All Chapters of DITOLAK OM-OM : Chapter 21 - Chapter 30
62 Chapters
Pemanasan Absurd
"Loh, kok tumben gak mau dipeluk." Tangan Om Bas yang terlanjur terulur cuma tertahan di udara. Aku kabur duluan setelah cium tangan dan ambil tas kerjanya. "Takut Om Bas khilaf terus kebablasan." Aku berkelit ke sana sini saat lelaki itu berusaha menangkap tubuhku. "Ayolah, kok jadi gini sekarang? Bukannya dulu kepengin nempel terus setiap saat." "Ya, beda. Itu kan dulu sebelum ...." Sebelum kepenasaranku terjawab. Setelah tahu bahwa anuan itu ... ya ternyata begitulah pokoknya. Jangan minta aku buat jelasin, pasti emak-emak udah paham luar kepala. Ya. Harusnya aku senang Om Bas berhasil menang telak melawan traumanya. Lantas menobatkan Sisy sebagai istri seutuhnya. Namun, sekali sakit tetap sakit. Giliranku yang takut sekarang. "Ya, sudah. Bikinkan saya kopi, ya!" "Ahsiyaaap!" Aku balik haluan secepat kilat, lumayan bisa menghindar sebentar. Kemarin-kemarin, pelukan Om Bas itu seperti candu. Pokoknya mau lagi dan lagi. Sekarang kok beda, kaya sebuah ancaman. Rasanya kaya mau
Read more
Gara-gara Lingerie
"Makasih, ya!" Om Bas memiringkan tubuh sambil belai-belai pipiku. Biar baru bangun tidur dan kucel, kalau dari sananya udah tampan, bau asem pun tetap tercium seperti pewangi pakaian. Apalagi pas senyum bahagia kaya gini. Bahagia lahir batin pokoknya. Tahu kenapa? Semalam pakaian sport-ku ternyata gak guna. Dia malah paksa aku pakai baju kelambu anti nyamuk yang dulu pernah dibencinya. Pokoknya jaman dia pasif dulu, aku gak boleh memakai baju itu di depannya. Lantas sekarang kenapa hukumnya jadi wajib? Aturan macam apa ini? Diberlakukan tiap malam pula. Baru boleh libur kalau tanggal merah, eh palang merah bulanan. "Hmmm." Aku mengangguk, jauh lebih lemah. Mungkin sebentar lagi meredup dan padam. Butuh re-charge tenaga setelah semalam terkuras habis. Om Bas berhasil menerobos pertahananku dengan tehnik barunya. Jadi paham, kan! Kenapa pagi ini dia bahagia banget? Gol kemenangan pertama telah berhasil dicetaknya. Segel Sisy sudah terbuka. Hiks! "Welcome, Nyonya Baskara!" ucapnya
Read more
Kejar Target
Demi kebahagiaan lelaki ganteng maksimalku, Sisy mendadak jadi robot yang tugasnya kudu ngangguk-angguk aja untuk keinginan besar Tuan Baskara Abimana. Apa itu? Bereproduksi, Saudara. Demi mewujudkan itu dan biar cepat ada hasil, Om Bas sampai mengagendakan kami untuk mengikuti program hamil. Seniat itu, padahal aku selow. Nanti kalau sudah waktunya pasti bakalan hamil juga. Baik aku sama Om Bas, toh gak pasang pelindung apapun. Aku juga udah pasrah seandainya segera dapet label bunda Sisy. "Lapar?" tanyanya, saat menyusuri lorong rumah sakit. "Banget," jawabku. "Ya udah. Kita cari makan dulu." Sekarang aku gak bakalan ketinggalan atau takut gak bisa mengimbangi langkah panjang Om Bas. Karena dia selalu merangkul pundak atau gandeng tangan ini ke manapun kami jalan berdua. Bodo amat sama orang-orang yang lihatin melulu, entah karena iri atau barangkali lagi ketawa dalam hati ada bocil unyu mesra sama om-om. Hari ini suamiku sengaja ambil cuti untuk check up awal ke dokter kandun
Read more
Semangat Om Bas
