Semua Bab Murid Kesayangan: Bab 41 - Bab 50
135 Bab
Bab 41. Tolong Aku, Josie!
Refleks, aku menarik tanganku, melepas pegangan Hetty. Aku pura-pura membetulkan ransel dan tas laptop yang aku bawa. "Ga usah lebay. Udah sana!" ujarku tidak mau menanggapi Hetty. "Oke, Pak! Sampai jumpa lagi. Bye!!" Hetty mundur, kembali menyeret koper pink, lalu berbalik. Di depannya, di depanku juga artinya, kira-kira lima belas meter, tampak Josie berdiri memandang padaku dan Hetty. Wajah dan tatapan gadis itu terasa aneh dan berbeda. Sedikit ada rona merah tergambar di wajahnya. "Pak, aku pasti bawakan oleh-oleh yang paling oke!" Hetty cepat berbalik dan bicara dengan suara keras. Aku rasa dia sengaja, karena ada Josie yang memperhatikan. Aku tidak bereaksi. Mataku justru tertuju pada Josie. Dia tidak tersenyum, pandangan datar yang terlihat. Hetty melambai, lalu meneruskan langkahnya. Mobil mewah sudah menunggu tidak jauh darinya. Seorang pria hampir setengah baya, membantu membuka pintu mobil buat Hetty. Kemudian pria itu memasukkan koper Hetty ke bagasi. Josie bergerak.
Baca selengkapnya
Bab 42. Rahasia Kedua Josie
Seperti dugaanku, Josie naik ke pohon di kebun belakang sekolah. Di tempat yang paling dia suka dan rasa nyaman, saat semua begitu menekan. Aku ikut naik ke atas pohon dan duduk di samping Josie. Josie masih terus menangis. Aku tidak bicara apa-apa, hanya duduk saja di sisinya. Aku biarkan Josie melepas semua marah, sedih, kecewa, dan beragam rasa yang pasti berkecamuk di dada gadis itu. "Sampai kapan kayak gini?" Akhirnya Josie mengeluarkan satu kalimat. Isakannya sesekali masih terdengar. Pandangan wajah Josie tetap lurus ke kejauhan, entah apa yang dia lihat. "Apa yang sampai kapan?" tanyaku. Aku mau Josie bicara lebih jelas. "Tante Ertie terus mengganggu hidupku. Sejak dia datang, kurasa ketimpangan hidupku makin bertubi-tubi." Josie menjawab. "Aku tidak paham. Bukannya dia, tante kamu. Sudah sejak kamu kecil kalian bersama," kataku. "Aku kenal Tante Ertie saat mau lulus SD. Sebelumnya aku hanya tahu saja, karena dia tinggal di kota lain. Dia ikut tinggal dengan aku dan papa
Baca selengkapnya
Bab 43. Ertie dan Ibu Ferinda
Josie menatapku. Bibir mungilnya sedikit terbuka. Cantik, sangat cantik, meskipun wajahnya sembab karena banyak menangis. "Semua sudah berlalu. Yang lalu ga mungkin kembali, ga mungkin diulang. Jangan diingat lagi." Aku tidak tega mendengar semua pedih yang Josie ungkapkan. Aku tidak mau mendengar lebih banyak dan membangkitkan kesedihan Josie lebih dalam. Aku meneruskan ucapanku. "Kamu ada di sini, kamu punya hidup yang baik. Kamu bisa memikirkan langkah ke depan kamu akan bagaimana. Oke?" Josie mengatupkan bibirnya. Dia menarik napas dalam, terasa berat, tapi ada anggukan kecil dari kepalanya. "Aku tahu, tidak mudah melupakan kejadian yang sangat buruk yang kita lewati. Tetapi hari esok masih ada, pasti ada hal baik yang akan datang. Percaya itu, Josephine." Josie seketika menunduk. Kembali dia menangis. Aku ingin sekali memeluknya, membuat dia merasa lebih tenang dan tahu, dia tidak akan pernah sendirian menghadapi hari-hari berat yang akan dia jalani. Ting! Notif di ponsel m
Baca selengkapnya
Bab 44. Kak Avin?
