Lahat ng Kabanata ng Istri Nakal Mas Petani: Kabanata 91 - Kabanata 100
281 Kabanata
91. Persediaan Pembalut
Kerepotan berikutnya adalah Sully yang membongkar tas mencari pembalut cadangan sambil bersungut-sungut.“Biasanya selalu ada satu di sini,” gumam Sully, meraba kantong bagian dalam tasnya. “Apa bulan lalu udah dipakai?” Ia mengingat-ingat. Kacau sekali kalau malam itu ia sampai kehabisan persediaan.“Lagian kenapa harus sekarang, sih? Apa enggak bisa besok-besok aja datang bulannya?” Sully kembali meletakkan tasnya dan bergegas ke dapur menemui Wira. Pria itu sedang menggoreng ikan dengan rambut yang kembali basah. “Mas ….”“Ya?”“Waktu packing-packing kemarin ada bawa dompet makeup warna hitam, enggak? Pembalutku kayanya di situ. Selain di situ enggak ada lagi.” Sully tak berani mendekati Wira karena khawatir dengan letupan minyak panas dari ikan yang baru dimasukkannya.“Sepertinya ada. Karena dompet itu jarang kamu buka, Mas taruh ke rak yang paling atas. Sebentar Mas ambilkan.” Wira meninggalkan ikannya sesaat dan menggandeng Sully kembali ke kamar.“Aku datang bulan, Mas …,” kelu
Magbasa pa
92. Agresi Kamar Mandi
“Bawanya baru bisa besok, ya? Waduh,” kata Wira di dekat gerobak tukang sayur.“Iya, Pak. Nanti sore baru saya belikan sekalian belanja dagangan. Mereknya apa, Pak?” tanya tukang sayur.“Beli yang paling bagus, ya Bu. Bentuknya tipis gitu. Saya enggak tahu mereknya apa. Kalau bisa besok pagi-pagi sekali sudah ada, ya.”Wira sudah memakai seragam ke kantor, namun masih mengenakan sandal untuk keluar rumah menemui tukang sayur dan memesan pembalut untuk Sully. Kalau kemarin malam tersisa dua, pagi itu Sully hanya memiliki satu. Siang atau malam Sully pakai apa? Wira hilir-mudik di dapur. Tak lama, Bu Emi muncul di ambang pintu.“Bu, saya mau tanya. Maaf sebelumnya. Istri saya baru datang bulan dan kehabisan persediaan pembalut. Biasanya kalau bukan pembalut, gantinya apa? Untuk sementara,” jelas Wira tanpa mempedulikan rasa malunya.“Biasa bisa diganti kain, atau handuk yang lebih tebal dan mudah nyerap. Dilipat atau dibentuk gitu. Memangnya enggak ada yang ke kota, Pak?” Bu Emi barusan
Magbasa pa
93. Menahan Godaan
“Lis … Mas mau ke kantor. Itu Pak Asman sudah di luar. Sebentar lagi pasti masuk ke dalam buat manggil Mas. Kalau sampai lihat Mas keluar kamar mandi pakai sepatu begini….” “Terus kenapa?” Sully semakin merapatkan tubuhnya pada Wira. “Salahnya di mana? Mas di rumah sendiri, sama istri sendiri. Siapa yang mau komplain?” Sully mengusap perut Wira dengan kedua telapak tangannya, lalu menyusuri bagian pinggang dan turun sampai ke bokong pria itu. Sully meremas bokong Wira dengan kuat. “Atau malu?” tanya Sully, menggerakkan kedua tangannya terus ke bawah dan mengusap kedua paha Wira. “Mas cuma enggak enak,” kata Wira. “Hmmm … enggak enak, ya?” tanya Sully dengan suara lirih. “Ayo, cium aku baru boleh berangkat kerja,” kata Sully, berjinjit dan memajukan bibirnya. Wira langsung menangkup pipi Sully dan melumat bibir wanita itu. Ia sudah cukup lama tertahan di kamar mandi dengan keadaan serba salah. Menolak Sully pasti akan berakhir bencana buatnya. Tapi membiarkan dirinya berlama-lama di
Magbasa pa
94. Suplemen Pembesar Payudara
