All Chapters of Pewaris Pedang Sulur Naga : Chapter 51 - Chapter 60
239 Chapters
Bab 51. Mengalahkan Manggala
Dengan pedang pinjaman, gadis itu menangkis pedang musuh yang datang silih berganti mengurungnya. Sebuah tendangan tidak lupa dihantamkan pada belakang lutut. Orang itu jatuh terjerembab. Dengan gesit tangannya memegangi tangan musuhnya untuk digunakan sebagai tameng. Sekar Pandan terus berloncatan ke sana ke mari sambil sesekali menghantamkan pukulan dan tendangan pada mereka. Orang yang dipinjam tangannya oleh Sekar Pandan berkali-kali melenguh kesakitan dan harus menyelamatkan nyawanya dari salah sasaran teman-temannya.Puas meminjam tangan orang, Sekar Pandan memutar pergelangan tangan orang itu hingga pedangnya kini pindah ke tangannya secara penuh. Sebagai tanda terima kasih, gadis berambut panjang bergelombang itu membabatkan pedang ke pemiliknya. Lelaki itu tersungkur masuk semak belukar.Tubuhnya jungkir balik ke belakang saat para penyerangnya menyerang secara bersama dari depan. Begitu kedua kaki jenjangnya menapak tanah, tangan kanannya menghentak ke
Read more
Bab 52. Jerit Tanpa Suara
Sekar Pandan berusaha menentang tuduhan Paksi Jingga padanya. Namun, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Rasanya tidak ada gunanya dia menjelaskan semuanya pada Paksi Jingga, untuk menuliskan sesuatu di tanah, sudah lupa. Tatapan mata penuh kebencian dan kata-kata pedas pemuda berwajah penuh sayat itu telah melukai perasaannya."Siapa yang menyuruhmu memata-matai kami, ha?!" Sekar Pandan menggeleng lemah."Si Dewa Jari Maut sendiri, atau anak lelakinya itu? Bisa jadi kau adalah kekasih Senayudha yang ditaruh di perkumpulan ini untuk memata-matai kami." Paksi Jingga semakin berani berkata kasar pada Sekar Pandan. Gadis itu merasakan kedua matanya memanas dan berkaca-kaca. Tangannya meraih dedaunan yang terselip di pinggangnya lalu diberikan pada Paksi Jingga. Pemuda bertudung bambu itu merampas dedaunan dari tangan Sekar Pandan dengan kasar."Jadi dengan alasan mencari ramuan obat untuk adikku, kau diam-diam membuat kegaduha
Read more
Bab 53. Tertangkap Makhluk Aneh
Rasa kagum dan hormat pada Paksi Jingga seketika hilang.Mungkin, Mahisa Dahana lah yang lebih pantas menjadi ketua perguruan Tangan Seribu yang akan datang. Dia lebih tidak grusa-grusu dalam melangkah. Namun, sayang, dia seperti tidak memiliki gairah untuk masa depannya.Pemuda aneh dengan tatapan mata tidak bersemangat, tapi berubah berseri-seri saat menatap wajah cantik Umang Sari, gadis penari putri Ki Sempana. Gadis itu cantik dan sempurna, pantas kalau Mahisa Dahana lebih memperhatikannya. Ada rasa sesak di dada gadis berambut panjang bergelombang itu. Dia dan Mahisa Dahana lebih dulu berteman, tapi justru dengan Umang Sari lebih akrab.Hembusan angin yang sejuk dan alas rumput tebal yang nyaman, membuat tubuh gadis itu terbuai kantuk lalu terlelap dengan kedua mata basah. Tidurnya demikian nyenyak sampai dia tidak tahu, dari dalam jurang merayap dua makhluk aneh menjulurkan kepalanya.Dua makhluk aneh itu berambut gimb
Read more
Bab 54. Terkurung