"Kenapa sih, Mel? Jawab telepon aja sampai suruh aku ngumpet-ngumpet kaya gini." Berasa kurang kerjaan pagi-pagi udah mojok di toilet. Leader genk gesrek gak ada akhlak memang. Masa mau telepon pakai chat dulu, suruh ngumpet di tempat tersembunyi. Di mana aja, asal gak terdeteksi sama Om Bas. Kalau perlu masuk lubang semut. "Tau, nggak? Semalam Om Bas ngomel-ngomel sama aku, Sy." "Hah! Serius? Kok, bisa." "Iya. Pakai wanti-wanti segala. 'Lain kali jangan menakut-nakuti istri saya, atau saya akan bikin perhitungan sama kamu!' Kaya gitu, Sy. Serem amat laki kamu kalau marah." Mau gak mau aku ngakak dengar Amel niruin gaya marahnya Om Bas. Untung lelaki itu lagi ngopi di depan, gak mungkin kebrisikan sama semburan tawa kerasku. Pantesan Amel minta aku ngumpet, pasti takut ketangkap basah lagi kaya kemarin. "Ya, salah kamu sendiri kenapa pakai cerita di bagian yang serem-serem. Wajar aja aku langsung takut." "Kan kamu yang minta share pengalamanku waktu hamil. Aku kasih tahu fakta
Read more
Insecure
Untuk pertama kalinya aku diperkenalkan dengan lingkungan Om Bas. Tempatnya berkecimpung dalam dunia kerja. Gak cuma aku, tapi melibatkan seluruh keluarga karyawan di perusahaan tersebut untuk mempererat hubungan kekeluargaan. Family Gathering diadakan di sebuah hotel berbintang lima dengan berbagai fasilitas. Semua kompak mengenakan kaos atasan warna merah dan bawahan berwarna hitam. Yang udah punya keluarga lengkap, rata-rata menghabiskan waktu di kolam renang besar yang bentuknya mirip sungai panjang yang mengelilingi venue outdoor. Om Bas berhenti sejenak saat melintasi keasyikan anak-anak itu. Tersenyum saat melihat keriuhan dan keseruan mereka mencipratkan air ke ayah dan bundanya. Aku tahu, dalam hatinya pasti ada keinginan serupa seperti apa yang tengah disaksikannya. Kadang dia insecure di usia yang telah matang, tetapi belum juga dikaruniai buah hati seperti kawan sebaya lainnya. Bagiku belum tua-tua amat, sedang ganteng-gantengnya malah. "Ngapain lihatin saya kaya git
Read more
Belahan Jiwa(POV Baskara)
Sisy terlelap di dadaku, dengan dua tangan melingkari pinggang ini. Makin terbuai ke alam mimpi makin merenggang pelukan itu. Aku menyibak anak rambut yang menutupi dahi dan wajah sendunya malam ini. Masih ada sisa-sisa basah di kitaran mata dan pipi. Usai menumpahkan semua ganjalan di hati.Upayaku mengenalkan dan membawanya masuk ke duniaku harus berujung ketidaknyamanan. Kehilangan senyum cerianya sama dengan memadamkan kehangatan di rumah ini, dan tangisnya adalah bagian menyakitkan yang tak ingin kulihat lagi sejak terakhir kali dia menumpahkannya dulu--saat aku memberikan sebuah pengakuan menyayat hati. Kupikir dia akan tumbuh menjadi gadis yang dewasa sebelum waktunya. Mengingat sejarah masa kecilnya dulu. Ternyata tidak selamanya seperti itu. Adakalanya dia begitu polos dan lugu. Tak jarang pula bertingkah labil seperti remaja belasan tahun. Namun terkadang sisi bijaknya bisa muncul tanpa diduga. Bagaimana pun itu, aku menyayanginya. Aku yang membawanya masuk dalam ikatan su
Read more
Hasil Sidak
"Kalau yang ini menurut Om gimana?" Ini adalah taster kue lapis ketiga yang kubikin, menggunakan resep Ibuk. "Sekarang lebih oke lah, hanya saja pilihan warnanya terlalu pucat." Om Bas kebagian jadi komentator. "Ooh. Oke! Nanti Sisy perbaiki lagi." Katanya, aku gak boleh marah kalau dikritik. Karena masukan dari banyak orang juga penting supaya kita bisa berbenah, apa aja yang kurang dari dagangan kita. Semua untuk kebaikan kita juga, biar ke depan lebih maju dan berkembang. Sebelum ini, kalau gak kelembekan ya pasti kurang manis. Biar bukan chef, tapi lidah Om Bas lumayan bisa diandalkan atau bisa jadi patokan berhasil atau enggaknya kue bikinanku. "Jangan hanya saya yang disuruh cobain. Kita juga butuh pendapat orang lain. Coba nanti bikin lagi terus dibagi-bagikan ke tetangga. Sebenarnya waktu paling tepat itu pas ada kegiatan lingkungan yang melibatkan seluruh warga. Nah, itu peluang bagus untuk testimoni atau promo pengenalan produk." "Terus apa lagi?" "Kalau pikiran sud
