaga gratis yang bisa ia manfaatkan tanpa takut dirugikan.”“Lalu apa yang membuatmu setuju bekerja sama?” Orang kedua yang merupakan anggota kelompok pemburu hadiah Hiu Putih bertanya penasara
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status