“Iya. Sisa sedikit. Kenapa?” Sully diam mengamati wajah Wira. Pria itu langsung salah tingkah.“Enggak apa-apa. Ayo, turun. Petugas valetnya sudah nunggu,” kata Wira, menoleh seorang pria dengan seragam hitam-hitam yang sudah berdiri di sebelah pintunya.“Mmmm … pasti Mas bayangin itu, kan …? Kepengin itu, kan …. Ngaku … ngaku,” kata Sully, tertawa-tawa saat melompat dari mobil SUV hitam yang cukup tinggi.Wira meraih ransel dan menyampirkannya ke bahu. Memutari bagian depan mobil dan mencoba mengabaikan Sully yang tertawa-tawa kecil di undakan tangga paling bawah. Ia lalu menggandeng tangan Sully dan membawa wanita itu ke lobi.“Ini bulan madu, kan, Mas? Kalau bulan madu kamarnya pasti ada handuk bentuk angsa di ranjang,” cetus Sully dengan tangan berada di pinggang Wira.Wira tak menjawab. Satu alisnya naik mendengar kata handuk bentuk angsa. “Kamu tunggu di sini,” pinta Wira, membawa Sully ke salah satu sofa tunggal dan meninggalkannya untuk menuju resepsionis.“Pak Wira … sudah lam
Magbasa pa
95. Layanan Pengantin Baru
“Iya, Mas…iya,” ucap Sully dari balik dekapan tangan Wira. Ia kemudian melepaskan pelukan Wira dan memandang wajah pria itu. Datar, kaku, dan belum mau beradu pandang dengannya. “Mas marah,” ucap Sully. “Enggak. Ya, sudah. Enggak usah dibahas lagi kalau memang batal buat videonya.” Wira masih duduk bersandar ke sofa. Perasaannya tersenggol karena Sully seakan tidak mempertimbangkan keberadaannya. Ditambah lagi dengan ucapan, ‘Uangnya lumayan’, menyebutkan seolah ia tidak memberikan nafkah pada wanita itu. Walau Sully juga sebenarnya tidak bisa disalahkan soal itu. Mungkin maksud wanita itu hanya ingin mencari tambahan karena sedang ikut prihatin karena ia baru saja resign dari perkebunan. Apalagi tadi Sully menyebutkan kalau uang itu akan digunakan untuk menggaji Oky. Wira harus berkompromi dengan perasaan jengkelnya dengan berjanji pada dirinya sendiri untuk segera bicara dengan Oky. Sully menegakkan tubuh di depan Wira. Pria itu mengedarkan pandangan ke semua tempat selain ke ara
Magbasa pa
96. Di Dekat Sepasang Angsa
Awal-awal kemarin sepertinya Sully merasa dirinya lebih berpengalaman karena video cabul yang termasuk sering ia tonton bersama teman-temannya yang lajang. Namun pada akhirnya Wira tetaplah seorang laki-laki dengan insting liar yang mungkin sudah ia pendam bertahun-tahun untuk dipertontonkan pada wanita yang pantas menerimanya. Wira tak membiarkan Sully bicara atau berkomentar sepotong kata pun. Ia terus melumat bibir Sully dengan ciuman yang kuat dan panas. Memagut nyaris tak lepas. Hanya sesekali terbuka untuk menangkap oksigen di dekat mereka. Ia menautkan lidahnya dengan lidah Sully, menyesap bibir bawah wanita itu kuat-kuat dengan jemari nakalnya yang terus menyusup di bawah sana. Ia memang sudah gila. Tiap jengkal tubuh Sully begitu memabukkannya. Rambut Sully yang tebal dan selalu wangi khas sampo yang tidak dijual di mini market, kuku-kukunya yang panjang dan dengan jemari yang lentik, kulit yang pucat dan halus, dada yang penuh dan padat. Juga bagian pangkal paha yang membua
Magbasa pa
97. Uang Jajan
Sisa siang yang diingat Sully adalah ia dan Wira berbaring bagai sepasang sendok. Pria itu merengkuhnya dari belakang, mengangkat satu kakinya dan kembali melakukan penyatuan. Hunjaman pelan yang kemudian berubah menjadi hujaman lebih keras dengan tempo yang semakin cepat. Wira semakin lihai menjaga ritme dan jeda hingga percintaan itu menjadi semakin terasa panjang. Mereka mengganti rasa lapar akan makanan pengisi lambung dengan memenuhi rasa penasaran akan tubuh satu sama lain. Wira tidak ragu lagi menyentuhnya di bawah sana. Tangan pria itu juga meremas dan memijat sepasang dadanya seakan tak bosan-bosan. Saat jeda dari posisi sepasang sendok, Sully melihat kilatan di mata Wira yang melucuti dadanya. Pria itu juga berlutut di antara kedua kakinya sambil mengusap dan memandang lipatan lembut yang seakan-akan ingin dilahap pria itu. Sully merasa dirinya amat istimewa dan juga … lelah. Bila dihitung dari awal, mungkin ia sudah lebih dari empat kali mencapai puncak kenikmatannya. Seda