"Dia yang telah melemparkan batu-batu dari atas tebing, Hang Dineshcarayaksa." Elakshi menjawab Suaranya berat dan serak. Mata besar dan lebar Hang Dineshcarayaksa mengamati Sekar Pandan yang meringis kesakitan. Tubuh gadis itu sakit semua."Dia persembahan yang bagus. mungkin persembahan warsa kali ini harus gadis cantik seperti dia," gumam Hang Dineshcarayaksa menaksir Sekar Pandan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mulutnya menyeringai, memperlihatkan gigi hitam yang besar-besar. Mendengar percakapan mereka, bulu kuduk Sekar Pandan meremang. Gadis belasan warsa itu melihat sekeliling. Tidak ada jalan untuk melarikan diri."Bimala, kurung dia!" Makhluk tinggi besar berpakaian kulit kayu itu memerintah Bimala. Tangannya mengambil pedang Sulur Naga dari punggung Sekar Pandan. Tangan gadis itu menggapai pedang yang telah dirampas Hang Dineshcarayaksa. Dia bangkit hendak mengejar pedangnya, tapi sebuah kaki menginjaknya. mulut Sekar Pandan terbuka
Read more
Bab 55. Sang Pemuda Majapahit
Perlahan salah satu tangan itu menarik gagang pedang hingga setengah.Tangan itu meloloskan Pedang Sulur Naga dari sarungnya. Wajah putih dengan mata besar dan bibir tebal hitam itu tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi hitam. Suara tawa kerasnya menggema di dalam ruangan."Dengan pedang ini, aku bisa menguasai dunia persilatan, hahaha!" Pedang Sulur Naga diacungkan sambil tertawa terbahak-bahak dengan dada membusung sombong. "Terima kasih wahai Dewa. Engkau telah mengantarkan Pedang Sulur Naga ini ke tanganku, hahaha."Dari belakang, muncul Bimala dan Elakshi. Keduanya menjatuhkan diri dengan kedua tangan menyentuh tanah. "Kalian sudah datang?"Hang Dineshcara melirik pada dua wanita itu sekilas, lalu menyeringai. " Gadis itu perlakukan dengan baik, beri makan cukup sebelum dikorbankan pada Dewa Penjaga dasar jurang Hung Leliwungan ini," titah Hang Dineshcarayaksa. Bagaimana pun, gadis itu harus disingkirkan agar kelak tidak menjadi penghalang keing
Read more
Bab 56. Bercerita Kepada Ludro Gempol
Pikiran pemuda tampan itu gelusah. Dia berdiri dengan bersedekap, jiwanya menembus waktu, mencari keberadaan sosok gadis berkemben dan berkain hijau yang sudah dianggap sebagai adik itu.Tak ada jawaban atas penglihatan batin yang baru saja dikerahkan. Sosok gadis bisu itu tetap tak tertembus. Matanya perlahan terbuka. Sorot netranya bergerak-gerak gelisah."Sekar Pandan, di mana kau, Adikku?" Raden Prana Kusuma mendesah. Terdengar ketukan dari luar jendela yang terbuka. "Raden, kau ada di dalam?" Suara halus tapi tegas seorang laki-laki bertanya. Raden Prana Kusuma menoleh pada jendela kamar. Itu suara pelayannya yang biasa mengurusi keamanan di lingkungan kediaman orang tuanya. Biasanya kepala pengawal ayahnya akan memukulkan batu pada gagang pedang setiap melewati jendela kamar junjungannya. "Ya, ada apa?"Pemuda tampan itu menyalakan damar dengan pelita kecil yang ada di meja dekat kendi air minum. Tidak lama ruangan kamar semakin
Read more
Bab 57. Percakapan dalam Kamar
Sebelumnya aku ingin bertanya padamu, apa yang akan dilakukan seorang gadis berusia belasan warsa di tempat asing seperti rimba persilatan? Apalagi gadis itu tanpa suara." Raden Prana Kusuma menatap wajah abdinya, seolah tidak membiarkan sang pengawal menyembunyikan isi pikirannya.Ludro Gempol terkesiap. "Tanpa suara? Bisu?" Raden Prana Kusuma mengangguk. Ludro Gempol berpikir. Selama ini dia tidak pernah bertemu seorang gadis belia tanpa sanak saudara apalagi bisu berada di rimba persilatan. Namun, diam-diam dia lega. Setidaknya bukan gadis seperti yang selama ini mencuri perhatian junjungannya dengan bersikap lemah gemulai, bersolek berlebihan atau berpura-pura baik pada orang lain saat di depannya. Dia hanya gadis biasa yang tidak bisa bicara.Setidaknya tidak akan menjadi bahan untuk membangkitkan murka orang tua Raden Prana Kusuma. Jelas tidak mungkin pemuda yang banyak digandrungi para gadis cantik ini menjatuhkan pilihan pada gadis bisu itu.
