Lahat ng Kabanata ng Dari Mantan Jadi Ipar: Kabanata 11 - Kabanata 20
100 Kabanata
Aku Anak Pungut?
Pria yang menyapaku tampak menarik turunkan alisnya sembari menatap diri ini lekat menanti jawaban. Namun, aku masih bengong dan heran kenapa manusia itu bisa di hadapanku sekarang. Bukankah dia ...?"Kok, bengong? Bukannya kamu itu nggak butuh aku, ya?" Dengan nada mengejek pria itu bertanya.Azka tersenyum tipis padaku. Ya, dia yang menyapa setelah aku pikir dia meninggalkan aku di sini sendiri."Kamu jahat, Azka! Kamu pikir ini lucu?""Jangan galak-galak. Mau aku tinggal beneran?""Resek!" Aku mengalihkan pandangan darinya."Kamu ternyata masih penakut, ya. Aku pikir setelah jadi wanita karir, kamu jadi pemberani." Lagi-lagi Azka mengejekku."Azka, udah, ya. Aku males bicara. Aku mohon, bawa aku pulang. Aku capek dan lapar.""Kamu sepertinya kepedean, ya. Siapa yang mau jemput kamu? Motor aku tu, bocor. Makanya terpaksa aku balik ke sini lagi.""Nggak usah bercanda, deh. Nggak lucu!" Aku kembali waswas setelah mendengar ucapan Azka."Emangnya wajahku terlihat sedang bercanda? Pulan
Magbasa pa
Kepuasanku
Aku tak mampu membendung air mata ini ketika mengetahui kebenaran tentang jati diriku. Ucapan Kak Dinda benar-benar menghempas hati ini hingga remuk redam. Pahit, tapi itulah kenyataannya.Tega sekali Ibu tak memberiku tahu selama ini. Bukankah, sepantasnya beliau tak perlu menutupi kenyataan hingga usiaku sudah dewasa? Lantas, kenapa juga baru sekarang Kak Dinda mengungkap? Apa baru kali ini dia merasa jika kehadiran diri ini sudah sangat meresahkan baginya?"Ayesha, jangan dengarkan Dinda, Nduk. Kamu anak ibu, sampai kapan pun tetap anak ibu. Bagaimanapun keadaannya." Ibu mengusap air matanya yang memang sejak tadi bercucuran sembari mengusap-usap bahuku pelan.Aku hanya diam, tapi batin ini terus saja meracau. Merutuki nasib diri yang ternyata tak seberuntung orang-orang. Entahlah, rasa syukur ini tiba-tiba lesap, berganti amarah yang semakin membuncah."Nduk, ibu minta maaf kalo ibu tidak jujur. Ibu cum—""Bu, kenapa Ayesha tahu dengan cara seperti ini? Kenapa Ibu tidak jujur sama
Magbasa pa
Aku Kecewa, Mas Athaar!
"Dasar keterlaluan!" Kak Dinda menarik rambutku dan mendorong tubuh ini hingga kembali jatuh ke lantai.Rasa sakit di kaki ini pun semakin menjadi setelah tadi aku paksakan berjalan. Ya, nyeri itu sebenarnya teramat menyiksa, tapi karena emosi semuanya seakan-akan hilang rasa. Namun, kini aku benar-benar tak berdaya."Dinda! Cukup! Jangan keterlaluan kamu!" Ibu menahan Kak Dinda yang hendak kembali menyakitiku. "Azka, bawa Dinda ke kamar!" titah Ibu pada Azka dengan wajah penuh amarah. Mungkin Ibu kesal, karena Azka hanya diam saja menonton."Awas kamu!" gertak Kak Dinda sebelum akhirnya dibawa pergi oleh Azka. Tatapan mata wanita itu penuh gejolak amarah kala menatapku.Aku bergeming dan mencoba berdamai dengan diri sendiri. Jika menuruti sisi jahat dalam diri ini, ingin rasanya memaki Kak Dinda habis-habisan. Namun, sudahlah, kali ini lebih baik aku tahan dulu."Nduk, sudah, ya. Sudahi semua kekecewaan kamu terhadap ibu dan kakakmu. Ibu minta mulai sekarang, kamu harus nerima kalau
Magbasa pa
Pacar Mas Athaar
