Lahat ng Kabanata ng Istri Nakal Mas Petani: Kabanata 71 - Kabanata 80
281 Kabanata
71. Bertemu Saingan
“Maaf kalau ganggu tidurnya,” kata Bu Emi pada Sully dengan tangan masih berada di pegangan pintu.Sully meregangkan tubuh dengan mengangkat satu tangan dan tangan lainnya masih memegangi selimut. “Enggak apa-apa, Bu. Ibu masak apa hari ini?”“Masak opor ayam kampung kesukaan Pak Wira,” jawab Bu Emi.“Saya juga suka. Berarti itu masaknya buat saya juga, kan? Bukan buat Pak Wira aja,” kata Sully.Bu Emi tidak menjawab perkataan itu. “Saya permisi ke belakang, Bu,” katanya.Sully menggeleng seraya berdecak. “Luar biasa. Memang luar biasa. Enggak ada sikap ramah sama sekali.” Sully bangkit dari ranjang dan berpakaian sebelum keluar kamar. Sebelum masuk ke kamar mandi, ia melihat Bu Emi merapikan meja makan dan membersihkan seluruh permukaan kitchen set.Selesai mandi Sully berdandan dan membubuhkan makeup tipis yang membuat wajahnya terlihat segar dan jauh dari bayang-bayang dark circle kurang tidur. Pagi itu ia tidak membuat ujung rambutnya ikal. Melainkan meluruskan rambutnya menggunak
Magbasa pa
72. Kukembalikan Nafkahmu
Lewat tengah hari, Ira pamit pada ibunya untuk pulang lebih dulu. Bukan pamit pada Sully. Sampai di situ, Sully masih berpikiran positif kalau keberadaan Ira di sana memang untuk membantu ibunya dan yang bekerja resmi hanyalah Bu Emi. Tak masalah, pikir Sully. Lalu, Pak Asman datang melalui pintu belakang. Sully di ruang tengah sedang mengotak-atik channel televisi yang semuanya buram tidak jelas. Tidak jelas. Sama seperti hubungannya dengan Wira. Sully mengembuskan napas dan mencampakkan remote televisi. Ucapan Ira tadi terus terngiang-ngiang. Apa wanita itu memang bertelepon dengan Wira? Kenapa begitu lugas? Kenapa wanita itu tidak segan sedikit pun padanya? Apa Wira sudah mengatakan kalau pernikahan mereka bukan pernikahan pada lazimnya? Sully merasa matanya kembali memanas. Tak lama Sully mendengar suara Bu Emi berpamitan pada Pak Asman. Kali ini ia menegakkan tubuh. “Keterlaluan. Ibu dan anak sama aja. Padahal katanya dibayar profesional buat kerja di sini.” Sully berdiri menuj
Magbasa pa
73. Pemilik Hak Paten
Pagi hari sebelum Sully lari meninggalkan rumah. Wira tiba di kantor lebih pagi dari waktu rapat yang sudah dijadwalkan. Ia berniat masuk ke ruangannya dan melihat dokumen-dokumen penting yang disimpan dalam brankas. Sejam lebih lamanya Wira mengecek semua dokumen dan kelengkapannya sebelum bangkit menuju ruang Direktur Utama yang berukuran nyaris sama dengan ruangannya. Pak Martin sudah duduk di balik meja dan seketika mendongak saat Wira melangkah masuk. “Surprise sekali,” kata pria itu dengan senyum lebar. “Ambil cuti panjang dan kembali dengan membawa istri. Padahal selama di sini tidak ada tanda-tanda akan menikah dalam jangka waktu dekat.” Ia mengulurkan tangan pada Wira hendak memberi selamat. Wira tersenyum seraya menyambut tangan Pak Martin. Ia menempati kursi di seberang atasannya. “Perwakilan Dewan Komisaris juga akan datang, kan?” tanya Wira. “Mungkin sebentar lagi sampai. Grace baru saja menghubungi saya kalau dia bakal sedikit terlambat. Kita bisa mulai lebih dulu. T