Read more
Special Moment
"Om apaan, sih! Lupa ini di mana?" Aku melepaskan rangkulan lelaki itu. Masa mau iya-iya di kantor? "Salah sendiri blusukan ke ruang rahasia segala, jangan salahkan saya kalau sampai lepas kendali." "Kalau ada orang masuk gimana? Nekat banget." "Gak bakalan ada yang berani masuk ganggu jam istirahat saya." Om Bas maju lagi, aku melipir nempel-nempel di dinding, jalan ke samping selangkah demi selangkah. Lelaki ini kenapa jadi agresif sekali? Apa aku dulu seperti itu, ya, waktu sering mancing-mancing Om Bas biar dia mau apa-apain aku? Hadeh, memalukan! Untung udah halal. "Ayolah!" Om Bas melihat jam tangan sekali lagi, mungkin memastikan waktu istirahat yang tersisa. "Nanti di rumah aja." "Sekarang pokoknya." "Nanti baju Om kusut, loh." "Enggak, kan gak perlu pakai baju." "Om!" Aku melotot tegas. Om Bas mengempaskan diri ke kasur sambil memegangi perutnya, menahan tawa. Sial! Jangan-jangan cuma prank. Udah deg-degan setengah mati. Kirain mau ngajakin bikin adonan dede bayi
Read more
Saat-saat Bahagia
"Udah taruh, kenapa dilihatin terus?" Aku geli-geli gemas dengan tingkah Om Bas. "Saya gak mimpi, kan?" Om Bas memperhatikan sekali lagi benda sebesar gagang sikat gigi anak-anak yang terbungkus plastik itu. Gak ada yang berubah, tetap menampakkan strip dua warna merah. "Kerasa, gak?" Aku mencium pipi lelaki yang tengah berbahagia itu. "Coba ulangi lagi!" "Om Bas modus." Biar gitu, aku tetap mengulanginya lagi. "Masyaa Allah, sungguh ini kado terindah dan luar biasa, Sayang. Sejak kapan kamu telat datang bulan, hem? Kenapa bisa lolos dari pantauan saya." Si calon ayah meletakkan kepala di pangkuanku dengan wajah menghadap perut. Dielusnya perut rataku lantas menghujaninya dengan kecupan lembut. Kemarin-kemarin Om Bas sibuk mengurus persiapan pembukaan outlet. Belum kerjaan menumpuk di kantornya sendiri. Sampai lupa kapan terakhir kali mencatat haid terakhirku. Atau saking sudah pasrah tiap kali aku telat mens langsung ditestpack. Namun, sejauh ini negatif terus. Sampailah pada
Read more
Aroma Terapi
"Ish, kan dokter udah bilang ... Om gak boleh ngintip dulu. Kalau dedek bayinya kesakitan gimana?" Bayangin doang kok jadi serem sendiri. "Gak bakalan kesakitan, Sayang." Om Bas malah ketawa gemes, andalannya pencet-pencet hidungku. Untung gak kempes dan tetep mancung. "Buktinya gak boleh, kan?" "Boleh, asal gak tiap hari. Asal tahu prosedur yang aman bagaimana. Dedek bayinya kan udah terlindungi kantong ketuban dan otot rahim yang kuat, jadi gak bakalan kesakitan." Tuh, kan! Padahal bukan Om Bas yang hamil, tapi dia lebih tahu segalanya. Kadang heran akutuh. Coba pinternya nular dikit gitu ke aku. Kalau gak bisa, seenggaknya nanti diwariskan ke bayi kami. "Pokoknya Sisy gak mau anuan dulu." "Sampai kapan?" "Tiga bulan." "Kamu becanda?" "Serius." Dulu aja aku sabar banget nungguin berbulan-bulan, ya sekarang rasain gimana gak enaknya dianggurin. Sebenarnya aku gak sekejam itu, kok. Serius, aku takut dedeknya kenapa-kenapa. "Om yang sabar, ya!" "Iya, iyaaa ..." Om Bas nga
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status