All Chapters of Istri Nakal Mas Petani: Chapter 81 - Chapter 90
281 Chapters
81. Seprai Bernoda
Biasanya apa yang dilakukan sepasang suami istri saat baru selesai melakukan percintaan pertama kali? Langsung membersihkan tubuh? Atau tertidur nyenyak? Bagaimana rasanya bangkit dari ranjang dengan tubuh telanjang dan bertukar pandang?Wira akan memilih untuk berpura-pura santai dan tidak berlama-lama menatap Sully.Wira mencium dahi Sully beberapa detik lamanya seraya melepaskan bagian tubuh mereka. Sudut matanya melirik bagian seprai yang membentuk noda basah kecokelatan. Malam itu mereka tak mungkin memakai seprai itu sebagai alas tidur. Ia bangkit dari atas tubuh Sully dan menarik kemejanya dari sudut ranjang untuk ia berikan pada wanita itu.“Pakai ini dulu. Handuknya di belakang,” kata Wira, mengingat bahwa mereka tak mungkin bertelanjang ria menuju kamar mandi yang memang hanya berjumlah satu di rumah itu.Sully meraih kemeja pria itu dan perlahan bangkit untuk memakainya. Sambil memasukkan lengannya satu persatu, ia tidak mau rugi melewatkan pemandangan Wira yang memakai box
Read more
82. Percakapan di Ranjang
Sully memandang tiap senti wajah Wira dengan seksama. Saat bertemu Wira di gapura Desa Giri layang, Sully tidak terlalu jelas melihat wajah pria itu. Dalam remang cahaya, ia hanya melihat Wira cukup lumayan dengan postur tubuhnya yang tinggi berisi. Namun, ia baru menyadari kalau Wira ganteng saat ia tiba di ruang tamu Pak Gagah dan disidang oleh pria tua itu. Dan malam itu, akhirnya Sully bisa melihat Wira dari jarak sangat dekat. Selama di Girilayang, ia dan Wira sangat jarang bertukar pandang. Ia lebih banyak merasa kesal pada pria itu. Kini, satu tangannya menangkup wajah Wira dan mengusap cambang, kumis juga rambut-rambut kasar yang baru akan tumbuh di dagu pria itu. Sully mendongak untuk mengecup bibir Wira sekilas. Balasan Wira hanya usapan lembut di pipinya. “Tadi aku minta dibikinin es teh tapi disuruh buat sendiri. ‘Tehnya di sana. Gulanya di sana.’ Gitu kata Bu Emi. Anaknya juga diam aja padahal dengar. Kenapa asisten rumah tangga di sini kaya gitu? Apa karena bukan Mas y
Read more
83. Sergapan Tengah Malam
Kali itu pun Sully lupa meminta Wira untuk mengubah pencahayaan kamar ke lampu tidur. Wira sudah menindihnya di bawah lampu terang benderang. Pria itu melumat puncak payudaranya dengan keras. Mulut Sully ternganga karena syok dan sergapan kenikmatan.Saat itu, Wira tidak memberinya pilihan. Mulut pria itu terbenam memanjakan sepasang dadanya. Pinggul yang terus menekan dan menggesekkan bagian tubuh mereka dengan gerakan simultan. Wira memaksa kakinya terentang lebih lebar. Sully tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendesah. Sekejap saja napasnya tersengal bagai lari satu putaran. Wira bergerak sangat cepat. Menurunkan bagian atas lingerienya dan menaikkan bagian bawa pakaian tidur tipis itu hingga bertumpuk di perutnya.Ketika Sully tersengal dengan dada naik turun, Wira menegakkan tubuh dan menelanjangi dirinya sendiri. Sully tidak sempat terkesima atau berpikir soal ukuran kejantanan Wira yang baginya luar biasa. Sully kewalahan. Wira mengambil kendali penuh atas keinginannya dan
Read more
84. Praktek Pagi
