All Chapters of DITOLAK OM-OM : Chapter 31 - Chapter 40
62 Chapters
Cemburu
"Pagi, Sayang!" Om Bas udah rapi pakai setelan kemeja biru dongker dan celana hitam panjang. "Pagi juga Om Sayang." Sambil menahan mual, aku tetap menyiapkan sarapan untuk lelaki pujaan hati. Kasihan nanti gak keurus kalau aku manjain rasa nano-nano di dalam perut ini. Lagipula menu sarapan Om Bas gak ribet. Untuk pagi hari menu favoritnya bukan tergolong makanan berat semacam nasi dan lauk pauk. Paling cuma sereal, sandwich atau roti-rotian. Hari ini kubikinkan pisang panggang tabur keju cokelat. "Masih mual-mual?" tanya Om Bas. "Hmmm." "Tetap paksain makan sesuatu, ya." "Iya, tadi Sisy udah minum susu, kok." "Harus konsumsi makanan lain juga, Sayang." "Iya, nanti diusahain." Sejak hamil, Om Bas lebih mirip mama-mama, cerewet banget. Bentar-bentar suruh makan melulu. Minum vitamin inilah, itulah. Kulkas udah mirip orang jualan, full sayuran, buah-buahan, juga daging-dagingan. Bukan aku yang belanja, tapi bapak rumah tangga yang lagi asyik bersantap sarapan di kursi seberang
Read more
Cemburu part 2
"Cepet banget move on dari aku, langsung pacaran sama Evan." Deri menghadang langkahku pas mau balik ke kelas habis dari perpustakaan. "Emangnya kenapa? Orang kita udah putus juga."Aneh, ada mantan cepet move on kok gak rela. Terus aku harus mewek guling-guling gitu, ogah! Cukup lebih dari lima tahun aku patah hati gara-gara ditolak cinta pertama. Cinta pertama yang sekarang gak tahu masih hidup apa enggak. Tiba-tiba ilang gitu aja, gak ada kabar. Mau tanya sama Om Jatmiko kok gengsi, nanti dikiranya Om Bas penting banget dalam hidupku. "Hebatnya dia apa?" Ini anak kenapa coba tanya-tanya melulu. Aneh, orang dia sendiri yang minta putus gara-gara aku gak mau dicium. "Masa gak tahu? Yang jelas dia lebih ganteng dari kamu." Aku gak bohong ini, bukannya mau banding-bandingin. Deri sendiri yang tanya apa hebatnya Evan. "Cuma menang tampang doang udah bikin kamu segitu bangga. Dia itu playboy tahu, gak?" "Enggak, kok. Orang pacarnya cuma Sisy di sekolah ini." Deri kaya gak terima da
Read more
Makin Labil
"Wajarlah, Sy, suamimu cemburu." Mbak Farah bilang wajar katanya. "Gak wajar ini, Mbak. Dulu Om Bas gak gini-gini amat." Aku beneran gak dibolehin ke outlet sementara waktu. Selama Evan masih sering main-main ke sana. "Dulu mungkin dia belum sadar kalau istrinya cantik dan sangat berharga. Apalagi sekarang sedang berbadan dua, pasti gak rela dicolek orang sedikit aja." Ah, masa iya segitu posesifnya? Beneran, sebelum ini cuek banget. Kalaupun cemburu gak bakalan sebar-bar ini. Om Bas dewasa, gak gampang terpancing emosi. Mau marah-marah juga dipikir dulu. Kenapa sekarang jadi dia yang kekanak-kanakan. "Maksudnya, Om Bas cinta banget sama aku gitu, Mbak?" "Bisa jadi." Apa iya begitu? Dulu terkesan biasa aja karena Om Bas belum cinta beneran sama aku. Tapi masa iya cinta bisa mengubah seseorang jadi super duper bucin. "Mbak Farah gak tahu, sih, waktu Om Bas sok-sokan nolak, pasif dan terkesan ogah-ogahan sama aku." Jadi ingat awal-awal kita dijodohin sampai akhirnya nikah. Cuma
Read more
Kejutan Untuk Sisy