"Ga mau ada teman yang liat. Ntar jadi heboh." Josie menjelaskan. "Pak Avin itu idola banyak murid. Yang naksir banyak. Bahaya kalau mereka tahu aku pergi sama Pak Avin. Aku besok mau nyamar." "Hah? Hee ... hee ..." Aku tertawa dengan kata-kata Josie. Lucu juga ternyata gadis ini. Tapi kurasa ide itu boleh juga. Menyamar? Oke, aku bisa menerima itu. Dan akan aman buat kami berdua. "Baiklah. Kalau kamu ga keberatan, ketemu di rumah saja. Rumahku ga jauh dari sekolah." Alternatif paling mungkin itu menurutku. "Oh? Rumah Pak Avin? Eh ..." Muka Josie sedikit memerah. "Cuma ada kakak dan kakak ipar. Aku dan kamu senasib, udah ga ada orang tua lagi," kataku. Kuharap ucapan itu melegakan Josie. "Oh ... ya ... oke, Pak." Josie menyahut lirih. Terasa nada simpati terlempar cepat dari suara Josie. Kami berpisah. Josie menuju asrama, aku segera mengambil motor dan meneruskan perjalanan ke tempat les. Semangatku bangkit. Setelah terkejut dengan kejadian kedatangan Ertie, lalu janjian akan j
Baca selengkapnya
Bab 45. Hang Out
"Josie?" Kak Lili menyebut nama Josie dengan tatapan yang meneliti pada wajah Josie. "Selamat pagi, Kak Lili." Josie menyapa dengan malu-malu. Pasti ada tidak nyaman dia berada di rumah gurunya sendirian dan untuk urusan pribadi. Itu yang kupikirkan. "Kamu tahu aku?" tanya Kak Lili agak heran. "Oh, iya ... saya datang waktu Kak Lili menikah dengan Bang Edo." Josie menjawab. "Ok ... Avin tidak cerita," ucap Kak Lili, melirik ke arahku. "Aku juga kaget Josie datang." Aku menyahut. "Aku datang bersama teman. Yang jadi MC di acara resepsi, kakak temanku itu." Josie menjelaskan. "Oh, oke ... paham," ujar Kak Lili sambil tersenyum. "Masuklah, tapi aku mau siap-siap." "Kak Lili ngantor Sabtu ini?" tanyaku. "Kamu pikir aku juga ga butuh jalan-jalan?" tukas Kak Lili dengan lirikan mata kembali menusukku. "Sayang! Aku udah siap!" Dari dalam rumah muncul Bang Edo. Mata kakak ipar seketika melebar waktu melihat ada cewek asing di depan rumah. "Ada tamu? Siapa ini?" tanya Bang Edo. "Ini
Baca selengkapnya
Bab 46. Baru Jadian?
"Hei, sorry ... kamu ga usah jawab. Jangan dipikir. Mau foto?" Aku dengan cepat meralat pertanyaanku. Aku tidak mau Josie larut pada suasana yang tidak perlu. Josie tersenyum. "Aku baru sadar, kalau mama dan papa ketemu di Bandung, justru setelah aku sampai di asrama." Aku ikut tersenyum. "Sekarang, enjoy hari ini saja, ya? Jadi mau foto?" Aku mengeluarkan kamera dari tas kecilku dan bersiap mengambil gambar Josie. Josie tampak kembali malu-malu dan salah tingkah. Aku jepret saja beberapa kali. Dari angle manapun Josie terlihat cantik dan menarik. "Mau lihat hasilnya?" Aku maju beberapa langkah, menunjukkan hasil foto yang aku ambil. "Ih ... keren banget, Pak!" Komentar Josie. "Apa?" sahutku, mengingatkan, Josie salah memanggil. "Maaf ... Kak Avin ..." Josie tersenyum manis sekali. "Nah, itu baru pas," ujarku. Aku melihat sekeliling. "Mau aku ambil gambar di sebelah mana lagi? Di situ?" Aku menunjuk ke arah sebelah kanan, beberapa meter dari kami berdiri. "Boleh, di situ juga
Baca selengkapnya
Bab 47. Something Shocking
Merona dan merona lagi. Wajah Josie bersemu merah. "Jangan liatin kayak gitu. Ayo, makan." Josie mengerjap beberapa kali, mengangkat sendok dan garpu, dia tunjukkan padaku. "Hee ... hee ... Ya, ayo makan." Senyumku melebar. Hatiku pun berdenyut. Aku mulai menikmati hidangan di depanku. Aku harus fokus pada situasi, dan tidak boleh melamun lagi. "Josie, kalau saja kamu tahu di dada ini sudah kayak perang," ujarku, tapi di dalam hati. Selama makan, aku dan Josie hampir tidak bicara. Sesekali aku melirik padanya. Josie serius sekali dengan makanan yang ada di piringnya. "Enak?" Akhirnya aku buka suara. Sepi dan kosong rasanya. Berduaan, tapi diam-diaman. "Enak. Aku suka makanan yang banyak sayuran," kata Josie. "Hmm, sejalur kita. Emang paling nikmat, apalagi dengan sambal." Aku menambahkan. Senyum simpul muncul di bibir Josie. Aku makin suka! "Tenanglah, Avin ... hari ini masih panjang!" Lagi-lagi hatiku berseru. Kami meneruskan makan, menghabiskan apa yang ada di meja. Puas s