Magbasa pa
74. Kamu Di Mana?
Wira berbalik dan meletakkan setumpuk map yang dibawanya di tembok batu yang membingkai teras belakang. Kantor perkebunan itu berupa bangunan rumah lama yang hampir keseluruhan halamannya ditumbuhi macam-macam tanaman. Kalau siang, bagian teras belakang kantor itu cukup teduh dengan kehadiran sebuah pohon rambutan. Lain halnya kalau malam hari. Suasana di sekitar tempat itu terbilang cukup mencekam. Kalau seluruh lampu bagian luar kantor dipadamkan, tempat itu gelap gulita menyerupai hutan.“Mas dijodohin, ya?” tanya Ira tanpa tedeng aling-aling. “Waktu Mas pergi dari sini, Mas bilang ada urusan penting. Urusan pentingnya dikenalin sama calon istri?”Wira diam saja mencermati perkataan Ira. Hampir seharian mendengar dan berbicara di ruang rapat, membuat Wira sedikit bosan dan teramat letih.“Kenapa Mas enggak ngomong apa-apa ke aku? Mas tiba-tiba ninggalin aku gitu aja.” Ira mulai terisak.Wira bergeming.“Aku perlu penjelasan—”“Jangan nangis. Nanti kalau ada yang lihat orang bisa mik
Magbasa pa
75. Ayo Pulang
“Sulis … ke mana?” gumam Wira, kembali menghubungi ponsel Sully. Walau memang terkesan sia-sia karena ia sudah bisa menebak kalau Sully tak akan menjawab panggilan, tapi mendengar nada tunggu di seberang sedikit membuat perasaannya tenang. Wira kembali masuk ke mobil dan berbelok ke kanan. Kalau mau pergi dari tempat itu, Sully pasti menuju ke arah mereka datang pertama kali. Mengingat rentang waktu dari suara hempasan pagar dan Sully kembali ke rumah mengambil tasnya, Wira memperkirakan kalau wanita itu belum pergi terlalu jauh. Suasana di perkebunan tidak pernah ramai. Pada akhir minggu, pegawai yang bukan merupakan penduduk asli, lebih memilih menghabiskan sehari dua hari dengan pergi ke kota. Sedangkan para pegawai yang merupakan penduduk asli sekitar sana, biasanya lebih memilih di rumah melakukan kesibukannya. Atau jika mereka bepergian, jaraknya pun tidak terlalu jauh. Rumah yang letaknya berjauhan dan jalanan yang gelap, membuat orang menghindari aktifitas di luar pada malam
Magbasa pa
76. Gengsi Sully
Wira mengemudi dalam diam dan Sully masih terisak-isak seraya membuang pandangannya ke jendela mobil yang hanya menampilkan kegelapan perkebunan kelapa sawit. Sebenarnya tak ada yang bisa ia lihat sepanjang perjalanan. Namun, kekesalan Sully pada Wira membuatnya merapatkan tubuh ke pintu mobil seolah kulitnya akan melepuh kalau bersentuhan dengan pria di sebelahnya. Merasakan ketegangan di antara mereka, juga mengingat nada bicaranya yang sedikit tinggi beberapa saat yang lalu, Wira memulai pembicaraan. “Lihat sendiri, kan? Jalanan gelap dan sepanjang mata memandang hampir semuanya tanaman sawit. Kamu enggak takut? Waktu meninggalkan rumah enggak mikir apa yang bisa terjadi di tempat kamu berhenti tadi?” Wira menoleh sekilas pada Sully yang masih bergeming. Jangankan menjawab, menoleh saja tidak. Wira menelan ludah. Apa kalau ia benar-benar menikah dengan gadis sederhana dan penurut, pengalaman mencari istri yang nekad melarikan diri malam hari di perkebunan akan ada? “Kamu belum m
Magbasa pa
77. Adu Mulut Kedua
“Ingat. Aku dengar, kok. Malas aja mau jawabnya. Memangnya kenapa? Harus dijawab? Kalau udah dijawab ada yang berubah? Sama aja, kan?” Sully membalas tatapan tajam Wira padanya.“Harusnya selama ini kamu ngerti apa yang Mas buat itu semuanya buat jaga kamu, Lis. Kamu enggak ingat apa yang sudah kita sepakati? Kamu lupa tujuan kamu apa datang ke desa?” Wira menantikan jawaban Sully.“Buat jaga aku atau buat jaga hubungan Mas dengan cewe itu? Aku tahu kalau tujuanku ke desa itu buat lari dari masalah. Dari awal sampai sekarang aku masih cari jalan keluar. Tapi kalau kemudian aku sadar pernikahan itu ternyata memang sungguhan dan semua yang harus aku lakukan selama di rumah Mas buat aku ngerasa jadi istri sungguhan, lantas aku salah? Mas sendiri pernah bilang kalau aku ini istri Mas. Terus kenapa Mas pura-pura enggak tahu? Kenapa pura-pura enggak ngerti? Secinta apa Mas sama cewe itu?”“Mas belum ada perasaan ke wanita itu sampai harus bisa ngomong cinta ke dia, Lis. Kalau memang Mas cin