"Seneng?" Om Bas mengecup keningku, sedang tangan ini menyatu memeluk pinggangnya. "Banget." Setelah lampu merah berubah jadi hijau, aku melepaskan pelukan dan membiarkan lelaki itu fokus pada jalanan di depannya. "Alhamdulillah." Gimana gak seneng, jarang-jarang Om Bas punya waktu libur lumayan panjang yakni tiga hari. Jum'at ini bertepatan dengan tanggal merah, jadi pagi-pagi sekali kita langsung cus ke Malang. Jalan-jalan ke Batu pokoknya harus terealisasi. Mau panas kek, hujan kek pokoknya harus jadi. Dalam setahun, paling cuma Lebaran aja bisa leluasa berlibur. Selain cuti bersama, bisa ditambah dengan cuti tahunan. Di luar itu jangan harap bisa santai begini. Om Bas hanya punya waktu luang hari Minggu. Kalau bangunnya jam dua belas siang, cuma bisa jalan-jalan setengah hari aja. Paling banter makan di kafe, nonton atau nge-mal di kitaran Surabaya. Itu-itu aja pokoknya. "Kenapa Mama sama Papa gak barengan di mobil kita aja?" Mertuaku juga turut serta, tetapi menaiki mobil ya
Read more
Bulan Madu yang Tertunda
"Lemes amat, masih capek gara-gara acara dadakan kemarin?" tanyaku, yang ditanyai melipat sajadah usai menjalankan ibadah dua rakaat. "Enggak." Singkat amat jawabannya, aku pun segera melepas mukena dan melipatnya. Lantas baring-baring lagi di kasur. "Kalau masih capek tidur aja lagi, nanti ke Batunya agak siangan aja." Bohong kalau gak capek. Habis menyetir dua jam dari Surabaya langsung lanjut ke acara dadakan reka ulang ijab kabul. Sorenya lanjut ke sesi foto pasca wedding, sampai di rumah Bapak pukul delapan malam. Itu pun gak langsung tidur, tapi dipakai buat ngobrol-ngobrol dulu. Entah merem di jam berapa, tahu-tahu adzan Subuh berkumandang. "Saya gak papa." "Bohong, ah." Aku memeluk pinggangnya yang tengah duduk di tepi kasur. "Enggak." "Om Bas gak senyum berarti ada apa-apanya." Biasanya begitu bangun tidur langsung senyum sambil kecup kening. Hari ini aku gak dapat itu. Tuh, kan! Dia mengembuskan napas, berarti gak salah tebakanku. "Yah, sedikit kecewa saja dedek b
Read more
Drama Ngidam Syahdu
"Ayo, dong, makan dulu. Dari tadi pagi gak ada yang masuk ke perutnya Om eh Ayah." Gemes aku bujuk bayi gede satu ini, ngalah-ngalahin anak kecil. Om Bas menggeleng kuat, gak mau sama sekali. Dari makanan kelas ringan, kelas bulu sampai kelas berat gak ada yang disentuh. "Perut saya mual-mual terus bawaannya, mana bisa masuk makanan." "Ya harus dipaksain, biar gak lemes badannya." Seumur-umur, belum pernah aku lihat Om Bas masuk angin separah ini. Paling cuma berasa begah di perut sama pegal pinggang. Gak sampai muntah-muntah hebat begini. "Gak bisa, Sayang. Gak enak banget rasanya perut ini." Lelaki yang berkurang gantengnya gara-gara meringis menahan sakit itu memilih rebahan dan mengabaikan mangkuk bubur ayam di tanganku. "Kalau Sisy aja dipaksa-paksa biar enek. Ini Ayah kenapa curang?" Kadang sampai marah beneran kalau aku gak mau makan sama sekali. Biar keluar masuk keluar masuk kaya ingus, pokoknya kudu tetap diisi. "Bedalah, kan di perut kamu ada anak kita yang membutu
Read more
Believe Me
Sekarang aku gak minder lagi kalau samperin Om Bas di kantor. Orang-orangnya mulai ramah waktu berpapasan. Mungkin karena mereka udah tahu kalau aku ini istri dari salah satu pekerja yang memiliki jabatan lumayan di sini. Cuma berasa tua waktu aku dipanggil dengan sebutan 'Bu Sisy.' 'Jangan tersinggung, Sayang. Dalam lingkungan formal memang seperti itu. Sudah menikah atau belum, kalau laki-laki pasti dipanggil 'pak'. Kalau perempuan dipanggil 'bu'. Tapi gak jarang juga yang memakai sebutan 'mas' atau 'mbak'. Kamu dipanggil Bu Sisy mungkin karena mereka menghormati saya sebagai atasan.' Begitu penjelasan Om Bas waktu aku ngadu gak terima dipanggil Bu. Kan aku masih calon, belum jadi ibu-ibu beneran. Tapi apa boleh buat? Sedari masuk lobby di lantai dasar tadi, baik Pak Security, embak-embak resepsionis, atau karyawan yang mungkin mengenal Om Bas, semua pada nunduk dan senyum lihat aku. Gak kaya waktu pertama kali ke sini, banyak yang bisik-bisik sambil kulitin penampilanku dengan