Harusnya Sully bermimpi indah saat Wira menepuk-nepuk dan mengusap punggungnya sampai tertidur. Namun, dalam tidurnya ia malah bermimpi hal tak mengenakkan. Mimpi dikejar polisi yang menodongkan pistol, mimpi dikejar ayahnya yang membawa pukulan kasur, juga mimpi dikejar Oky yang membawa kalkulator. Sepanjang malam menuju pagi Sully terus berlarian dalam mimpinya. Dalam mimpi itu ia sangat lelah. Sully mengerang dan meregang. Meluruskan tubuh yang sepertinya hampir sepanjang malam tidur dengan posisi miring. Ternyata rasa lelah berlari dan pegal yang dirasakannya di sekujur tubuh dalam dunia mimpi, benar-benar terjadi. “Aduh …,” erang Sully, meraba-raba bantal dan kembali menariknya ke bawah kepala. “Udah pagi …,” ucapnya, mengerjap-erjapkan mata menatap bagian ranjang yang telah kosong. Sully meraba ranjang tempat di mana Wira seharusnya berbaring. Sudah dingin. Wira sudah bangun sejak tadi. Ke mana pria itu? “Mas …,” panggil Sully. “Mas ngapain? Udah pergi?” Pintu kamar mengayun
Read more
85. Bukan Saingan
Sully melepaskan Wira, tapi tangannya masih mengusap dan membelai. “Biarin aja. Memangnya Mas mau belanja? Ayo … udah nanggung, kan? Nanti mandinya sama-sama,” kata Sully, mencengkeram satu dadanya dan membuat pandangan Wira seketika berpindah ke tempat itu. Wira tak ada mengiyakan. Ia hanya bisa menjawab dengan menunduk dan melumat puncak dada Sully dengan sedikit keras. Sully memeluk lehernya seraya tertawa kecil. Membiarkan ia tenggelam sejenak dengan puncak dada yang selalu membuatnya gemas. Ia lalu menegakkan tubuh. Kali ini dengan wajah sedikit serius. Merapikan rambut Sully dan menuntun mulut wanita itu untuk kembali memanjakannya. Awalnya Wira memejamkan mata menikmatinya. Lalu, ia kembali menunduk dan mengamati bagaimana bibir Sully yang mungil dan penuh melingkari bagian tubuh yang tak pernah dilihat atau disentuh wanita pun selain istrinya itu. Sully mendongak menatapnya. Dua tangannya sudah tak bisa diam begitu saja. Meremas, memijat dan memilin dada Sully seakan memberi
Read more
86. Kabag Termuda
“Sebelum Pak Wira ada tiga atasan yang tinggal di sini. Sepanjang itu juga lama saya bekerja,” jelas Bu Emi.“Wah … udah lama banget berarti. Rumah Ibu dekat-dekat sini, ya? Ke sini naik apa?” tanya Sully. Pertanyaan itu bukan sekedar basa-basi. Ia memang ingin tahu di mana rumah Bu Emi sampai anaknya sangat ringan langkah ke sana.“Dekat, tapi enggak terlalu. Bisa jalan kaki kalau matahari enggak terik. Kalau pagi biasa saya jalan kaki. Pulang dijemput sama anak saya yang laki-laki.” Bu Emi kembali meletakkan piring terakhir yang baru dibilas ke rak kecil di sebelah bak cuci. “Pak Wira bilang, saya enggak usah masak. Cuma racik-racik sayur aja hari ini.”“Oh, Pak Wira bilang gitu, ya? Mungkin karena saya lahap makan masakannya kemarin,” kata Sully setengah menerawang.“Kalau gitu saya racik bahan masakan dulu, Bu.” Bu Emi mengangguk kecil dan mulai membongkar plastik belanjaannya. Dari sudut matanya, Bu Emi melihat rambut Sully juga basah. Sama seperti Wira tadi. Dugaannya tidak mung
Read more
87. Ciuman Sore
“Kalau enggak mau merepotkan Pak Asman, saya simpan buat besok aja. Besok bisa Ibu bawa pulang,” kata Sully cepat. Ia mengabaikan perkataan ‘jarang ada yang mau makan’ yang barusan dilontarkan Bu Emi. Wanita itu hanya sedang berbasa-basi, pikirnya.Bu Emi membentuk huruf ‘O’ cukup lama dengan mulutnya. Wanita itu kemudian mengangguk dan berlalu dari halaman sayap kiri.Sepeninggal Bu Emi, Sully dan Pak Asman bertukar pandang. “Kuini untuk Bu Emi saya letakkan di dapur aja, Pak. Besok pasti mau,” ucap Sully pelan, tersenyum kaku pada Pak Asman. Ia sedikit malu karena tawarannya ditolak oleh Bu Emi barusan.Pak Asman mengangguk, lalu tangannya buru-buru merogoh saku kemejanya. “Ya, Pak? Oh, udah mau pulang? Iya—iya. Enggak ada ke mana-mana, Pak. Cuma yang Pak Wira pesankan tadi. Benar, Pak. Kuininya udah banyak yang masak. Saya sekarang ke sana.” Pak Asman kembali menyimpan ponselnya ke saku kemeja, lalu menatap Sully. “Bu, semua buah ini biarkan di sini aja, ya. Saya mau ke kantor ngan