Magbasa pa
98. Jangan Sentuh Suamiku
Sepanjang Sully berjalan dalam rangkulan tangan Wira di pinggangnya, ia terus memutar otak mencari cara mengatakan pada Oky untuk membatalkan endorse suplemen pembesar payudara. Kemarin-kemarin ia sudah menyetujui. Pasti Oky akan curiga kalau ia tiba-tiba membatalkan dengan alasan tidak masuk akal. Ketika Wira membukakan pintu mobil untuknya dan memutari bagian depan untuk menuju ke belakang kemudi, Sully mengambil ponselnya dan mengetikkan pesan buat Oky. ‘Ky, endorse suplemen pembesar toket dibatalin aja. Aku ambil endorse soft lense. Lebih gampang. Nanti uang muka endorse suplemen dikembalikan pakai uang pelunasan dari endorse soft lense. Aman, kan? Tete aku menyusut sejak tinggal di desa. Mungkin karena kurang gizi. Jadi, enggak bakalan cocok. Kurang besar.’ Sully cepat-cepat menutup ponselnya saat memastikan pesan sudah terkirim. Ia tak terlalu memikirkan apa yang akan dijawab Oky nantinya. Yang paling penting sahabatnya itu sudah tahu kalau ia membatalkan pembuatan video suple
Magbasa pa
99. Mas Wira Uring-uringan
“Mbak Sully … benar Mbak Sully, kan?” Bambang berdiri di belakang Sully, memandang ke cermin dan menatap pantulan Sully dengan raut terpana. Dagunya seakan jatuh. Ia mengabaikan pegawai salon yang berhenti membubuhkan hair mask ke rambut Sully. “Iya, benar. Saya Sully. Dengan siapa, ya?” tanya Sully. Wajahnya tak bisa menutupi kebahagiaan kalau ia dikenali di tempat yang disangka-sangka. “Saya pengikut Mbak Sully Shiny udah lama banget. Ini buktinya,”—Bambang mengeluarkan ponsel dan membuka akun Pastagram miliknya, lalu menyodorkannya pada Sully—“benar, kan? Boleh minta foto, Mbak?” Bambang dengan cepat membuka fitur kamera. “Boleh…boleh, tapi nanti, ya. Rambut saya lagi begini, nanti malah enggak cantik. Mas-nya juga lagi perawatan, kan? Itu kepalanya masih pakai handuk,” kata Sully, menunjuk handuk di kepala Bambang. Ia lalu terkekeh. “Oh, iya. Bener juga, sih. Janji nanti bakal foto bareng sama saya, ya. Wah … mimpi apa saya semalam. Bisa ketemu Mbak Sully yang cantik banget. Te
Magbasa pa
100. Pantang Diusik
“Kok, bisa kebetulan, ya? Salon tadi ada promosi untuk manicure-pedicure. Aku tanya ke Mbak yang ngerjain kuku, katanya potongan setengah harga jadi cuma seratus ribu. Padahal yang dipakai tadi produk-produk mahal. Aku hafal merek produk itu, Mas,” kata Sully saat mereka baru masuk ke kamar. “Apa mungkin produk yang dikasih tadi sudah mau expired?” Wira hanya menanggapi dengan hal pertama yang terlintas di kepalanya. Sully mengernyit ragu. “Ah, masa, sih? Expired?” Ia memandang kukunya. Wira melihat raut wajah Sully dan seketika mengoreksi, “Itu masih mungkin. Tapi sepertinya enggak. Mungkin memang lagi turun harga,” katanya cepat-cepat. “Besok aku mau ke mall lagi, Mas. Masih ada yang mau dibeli. Tapi Mas enggak perlu keluar uang lagi. Aku pakai uang jajan yang dari Mas,” kata Sully. Ia sudah membuka jaket dan sedang berputar-putar di depan cermin sambil mengibaskan rambutnya. “Kepala rasanya ringan banget tiap baru dari salon. Yang aku bilang tadi … jadi, kan?” Sully memandang Wi
Magbasa pa
PREV
1
...
89101112
...
29
DMCA.com Protection Status