Read more
Kerempongan Calon Ayah
"Nanti siang ke kantor, kan?" Om Bas sedikit mendongak waktu kurapikan simpul dasinya yang longgar. "Enggak, bekal makan siangnya udah Sisy masukkan ke mobil. Ada di jok depan biar gak kelupaan." "Okelah." Ada yang kecewa berat. "Gak nyaman kalau tiap hari nongol di kantor. Kesannya posesif banget. Nanti pada ghibah lagi, istri Pak Bos ngintil mulu ke kantor." Tahu diri lah aku, sesekali ke sana sambil sidak masih mendingan. Kalau tiap hari apa kata dunia? "Sudah gak takut lagi kalau sewaktu-waktu saya digondol pelakor?" Pemilik rambut kelimis itu menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan wajahku, lalu ketawa jail. "Semua tergantung laki-lakinya, gampang tergoda saat digondol atau memperjuangkan kepercayaan sang istri supaya gak mudah tergondol." "Bahasa lainnya?""Tamu gak bakalan nyelonong masuk kalau tuan rumah gak bukain pintu." "Kalau tamunya maling masa iya ketok pintu dulu?" "Ish, ayah, mah." Sebel kalau Om Bas pura-pura gak ngeuh. Gak lucu. Apalagi pakai ketawa ala Spon
Read more
Acara Tujuh Bulanan
"Kok bisa gini, ya!" Aku berputar-putar di depan kaca. Menyaksikan perubahan drastis pada bentuk tubuh ini. "Kenapa, Sayang?" Om Bas mengernyit, kayaknya heran lihat istrinya ber-pose aneh-aneh. Miring-miringlah, maju mundur, terakhir mendekat ke kaca dan cubit-cubit pipi sendiri. Chubby banget. "Pantesan aja nambah lima kilo. Orang bengkak gini." Terakhir kali kontrol kehamilan, aku kaget waktu naik timbangan digital. Berat badan yang sebelum hamil 47 kg sekarang melonjak ke angka 52. Penyebabnya udah pasti perut yang mulai buncit. Lantas diikuti pembengkakan di bagian tubuh lain kaya pipi, lengan dan paha. "Ya bagus, dong. Itu wajar dan normal." Pria yang hanya memakai handuk habis mandi itu mendekat. Ikut mengamati bodi istrinya dari pantulan kaca. "Kalau bunda jadi gendut, ayah masih cinta, gak?" Baru trimester kedua aja udah kaya gini bentuknya. Apalagi nanti pas genap sembilan bulan. Kebanting banget sama bodi seksi tante Erin. Kalau Om Bas ilfeel terus berpaling gimana? H
Read more
Karma Istri Ngeyelan
"Padahal di YouTube banyak banget videonya, Sy. Tinggal ngikutin tutorialnya aja." Mbak Farah menyiapkan matras untukku. "Iya sih, Mbak. Tapi gak seru kalau gak ada temennya. Hihihi." Kapan lagi aku bisa mengerjai mbak ketemu gede ini. Mana orangnya gak enakan pula. Kalau kumintai tolong apa-apa pasti diusahakan bisa. Gak tega mengecewakan orang hamil katanya. Kaya pagi ini, kupaksa dia jadi instruktur senam hamil trimester ketiga. "Bukannya ini hari Minggu, Bas di rumah, kan! Malah mesra senam hamil berdua." "Ada, sih. Tapi aku kepinginnya sama Mbak Farah, sekalian mau konsultasi." "Konsultasi apa? Mbak bukan dokter atau psikolog." "Nanti aja kukasih tahu, sekarang ajarin gerakan senamnya dulu." "Ish. Berbahagialah kamu lagi hamil, mau geregetan nyubit jadi gak bisa kan!" Aku ketawa nyengir, Mbak Farah yang juga memakai baju olahraga sepertiku mengambil posisi duduk bersila dua meter di depan. Lantas melakukan gerakan pemanasan terlebih dulu. Jelas wanita itu udah hapal lua
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status