Read more
Bab 58. Kunjungan Putri Dewi Gayatri
Dengan langkah lebar Raden Prana Kusuma menghampiri pintu kamar lalu membuka palangnya. Dia takut, suara bibi emban akan membangunkan yang lain. Wajah seorang wanita berusia lima dasa warsa menatapnya cemas."Raden tidak apa-apa?" Mata cekung dan lebar itu memindai tubuh junjungannya dengan seksama. Tidak ingin membuat emban setianya khawatir, pemuda berdada bidang itu berkata, "Aku tidak apa-apa, Bi. Kembalilah tidur.""Tapi saya dengar ada suara benda jatuh dan orang tertawa di dalam." Bibi emban belum percaya. Terpaksa Raden Prana Kusuma menggeser tubuhnya agar bibi emban dapat melihat Ludro Gempol di dalam kamar.Mata tuanya masih bisa mengenali lelaki dalam kamar luas itu. "Rupanya kamu, to, Le. Bibi kira siapa."Ludro Gempol meringis pada bibi emban."Maaf, sudah mengganggu bibi. Kami hanya bercanda. Benar, kan, Raden?" Dia menatap Raden Prana Kusuma berharap mendapat pertolongan darinya."Ya, sudah, Raden. Bibi kembali ke kama
Read more
Bab 59. Hati yang Kecewa
"Bibi, corak batik yang kau kenakan sangat cantik ...." Suaranya mengambang. Ada perasaan tidak enak terlihat di wajah cantiknya."Kenapa wajahmu kautekuk begitu, Ngger? Kau menyukai corak batik bibi? Bukankah kau sendiri pandai menciptakan corak batik yang bagus dan indah?" Alih-alih menjawab pertanyaan ibu Raden Prana Kusuma, justru dia menunduk. Nyai Ageng Swardhani mengangkat dagu lancip itu."Wajahmu sedih, Gayatri." Nyai Ageng Swardhani tidak mengerti dengan gadis yang menjadi teman putranya sejak kecil itu. "Kau bertengkar dengan Prana Kusuma?""Tidak, Bi," tukasnya. Wajah itu seketika berubah saat mendengar nama teman kecilnya disebut. Nyai Ageng Swardhani mengerti, maka dia memerintahkan satu emban untuk memanggil putranya."Bibi, kedatangan saya ke sini bukan untuk bertemu Kangmas Prana Kusuma, tapi untuk memberikan hadiah ini untuk bibi Ageng." Dayang putri Dewi Gayatri menyerahkan bungkusan kain putih pada Nyai Ageng Swardhani. Perlaha
Read more
Bab 60. Dalam Tahanan
"Nimas," desah pemuda itu serba salah."Kangmas sudah tidak menyayangiku lagi, " isaknya. Raden Prana Kusuma berdiri. Dia semakin serba salah jika gadis itu menangis. Kedua tangannya hendak menyentuh pundak halus sang putri untuk menenangkan perasaannya. Namun, tangan itu berhenti di tengah jalan lalu turun lagi. Dia tidak ingin membuat gadis yang sudah dia anggap adik itu selalu bergantung padanya. Sejak kecil hanya dia yang mampu membuat hati gadis berusia dua puluh warsa itu terhibur ketika sedih. Angin lembut berhembus dari pancuran kolam. Bau harum tubuh si gadis menyeruak penciuman Raden Prana Kusuma yang ada di belakangnya. Kata ibunya, semua perempuan di kota raja menggunakan ramuan khusus untuk merawat tubuh agar tetap halus dan harum. Bahkan setiap hari mereka akan memakan buah yang memiliki kandungan mengharumkan keringat seperti memakan buah kepel. Itulah penyebab para putri bangsawan tercium harum saat berpapasan.Secara tidak sadar, pemuda
Read more
PREV
1
...
45678
...
24
DMCA.com Protection Status