Semua Bab Susahnya Jadi Mas Joko: Bab 11 - Bab 20
231 Bab
Bab 11: Lupa Memencet Tombol
Bab 11: Lupa Memencet Tombol  Beberapa saat aku terus berdiri di tepi jalan, memandangi mobil Ibu Joyce yang telah melaju dan semakin jauh meninggalkan aku. Ternyata Ibu Joyce tidak mempunyai kebun, dan sekali lagi dia berhasil menipuku mentah-mentah. Aku merasa sangat, sangat kecewa. Namun, aku berusaha membesarkan hatiku sendiri dengan mengingat-ingat bahwa,           “Kecewanya karena patah hati jauh lebih menyakitkan daripada ini.”           Aku menghela nafas sekali, masih berdiri dengan perasaan yang hampa. Aku mengulum bibirku sendiri dan menggigit-gigitinya sampai terasa sakit. Aku melakukan ini karena rasa kecewa akibat tingkah-polah Ibu Joyce tadi telah berubah menjadi sakit hati.           Bagaimana tidak?
Baca selengkapnya
Bab 12: Dang-ding-dong
Bab 12: Dang-ding-dong  Dua hari kemudian…, Aku bangun subuh supaya tidak terlambat di hari pertamaku bekerja. Jarak antara rumah Alex dengan kompleks perkantoran tempatku bekerja memang cukup jauh. Aku sudah keluar dari rumah Alex ketika hari masih gelap, dan berjalan ke arah persimpangan jalan raya untuk menyetop angkot. Untuk ongkos, syukurlah, aku mendapat sedikit uang dari Tante Resmi ketika disuruh untuk menguras dan membersihkan kolam hias di depan rumahnya.           Ketika mengerjakan itu, aku belum juga bertemu atau bahkan hanya melihat Resti, anak Tante Resmi yang menurut keterangan Alex sangat cantik, menyamai kecantikan semua artis Hollywood yang bernama Jennifer.           “Belum rejeki kamu,” kata Alex.Biar saja. Toh, aku jatuh c
Baca selengkapnya
Bab 13: Onde-onde
Bab 13: Onde-onde  Ruangan yang sedang aku pandangi itu tidak mempunyai label. Namun, menurut keterangan Ibu Kemas itu adalah ruangan serbaguna, tempat para karyawan beristirahat, duduk-duduk, atau menggosipi para atasan yang menjengkelkan.           Ruangan serbaguna itu sendiri ukurannya cukup besar. Dimensinya lebih dari satu setengah kali lapangan voli. Di pojok ada sebuah toilet untuk dua gender; ladies dan gentleman, dilengkapi dengan keran air untuk mengambil wudhu. Kemudian, ada sebuah mushola dengan garis batas suci yang jelas di lantainya, dan ditabiri dengan sebuah dinding lipat portabel yang terbuat dari anyaman rotan. Simpel, tetapi cantik.           Berseberangan dengan itu, ada beberapa set meja kursi yang jika aku bayang-bayangkan kalau menduduki salah satun
Baca selengkapnya
Bab 14: Surat Peringatan
Bab 14: Surat Peringatan  Gawat! Aku sampai termangu mendengar penuturan Ibu Kemas. Bahwa kejadian di ruangan serbaguna tadi ternyata berbuntut panjang. Rutenya “mbulet-mbulet”, maksudku melingkar-lingkar, dan itu semua terjadi dalam waktu yang tak lebih dari dua jam saja.           Ibu berambut coklat tadi ternyata tersinggung berat dengan kata-kataku. Dia lalu menemui seseorang, yang mungkin itu adalah pemilik kewenangan terkait pekerjaan outsourcing di perusahaan ini. Orang kedua itu kemudian menelepon Ibu Joyce, Ibu Joyce kemudian menelepon Ibu Kemas, Ibu Kemas langsung mencari aku, yang Ibu Kemas temui justru Danil,  Ibu Kemas kemudian menyuruh Danil mencari aku, lalu sekarang…,           “Kamu ngomong apa tadi sama Ibu Anne?” &
Baca selengkapnya
Bab 15: Ternyata Itu Tato
Bab 15: Ternyata Itu Tato  Menerima berkas yang kedua, mataku sontak membeliak. Alamak! Keluhku dalam hati. Apa pula ini? Barusan yang aku terima adalah Surat Peringatan Kesatu. Lalu sekarang, di tanganku ini adalah Surat Peringatan Kedua?? Dan aku mendapatkan itu di hari keduaku bekerja?? Instan sekali! Mimpi apa aku semalam? Aku yang sial atau memang kehidupan ini yang kejam?           Aku menelan ludah, lalu dengan takut-takut aku mengangkat kepala. Berganti-gantian kemudian aku menatap wajah Ibu Kemas, Ibu Joyce dan Ibu Dewi dengan pandangan yang memelas.           Dikelilingi oleh tiga wanita begini, yang kesemuanya adalah atasanku, aku merasa bagai dihadapkan oleh tiga orang Raden Ajeng Kartini sekaligus. Lalu aku, betapa tak becusnya aku sebagai manusia dan juga laki-laki karena menda
