All Chapters of Dari Mantan Jadi Ipar: Chapter 21 - Chapter 30
100 Chapters
Terbentur Dinding
Ibu memijat pelipis kiri, wajah tuanya terlihat sekali tengah menahan sakit. Namun, beliau menolak dibawa ke rumah sakit. Katanya, itu hanya sekadar masuk angin saja. Padahal, aku tahu betul jika itu terjadi akibat faktor pikiran yang berlebihan.Beruntung jarak antara rumah kami dan makam dekat, jika jauh mungkin Ibu terlambat mendapat pertolongan pertama. Beruntungnya lagi ada Mas Athaar. Ya, pria itu yang menggendong Ibu hingga ke rumah."Sekali lagi terima kasih, ya, Mas. Lagi-lagi, kamu bantuin aku," kataku ketika mengantarkan Mas Athaar ke depan pintu. Ya, pria itu baru saja hendak pulang setelah memastikan Ibu susah siuman."Iya, Sha. Selagi aku bisa bantu, aku pasti bantu, kok. Jangan sungkan," sahutnya sambil merapikan kemeja yang dia kenakan.Mataku kini tertuju pada kemeja yang Mas Athaar kenakan. Terlihat ada seekor semut yang menempel di bagian bahu kanan. Aku bingung, apakah aku harus memberitahunya saja? Atau langsung membuang hewan kecil itu?Akhirnya, aku inisiatif me
Read more
Kecurigaan Mas Athaar
Aku mengerjap berulang kali ketika merasakan sesuatu menyilaukan mata ini. Sebelumnya, aku mendengar seseorang memanggil-manggil namaku. Namun, suaranya tidak jelas, seperti jauh.Setelah beberapa menit, akhirnya aku bisa membuka mata meski rasanya berat sekali. Seketika pening kembali menjalari kepala. Tubuhku rasanya juga sakit semua. Mungkin karena hal itu, sekarang aku berada di hotel putih ini."Ayesha ... alhamdulilah, akhirnya kamu sadar." Mas Athaar berkata sambil tersenyum senang. Dialah orang yang pertama kali aku lihat. Apa dia yang sejak tadi memanggilku? "Mas panggilkan dokter, ya?"Aku menggeleng cepat, karena merasa tak perlu diperiksa dokter sekarang. "Mas, kok kamu di sini?" tanyaku sambil melihat sekeliling. Aku tak mendapati Ibu berada di sini."Mas nungguin kamu sadar, Sha. Sudah dua hari kamu pingsan." Mas Athaar berkata dengan suara berat.Dua hari aku pingsan? Pantas saja tubuh ini rasanya kaku semua. Ternyata benturan keras itu membuatku jadi seperti ini. Mengi
Read more
Perasaan Mas Athaar Padaku
"Sha, kok bengong? Kenapa?" Mas Athaar bertanya seperti itu karena aku tak kunjung menjawab pertanyaannya tadi."A-aku, nggak apa-apa, kok," jawabku gugup.Mas Athaar memandangi wajahku dengan sedikit aneh. Pasti sikapku sudah membuatnya semakin curiga. Namun, aku tak tahu bagaimana bersikap biasa-biasa saja di hadapannya."Ayesha, kamu kenapa? Pertanyaan mas nggak sopan, ya? Ya, udah nggak perlu dijawab."Harusnya aku senang mendengar ucapan Mas Athaar. Namun, aku malah gundah karena merasa menyembunyikan sesuatu darinya. Memang tak ada ikatan di antara kami, tapi sebagai orang yang berniat serius padaku, Mas Athaar pasti kecewa jika ada yang diri ini tutupi.Nyatanya, aku kecewa dengan diri sendiri. Aku terlalu takut untuk jujur. Padahal, mungkin lebih baik semuanya diungkap sekarang daripada di kemudian hari. Karena sebaik apa pun aku tutupi, suatu saat pasti akan terbongkar jika Azka masih terus-menerus mendekati diri ini."Emm ... Mas, aku minta maaf sebelumnya. Mungkin kamu akan
Read more
Jangan Sudahi Ini Semua, Mas Athaar!