"Heh, Perempuan Gatel! Jangan sok baik, deh. Gayanya sok nyuruh pulang si Athaar, tapi dalam hati mengumpat, kan?!" Wanita yang aku taksir lebih muda dariku itu kini menghardik diri ini."Heh! Kamu siapa? Berani-beraninya datang ke sini marah-marahin Ayesha." Ibu muncul dengan membawa minuman yang tadi dibuatnya. Wajah beliau tampak kaget melihat tamu yang tidak sopan itu."Kebetulan ada ibunya. Begini, Bu." Wanita itu masuk ke dalam rumah ini meski tak ada yang mempersilakan dia masuk. "Saya ini pacarnya Athaar dan datang ke sini karena tidak mau pacar saya direbut anak Ibu," jelas wanita itu dan langsung membuat Ibu tercengang.Aku memilih diam. Berbicara pun tak ada yang mau dibicarakan. Melihat wajah Mas Athaar yang kebingungan membuat aku malas untuk komentar. Pria jika ketahuan bersalah, kan memang terlihat lugu. Mungkin, dia pikir aku akan tertipu, tapi sorry. Ayesha tidak sebodoh itu."Maaf, sama sekali saya tidak kenal dengan Anda. Tolong jangan membuat keributan di sini." M
Magbasa pa
Chat dari Pacar Mas Athaar
Dua hari telah berlalu. Suasana hati dan juga keadaan kakiku sudah mulai membaik. Rencananya, pagi ini aku dan Ibu berniat mendaftar haji. Aku juga sudah memesan taksi online sejak pukul tujuh tadi."Nduk, apa ndak sebaiknya nunggu kakakmu pulang? Ibu takut dia tersinggung," kata Ibu ketika menungguku bersiap-siap.Aku menoleh ke arah Ibu. Kemudian melempar senyum pada wanita yang tak lagi muda itu. "Bu, udah, ya. Gak apa-apa, kok kita berdua saja. Lagian, Kak Dinda belum pasti kapan pulang ke sini."Ibu mengembuskan napas pelan. Namun, raut wajahnya masih belum ceria. Aku paham bagaimana perasaan Ibu, tapi menunda-nunda pekerjaan untuk akhirat juga tak baik, kan? Apalagi, uangnya sudah cukup. Aku takut jika tidak disegerakan untuk mendaftar haji, Kak Dinda akan meminjamnya lagi."Ya, sudah. Semoga kakakmu ndak marah. Tapi, apa kamu sudah menghitung seluruh tabungan Ibu, Nduk? Kan, malu kalo sampe di sana ternyata uangnya kurang."Ibu benar. Sebaiknya aku menghitung tabungan Ibu terle
Magbasa pa
Seseorang yang Memeluk Tubuhku
"Astaghfirullah, Ibu!" Aku berlari menghampiri Ibu yang kini berada tak jauh dariku. Wanita yang kini mengenakan hijab biru itu tergeletak lemah di lantai. Karena terus berdebat, aku sampai lupa jika Ibu harus segera minum obat.Bukannya bergegas menolong Ibu, Kak Dinda malah menggerutu tak jelas ketika melihat wanita yang melahirkannya itu. Sepertinya dia merasa disusahkan oleh Ibu. Padahal, sebagai anak harusnya dia prihatin. Ah, dia benar-benar tak punya hati."Nduk, kenapa kalian bertengkar lagi? Ibu ndak minta apa-apa sama kalian. Ibu cuma minta kalian akur dan saling menyayangi. Bagaimana kalau ibu sudah ndak ada?" Dengan suara lemah Ibu berkata-kata. Ya, Allah, hancur rasanya hati ini mendengar ucapan beliau. Maafkan anakmu ini, Bu."Makanya Ibu jangan manjain dia! Dia itu kurang ajar sama aku, makanya aku jadi kek gini! Kalau aja Ibu nggak rawat dia, sudah di panti asuhan, kan dia? Harusnya dia itu bersyukur ini malah gak tau diri!" Kak Dinda bicara dengan lantang. Sudah menja
Magbasa pa
Lagi-lagi Azka Berulah
Mataku melotot melihat pria yang paling aku hindari memeluk tubuh ini erat. Aku tak menyangka dia berani melakukan hal itu di hadapan Ibu dan istrinya. Padahal, tak perlu dia menolongku, karena sudah pasti akan membuat perseteruan semakin panjang.Dengan segera aku mendorong Azka agar melepaskan pelukannya. Sungguh, perbuatan pria itu sangat memalukan dan tak pantas dipertunjukkan."Kamu apa-apaan, sih, Mas?! Pake sok ngelindungi dia kek gitu! Jangan-jangan kamu memang suka, ya sama dia?!" Kak Dinda marah-marah pada Azka setelah tadi tak mampu melanjutkan kata-kata karena mungkin saking kagetnya."Kamu juga, suka, ya dipeluk Mas Azka? Ketahuan, kan kalo memang gatel!" Kini Kak Dinda memarahiku. Ah, kenapa dia hobi sekali menyebutku gatal? Seharusnya sebutan itu pantas ditujukan pada suaminya."Sudah! Sudah! Kenapa kalian tega bertengkar di depan ibu? Kalian anggap apa ibu ini?" Sambil memegangi kepala, Ibu menengahi perselisihan yang tengah terjadi.Aku heran, entah kenapa setiap ada