Magbasa pa
78. Nafkah Yang Tertunda
Mungkin kalau setiap orang ditanya soal ingatan ciuman pertama, seburuk atau seindah apa pun bisa dipastikan tidak akan ada yang melupakannya. Begitu pula dengan Wira. Perasaan memalukan itu akan selalu ia ingat sepanjang hidup. Ia dikhianati oleh tubuhnya sendiri.Dalam bayangan Wira ciuman itu akan manis. Nyatanya ia hanya terdiam kaku saat seorang gadis menempelkan bibirnya cukup lama. Saat ia hendak membuka mulutnya untuk bereaksi, gadis itu malah menyudahi ciuman mereka. Seminggu kemudian hubungannya dengan gadis itu malah renggang. Dari salah seorang temannya Wira mendapat kabar kalau gadis yang sedang melakukan pendekatan padanya mengembuskan kabar soal dugaan ia yang tidak menyukai lawan jenis. Benar-benar memalukan. Sully tidak boleh tahu soal itu. Itu sebabnya Sully sebagai wanita pertama yang menerima pernyataan cinta darinya harus mendapat ciuman sesempurna mungkin.Satu tangan Wira sudah menyentuh bagian belakang leher Sully. Mengusap rambut di tengkuk wanita itu yang ter
Magbasa pa
79. Genangan Kehangatan
Tadi Sully memang marah pada Wira. Sampai ia berlari ke kegelapan malam pun, Sully masih bertekad untuk tidak akan memaafkan pria itu. Tapi … itu sebelum Wira memagut bibirnya. Sebelum lidah pria itu menyusuri tiap sudut bibir dan membelai lidahnya dengan lembut. Juga sebelum Wira menahan kepalanya agar ia mendongak dan menyerahkan seluruh kendali ciuman pada pria itu. Kini Wira berdiri menanggalkan pakaiannya satu persatu. Kemeja pria itu sudah jatuh ke lantai. Tangan Wira cukup gesit saat melepaskan ikat pinggang, lalu Sully merasa darahnya berhenti mengalir selama beberapa detik saat Wira meloloskan kaus dalamnya. Wira bertelanjang dada. Ia sudah pernah melihat hal itu sebelumnya. Tapi bukan dalam suasana mendebarkan seperti malam itu. Bahu dan lengan Wira yang selalu tertutup kini bisa puas-puas dipandanginya. Ternyata Wira berhenti melucuti pakaiannya sendiri sampai di batas pengait celananya. Padahal liurnya nyaris menetes memandangi pria itu sejak tadi. Sejak penolakan terakhi
Magbasa pa
80. Rengekan Mantan Perawan
Karena hal-hal umum yang tidak perlu dijelaskan kenapa pria A begini dan pria B begini, Wira sengaja mengabaikan pertanyaan Sully yang baginya amat memalukan. Kalau tidak mempertimbangkan Sully yang mengeluh sakit, mungkin ia akan mendorong lebih dalam menenggelamkan bagian tubuhnya.Nyatanya Sully yang terus menggoda dan mengeluh soal kehangatan hubungan, tanpa sadar malah menahan tubuhnya. Sully menahan lengannya dengan cukup kuat agar gerakannya terhenti sementara. Dan di bawah sana, ia harusnya langsung melanjutkan.“Geser ke sini,” kata Wira, membungkuk untuk menyelipkan tangan di kedua lipatan lengan Sully dan setengah mengangkat tubuh wanita itu bak menggendong bayi. Tak salah juga. Sully baginya memang ibarat bayi karena doyan merengek.“Kenapa?” Sully menoleh bagian ranjang yang baru ditinggalkannya.“Basah,” jawab Wira singkat. Apa harus dikatakan dengan jelas kalau ia baru saja menggenangi sisi ranjang itu dengan kehangatan yang baru dicurahkannya?“Kata teman-temanku enak
Magbasa pa
PREV
1
...
678910
...
29
DMCA.com Protection Status