"Istighfar, Sha. Sabar," kata Mas Athaar lagi sembari menahan pukulan tangan ini yang hampir saja mengenai wajah Kak Dinda. "Ingat, kondisi kamu belum benar-benar pulih. Kamu mau kembali ke rumah sakit?" Kini, pria itu menatapku dengan tenang.Napasku masih naik turun. Dada ini rasanya seperti terbakar. Beruntung ada Mas Athaar yang bisa mengendalikan emosi ini. Jika tidak, kemungkinan kepala Kak Dinda sudah bocor sekarang.Emosiku pada Kak Dinda memang belum stabil. Melihat wajahnya saja aku malas, apalagi berdebat lagi dengannya. Namun, Kak Dinda seperti sengaja memancing keributan dan ujung-ujungnya drama lagi. Jujur, aku lelah."Yuk, duduk dulu. Mas ambilkan minum sebentar." Mas Athaar bergegas menuju dapur. Aku hanya berterima kasih dalam hati atas kebaikan dan ketulusan Mas Athaar. Jika tak ada dia, mungkin tak ada yang merawat diri ini sekarang.Ibu saat ini tidak ada di rumah. Beliau dibawa menginap di rumah Bu Wening. Kata Ibu, Bu Wening repot jika harus bolak-balik dari ruma
Read more
Ini Benar-benar Mengejutkan
Keringat dingin mulai mengucur membasahi keningku. Aku ketakutan dan merasa sangat yakin jika Mas Athaar benar-benar mau memutuskan mengakhiri perjodohan kami. Bukan tanpa alasan aku berpikir seperti itu. Mas Athaar tampak memasang wajah tegang, tak semanis biasanya."Nduk ... kamu kenapa? Kok, pucet? Kamu sakit lagi, ya?" Ternyata Ibu menangkap wajah ketakutanku. Beliau tampak cemas sekali.Seketika Mas Athaar melihatku. Namun, dengan cepat pria itu mengalihkan pandangan."Ng-nggak apa-apa, Bu," jawabku gugup."Nak Athaar, katanya mau ngomong? Mau ngomong apa?" Kini Ibu bertanya pada Mas Athaar. Hal itu membuatku semakin takut.Aku memberanikan diri melirik wajah Mas Athaar. Dapat aku nilai, pria itu kini tengah gugup. Seperti sedang menimbang-nimbang kalimat yang bagus agar tidak menimbulkan masalah. Namun, entahlah jika diri ini salah.Mas Athaar menghela napas panjang sebelum akhirnya mengutarakan isi hatinya. Kini, detak jantung ini semakin tak menentu. Seperti hendak pingsan saj
Read more
Tamu Tak Diundang
Aku memejamkan mata kemudian menggeleng dengan cepat. Helaan napas kasar terdengar dari mulut ini setelahnya. Rasanya ada sedikit kesal dengan pertanyaan Mas Athaar. Namun, tidak pantas jika aku memarahinya lagi."Maaf, kalau mas salah." Mas Athaar sepertinya mulai paham dengan sikapku. Namun, tetap saja aku yang tak enak hati. "Mas akan nunggu sampai kamu siap." Kalimat itu diucapkan Mas Athaar dengan nada pelan. Bahkan hampir tak terdengar."Aku yang harusnya minta maaf, Mas. Ketulusan kamu sering kali aku abaikan dan tidak aku hargai. Aku harap, Mas jangan bahas Azka lagi, ya. Dia bukan alasan aku untuk menunda ini semua Mas. Semoga Allah melindungi niat baik kita sampai waktunya tiba, ya.""Aamiin," sahut Mas Athaar sambil menatap langit tanpa kedip, seolah-olah dia bisa menembus ruang angkasa. "Besok aku ke Surabaya, Sha." Kalimat yang baru saja diucapkan Mas Athaar mampu membuatku penasaran. Apa dia berniat meninggalkan aku?"Mas marah, ya?""Maksudnya?" Mas Athaar mengeryitkan
Read more
Selembar Foto Pembuat Onar
Kak Dinda tiba-tiba muncul. Sambil melotot, wanita itu berjalan mendekat ke arahku. "Lancang sekali kamu! Kamu tau, nggak dia siapa?!"Aku hanya bergeming. Rasa dilema tiba-tiba menyergap dalam dada. Haruskah aku jujur jika mengenal tamu itu? Atau berpura-pura tak mengenalnya. Namun, bagaimana jika ibunya Azka itu mengaku mengenalku? Ya, tamu itu adalah ibunya Azka, orang yang malas untuk aku bicarakan."Eh, Dinda. Apa-apaan kamu? Jangan kasarlah sama dia." Ibunya Azka bicara sok lembut. Hmm ... menjijikkan."Kenapa Mama malah marahin aku, sih? Harusnya Mama senang aku belain.""Dinda, mama nggak marah. Cuma nggak suka kalau kamu kasar sama orang."Sebenarnya ibunya Azka datang ke sini bersama Kak Dinda atau sendirian, ya? Jika sendirian, apa tujuannya? Apa memang sengaja untuk bertemu aku? Aku sangat curiga karena wanita itu biasanya kasar, tapi kali ini dia lembut sekali.Lantaran malas melihat dua orang yang kini saling beradu kata, aku memilih masuk ke dalam rumah. Namun, baru saja
Read more
Dasar Mantan Sialan!