Baca selengkapnya
Bab 48. Tatapan Sedih
Aku kaget dengan semua yang Lola katakan. Seharusnya tidak. Aku kaget Lola masih mengaku dirinya adalah kekasihku. Dia masih belum menerima kalau aku dan dia sudah putus. Aku melihat ke arah Josie. Wajah gadis itu kalau boleh kubilang berantakan. Ada tatapan kaget, bingung, malu, dan juga sedih bercampur di sana. Dia menoleh padaku lalu balik melihat pada Lola. "Kamu bicara apa, sih? Kamu ternyata ..." "Avin, ini siapa?" Lola memotong kalimatku, menunjuk ke arah Josie dengan tatapan geram. "Josie, kamu ke kamar Ertie. Bu Ferinda pasti menunggu kamu." Aku tidak menjawab pertanyaan Lola. Aku juga tidak tahu harus menjawab apa. Semua begitu tiba-tiba terjadi di depanku. Hari yang begitu manis, diakhiri dengan kejadian mengejutkan. Josie masih bingung, tapi dia menurut. Secepatnya dia meneruskan langkah menuju ke ruangan Ertie. Aku tertinggal dengan Lola. Sekali lagi, aku harus menghadapi wanita yang keras kepala ini. Aku sendiri heran, bagaimana aku dulu bisa merasa begitu sayang pa
Baca selengkapnya
Bab 49. Hati ke Hati
Wajah Tante Merlin yang sendu tetapi juga penuh harap, aku tidak mungkin lupa. Hatiku meluap dengan sayang dan kerinduan besar ingin membuat Lola bahagia. Aku ingin berusaha memberikan apa yang Lola tidak dapatkan karena ketidakharmonisan dalam keluarganya. Sekalipun, aku juga mengalami situasi yang sama. Tentu saja juga dengan harapan, Lola akan bersikap sama kepadaku. "Lola tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah sebagaimana harusnya. Itu sebabnya dia menjadi wanita yang susah dikendalikan. Aku sibuk mencari cara menutupi kebutuhan di rumah dan tidak bisa sepenuhnya memperhatikan dia. "Kamu pria baik, Avin. Putriku akan bahagia jika dia bersama kamu. Aku senang, dia menemukan kamu yang menjadi kekasihnya. Kalau boleh, jangan lama-lama kalian pacaran, segeralah menikah." Namun, siapa yang tahu, tidak sampai dua tahun hubungan asrama yang aku bina dengan Lola, kami mulai berjarak. Semakin lama semakin melebar. Seolah-olah Lola berjalan ke kiri dan aku memilih ke kanan, ta
Baca selengkapnya
Bab 50. Antara Dua Pria
Aku kesal sekali. Di tengah situasi rumit yang tiba-tiba mendera, Bang Edo nambah lagi. Aku harus bicara antara laki-laki dengan Bang Edo. "Jangan sok ga ingat. Yang aku ucapkan sudah jelas sama kamu. Soal kamu itu guru dan ..." "Aku tahu, Bang. Sangat paham. Abang udah di rumah belum? Aku minta waktu bicara," sahutku. "Oke, aku tunggu," kata Bang Edo sepakat. Selesai. Ponsel aku masukkan kantong celana lagi. Josie tidak bergerak, tetap melihat lurus ke depan. Entah apa yang dia pikirkan. "Josephine, aku harus pulang. Apa kamu tidak akan apa-apa sendiri di sini?" Aku berdiri dan memperhatikan Josie. "Ga apa-apa, Pak. Kalau ada sesuatu saya akan menghubungi Bu Ferin," jawab Josie. Sangat tidak nyaman dia sengaja memilih membatasi diri begini. Aku tidak bisa. Josie sudah bisa dekat denganku, aku tidak mau dia menjauh. Aku kembali duduk. Josie melihat ke arahku dengan pandangan heran. "Seandainya, aku bukan gurumu, apa kamu akan menjauh setelah tahu Lola?" Aku bertanya serius. Jo
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status