Magbasa pa
Diusir Ibu
"Kek paling cantik aja kamu! Merasa keren gitu dikerubuti cowok-cowok? Udah tau mau Maghrib, bukannya masuk rumah malah ribut di luar. Nggak malu sama tetangga?!" Dengan berkacak pinggang, Kak Dinda memarahiku seperti anak kecil. Dia pikir, aku yang bersalah di sini. Padahal semua ulah suaminya yang selalu saja ikut campur."Maaf, Mbak. Jangan marahi Ayesha. Dia nggak salah. Semua karena saya yang nggak seharusnya bertamu di jam segini." Mas Athaar sepertinya tak enak hati. Pria itu kini melihatku dengan tatapan sendu."Bagus nyadar! Pulang sana!" Azka kembali mengusir Mas Athaar."Sudah stop! Kenapa, sih dengan kalian berdua? Urus ajalah urusan kalian. Dengar, ya Kak Dinda, tolong Kak Dinda jaga Mas Azka biar nggak gangguin kami. Jangan gara-gara dia, Kak Dinda salah paham terus sama aku. Mas Athaar tadi keknya cuma mampir, kok. Karena ngeliat aku lagi duduk di teras rumah sendirian." Aku ambil suara. Enak saja Kak Dinda menyudutkan aku dan Mas Athaar. Dia pikir, dia hebat?"Ayesha be
Magbasa pa
Pria Gila!
Setelah kejadian Ibu mengusir Kak Dinda dari rumah, hari-hari Ibu lewati dengan termenung. Terkadang, aku melihat beliau menangis, tapi ketika aku mendekat, Ibu dengan segera menyeka air matanya.Raga Kak Dinda memang tak ada di rumah ini. Namun, bayangannya pasti sangat melekat di hati Ibu. Sungguh, aku jadi merasa bersalah. Karena diri ini Ibu sampai mengusir anaknya sendiri.Meskipun Ibu tak mengatakan apa-apa, tapi aku yakin jika wanita itu merindukan Kak Dinda. Sudah tiga hari Kak Dinda angkat kaki dari rumah ini. Parahnya, dia membawa semua hal yang pernah dia beli. Termasuk pakaian milik Ibu. Luar biasa."Bu, kalau Ibu mau, Ayesha bisa minta Kak Dinda pulang. Ayesha nggak tega lihat Ibu sedih terus." Aku memulai pembicaraan. Semoga Ibu tidak tersinggung dengan ucapanku."Jangan, Nduk. Biarkan dia seperti itu. Ibu hanya kecewa dengan sikapnya. Ibu minta, kamu jangan merasa bersalah, ya. Ini bukan salah kamu." Ibu menggenggam tanganku. Wajah tua Ibu yang terlihat sendu, menghadir
Magbasa pa
Ziarah Makam
"Maaf, Ning. Aku juga ndak tau kenapa dia begini. Maaf banget, ya, Pak Handoko, mungkin lebih baik kita tunda dulu perundingan ini. Saya sekeluarga benar-benar minta maaf atas kejadian tak terduga ini." Ibu berbicara dengan nada sungkan. Entah bagaimana menghilangkan rasa itu karena kini pun aku merasakan hal yang sama.Pak Handoko dan Bu Wening saling pandang. Mereka pasti berpikir keluarga kami sangat aneh. Mungkin juga menyesal karena mau menjodohkan putranya denganku. Ah, entahlah jika semua praduga ini benar. Mungkin, aku harus siap menerima cap perawan tua lebih lama lagi."Begini saja, Bu Misnah. Menurut saya, akan sangat tidak adil kalau kita tunda lagi niat baik kita. Lagipula, Athaar sudah yakin dengan Ayesha. Hanya tinggal menunggu keputusan Ayesha saja, apakah dia setuju dijodohkan dengan Athaar." Pak Handoko berbicara dengan tegas, tapi tetap lemah lembut. Hal itu yang aku suka dari pribadi beliau.Sungguh aku tak menyangka Pak Handoko tetap melanjutkan rencana perjodohan
Magbasa pa
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status