"Nah, kebetulan kamu datang, Thar." Kak Dinda kembali memulai pembicaraan setelah kami menjawab salam Mas Athaar. "Sha, ayo jelaskan! Mumpung ada calon suami kamu di sini. Biar dia tau, kamu itu perempuan kayak apa!"Entah seperti apa wajahku saat ini. Yang jelas, detak jantungku berpacu kencang sekali. Melihat wajah Mas Athaar yang kini tampak kebingungan, aku merasa semakin berdosa padanya. Selembar foto yang tadi dilempar Kak Dinda ke meja, sudah dilihat oleh pria itu."Kamu yang tenang, Dinda. Biar Athaar nggak kaget." Ibu bertindak sebagai penengah, meski aku tahu beliau juga merasa kecewa padaku."Biar nggak kaget Ibu bilang? Bagaimana dengan aku, Bu? Ibu nggak mikirin aku? Aku sakit hati Bu!""Cukup, Kak! Oke, aku akan jelaskan!" Aku tak tahan melihat Ibu dibentak-bentak oleh Kak Dinda. Ini kesalahan dan Kecerobohanku. Ibu tak pantas menanggung beban apa yang sudah aku lakukan."Ayesha, jadi ini alasan kamu nggak mau nikah sama mas?" Kini Mas Athaar buka suara. Wajah pria itu t
Read more
Gadis yang Menghadirkan Cemburu
Ditanya seperti itu oleh Kak Dinda, membuatku mendadak lemas. Persendian ini rasanya lunglai. Ucapan Azka waktu itu nyatanya masih diingat oleh Kak Dinda. Aku pikir, masalah ini selesai setelah aku menjelaskan tentang foto itu. Namun, malah seperti ini.Masalah dengan Mas Athaar juga harus secepatnya aku selesaikan. Agar tak menjadi buah pikiran dan kesalahpahaman berlarut-larut. Eh, Kak Dinda malah terus-terusan mengintimidasi. Entah bagaimana membuatnya percaya dan tak lagi curiga."Sayang ... masalah itu, kan karena aku mabuk. Orang mabuk ucapannya ngelantur. Aku sendiri pun bingung kenapa aku bisa ngomong begitu waktu itu." Azka rupanya berada di pihakku kali ini. Mungkin dia sudah menyadari jika menguak rahasia hanya akan menghancurkan segalanya.Kak Dinda diam. Namun, tatapannya penuh selidik. Apa dia sedang membaca mimik wajah Azka? Apa mungkin Kak Dinda tahu jika ucapan suaminya hanya sandiwara belaka?"Dinda, sudahlah. Kenapa kamu mesti cemburu sama adikmu sendiri? Jangan ber
Read more
Benarkah Semuanya Telah Berakhir?
Mas Athaar tersenyum manis kepada gadis yang menyapanya. Membuat hati ini semakin perih melihatnya. "Hai, Sel. Aku baik. Kamu belanja juga?""Nggak, tadi cuma mampir ke warung itu beli minum," jawab gadis cantik itu sembari menunjuk warung di ujung jalan. "Udah lama, ya kita, nggak ketemu? Aku pikir kamu udah lupa sama aku." Gadis yang aku taksir seusia sama denganku itu kembali tersenyum manis pada Mas Athaar.Kini, aku seperti kambing congek. Seolah-olah diri ini tak ada di antara mereka. Apa mungkin tubuh ini tak terlihat di mata keduanya? Kesal!Akhirnya, aku memutuskan pergi. Bertahan di sini pun hanya akan membuat hati ini semakin kacau. Mas Athaar juga tega memperlakukan diri ini sedemikian rupa. Apa salahnya dia mengenalkan aku pada gadis itu. Tak harus sebagai calon istri, cukup sebagai teman mungkin sudah membuatku merasa dihargai di sini."Nggak mungkin lupalah, Sel. Kita, kan berteman dari awal masuk SMA sampe lulus." Mas Athaar menanggapi ucapan gadis itu sembari menarik
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status