Baca selengkapnya
Bab 16: Ganteng Ini Membunuhku
Bab 16: Ganteng Ini Membunuhku  “Apakah saya perlu mengeluarkan Surat Peringatan Ketiga?? Supaya kamu bisa langsung get out dari PT Sinergi??” tanya Ibu Joyce dalam umpatannya.           Oh, kalau aku bisa pingsan, aku ingin pingsan sekarang juga. Supaya Ibu-ibu para atasan yang terhormat lagi mulia ini bisa sedikit merasa iba. Tiba-tiba saja aku merasa kecil, kerdil, mini, liliput, dan aku tak ubahnya bagai tungau di selangkangan anak-anak kampung, yang dibasmi dengan cara disontek menggunakan ujung lidi. Tuing! Dan tak ada yang peduli.           “Kamu menunduk lagi?? Kamu mau ngeliatin kaki saya lagi??”           Aku tersentak, dan cepat-cepat kuangkat kembali wajahku. Ya Tuhan, apakah harus beg
Baca selengkapnya
Bab 17: Antara Munif dan Munaf
Bab 17: Antara Munif dan Munaf  Baik? Baik apanya? Seperti kuntilanak begitu dibilang baik? Iya, betul, baik, kalau dilihat menggunakan sedotan, dari puncak gunung Himalaya sana. Namun, tanda tanya yang tadi sempat membersit dalam benakku pun kembali mencuat; “apakah mereka berdua ini sedang bersandiwara?”           Lalu, Ibu Joyce, apakah dia juga bersandiwara? Pada sesi wawancara dia bersikap genit dan mau menggodaku, apakah itu sandiwara? Ketika dia mencak-mencak di ruangan CS tadi, itu juga sandiwara?           Aku yakin sekali, Ibu Joyce tadi tersenyum ketika melihatku yang memelas dan memohon-mohon supaya jangan dipecat. Benar, meskipun dia cepat-cepat menutupi senyumnya itu dengan tablet, tapi sorot mata yang geli masih sempat aku tangkap meski hanya sesaat.  &nb
Baca selengkapnya
Bab 18: Rindu Pakai Banget
Bab 18: Rindu Pakai Banget  “Untuk postur badan Bu Joyce yang sekarang ‘over’ begini, menurut aku agak sedikit lucu juga sih,” kata Danil kemudian.“Kenapa begitu?” tanyaku.“Setahu aku, ini setahu aku ya? Biasanya, perempuan kalau sudah bercerai dari suaminya malah semakin kelihatan cantik, semakin seksi, begitu. Kalau gemuk, akan semakin langsing. Kalau dia kulitnya kusam, akan semakin cerah. Kalau jerawatan, akan semakin mulus. Yah, lebih kurang seperti itulah. Tapi, Ibu Joyce malah kebalikannya. Setelah bercerai, dia malah gemuk begitu.”“Jadi, Bu Joyce itu.., janda?” tanyaku lagi yang tiba-tiba antusias.“Iya.”“Sudah lama?”           “Apanya?”           
Baca selengkapnya
Bab 19: Bertemu Gebetan
Bab 19: Bertemu Gebetan  Tunggu, apakah itu perempuan yang bernama Resti? Dia sedang berjongkok, menggulung selang air yang barusan tadi dia pakai untuk menyiram bunga di pekarangan. Dia membelakangi jalan, maka dia juga membelakangi aku.            Aku sengaja melambatkan langkahku, sembari berharap dia akan berbalik supaya aku bisa melihat paras wajahnya. Ketika aku melewati depan rumah Tante Resmi, wanita itu masih juga belum selesai menggulung selang air. Aku langsung berjongkok dan berpura-pura membetulkan tali sepatuku.           “Kalau memang kamu Resti, berbaliklah kamu!” harapku dalam hati.           “Jangan takut, sayang. Aku tidak akan menggoda kamu.”      &nbs
Baca selengkapnya
Bab 20: Awas Jatuh Cinta!
Bab 20: Awas Jatuh Cinta!  Ternyata, dugaanku salah. Sampai dua kali pula. Pertama, tentang Lo Rena. Foto profilnya di facxbook ternyata memang asli. Lo Rena memang secantik di dalam foto pada akun media sosialnya itu. Tidak ada trik, tidak ada editing, tidak ada filter, tidak ada manipulasi foto yang macam-macam.           Melihatnya tadi sore di alun-alun kota, serasa aku melihat seorang model yang baru saja keluar dari kalender. Aku sampai gugup, gagap, tak bisa bicara, dan wajahku terperangah dengan permen karet yang sedang melembung karena aku tiup. Kejadian selanjutnya, waduh, bagaimana aku menceritakannya? Singkat saja, bla, bla, bla, dan kami pun berpisah, dengan akhir yang sangat tragis bagi Alex, sahabatku yang baik hati itu.           Lo Rena menyangka b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
24
DMCA.com Protection Status