Read more
88. Sebuah Penerimaan
Beberapa saat sebelumnya. Sejak kepulangan dari rumah Wira kemarin sore, Ira dan Bu Emi berdebat sepanjang jalan. Bu Emi menyalahkan putrinya karena dianggap kurang menjalin komunikasi bersama Wira selama ini. Sedangkan Ira yang sedih dan patah hati, serta masih syok karena melihat kedatangan Wira bersama istrinya, hanya bisa diam. Perasaannya berkecamuk. Campur aduk. Kecewa, sedih, marah, cemburu, semua jadi satu. Walau siang hari sudah menghubungi sepupunya yang selama ini menjadi perantara informasi soal keberadaan Wira di kantor, ia merasa belum tenang. Setidaknya ia harus bertemu dengan Wira untuk bicara. Pria itu memang sudah janji akan bicara dengannya. Tapi ia tidak sabar. Jadilah malam itu dia bertemu Wira. Ira harus berdiri dalam kegelapan mendengar kenyataan paling pahit selama hidupnya. Wira memang belum menjadi siapa-siapanya. Pria itu tidak pernah menjanjikan sesuatu. Tapi, Wira yang selalu menerima semua perhatiannya tanpa mengatakan apa pun, ia anggap sebagai lampu h
Read more
89. Masih Ingin Bergelayut
Sully merasa dirinya kembali ke masa remaja. Saat ia duduk di bangku SMA dan menyukai kakak kelasnya. Ia datang lebih pagi hanya untuk duduk di bangku panjang depan kelas demi menantikan sang kakak kelas lewat. Walau hanya lirikan mata dan senyuman tipis untuknya, Sully sudah senang luar biasa. Apalagi saat ia berhasil berboncengan dengan kakak kelasnya itu beberapa hari kemudian. Bisa melihat dari dekat, juga menyentuh orang yang ia sukai, membuat Sully merasa jadi orang paling bahagia di dunia. Begitulah gejolak yang sedang dirasakannya pada Wira. Hari itu terasa berjalan sangat lama. Memanen kuini bersama Pak Asman tak membuat Sully lupa untuk melirik ponsel menanti kabar dari Wira. Sialnya, Wira bukan tipe pria bermulut manis yang rajin mengiriminya kata-kata romantis. Kalau diingat-ingat, pria itu bahkan belum pernah mengiriminya pesan. Hanya menelepon. Mungkin itu sebabnya Sully belum ingat mengganti nama Wira dari ‘Mas itu’ entah menjadi apa. Sully belum punya rencana. Setelah
Read more
90. Cumbuan & Cerita
Ciuman kecil hidung Wira di pipi Sully dengan cepat membuat wanita itu lupa merajuk. Sully tertawa kecil saat Wira menggesekkan hidungnya. “Aku enggak ada teman ngobrol seharian. Aku mau ditanya-tanya,” kata Sully, memeluk leher Wira sampai pria itu menunduk.Wira meletakkan pakaian yang sejak tadi ia pegang untuk membalas pelukan Sully. Sangat erat. Seharian itu ia juga memikirkan Sully yang kini sudah ia miliki sepenuhnya. Setengah tidak menyangka kalau pertemuan mereka di gapura desa akan berakhir menjadi seserius itu.Sully mengurai pelukannya. “Aku kangen,” ucapnya.Wira sejak tadi masih mengusap-usap bahu dan punggung Sully untuk menenangkan wanita itu. Ia teringat akan tingkah dua keponakan perempuannya saat masih kecil saat kemauannya tidak dituruti. Mirip seperti Sully. Ia lalu kembali mencium Sully. Tepat di bibir wanita itu.Kalau ditanya soal rasa kangen ingin selalu berdekatan, mungkin yang dirasakannya kurang lebih sama. Bahkan kalau ia menurutinya sejak pagi, berangkat k
Read more
PREV
1
...
7891011
...
29
DMCA.com Protection Status