Susahnya Jadi Mas Joko

Susahnya Jadi Mas Joko

last updateLast Updated : 2023-03-06
By:  AyusqieCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.6
25 ratings. 25 reviews
231Chapters
11.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Joko yang ganteng, berpostur atletis, dan jago bermain voli, banyak disukai oleh wanita-wanita di sekitarnya. Namun, wanita yang benar-benar ia sukai justru tidak menyukai dirinya. Ia terus berupaya untuk menaklukkan Ningsih, gadis cantik anak Pak Sadeli sang pegawai kecamatan yang ia taksir itu. Bahkan, demi mendapatkan hati Ningsih, ia sampai rela tubuhnya dipasangi susuk pemikat oleh Ki Ageng Gemblung. Malapetaka pun menimpa Joko, akibat sebuah kejadian ganjil yang serta-merta menjungkir-balikkan dunianya. Yaitu, “yang aku taksir, anaknya. Yang naksir aku, ibunya!” Kejadian yang menggegerkan orang sekampung itu membuat Joko terusir dari kota kelahirannya sendiri. Ia terpaksa pergi, meninggalkan ibu dan adik perempuannya untuk mencari kehidupan baru di tempat yang lain, sekaligus untuk menemukan cinta sejati dalam hidupnya. Berhasilkah dia? ******** “Kamu cinta aku, Mas?” “Iya, Sayang.” “Walaupun aku gemuk?” “Iya.” “Walaupun aku pendek?” “Iya.” “Walaupun aku punya varises?” “Iya.” “Terima kasih, Mas.” Ia pun tersenyum manis, dan memejamkan kedua matanya bersamaan dengan mengembuskan nafasnya yang terakhir. Aku yang melepasnya pergi di dalam pelukanku, menangis tanpa suara. ******** ********

View More

Chapter 1

Bab 1: Libero

Bab 1: Libero

“Maaf, ini serius? Ini beneran? Asli?”

“Iya, Bu, itu memang nama saya.”

“Joko Aja?"

“Betul, Bu.”

Ibu Joyce, manajer perusahaan tempat aku melamar ini serentak mengalihkan pandangannya dari berkas lamaranku. Ia menatap wajahku seperti sedang berusaha mengenali seseorang.

“Saya kira nama kamu bakalan seperti Lee Min Ho, atau Kim Soo Hyun, begitu.”

Berarti Ibu Joyce ini hobi nonton drakor alias drama Korea, batinku.

“Atau, bakalan seperti Tom Cruise, atau Leonardo Dicaprio, begitu.”

Hobi nonton film Barat juga, batinku lagi.

“Atau paling tidak, seperti Shah Rukh Khan.”

Suka film India juga.

“Yah, minimal yang mirip-mirip dengan Mr. Sugimoto-lah.”

Mister Sugimoto, siapa lagi ini?

Menyadari aku yang hanya kikuk dan serba salah, Ibu Joyce kembali mencermati berkas lamaranku. Ia kemudian menggumam seakan tidak percaya dengan pandangannya.

“Joko Aja…, hemm, Joko Aja. Ngomong-ngomong, tinggi badan kamu berapa?”

“Seratus sembilan puluh senti, lebih kurang.”

“Tinggi badan kamu seratus sembilan puluh senti tapi nama kamu cuma tujuh huruf? Irit banget.”

“Maaf, Bu. Sebenarnya nama saya terdiri dari dua puluh lima huruf.”

“What?? Dua puluh lima?”

“Iya, Bu.”

“JOKO, itu empat huruf, Ko! AJA, itu cuma tiga.”

“Dua puluh lima, Bu.”

“Kamu dulu sekolah di mana sih?”

Aku diam.

“Nama kamu Joko aja, kan?”

“Yang benar Joko AJA, Bu. AJA-nya pakai huruf besar. Sebenarnya itu singkatan.”

Ibu Joyce yang berpostur sedikit tambun di depanku ini menempelkan punggung tapak tangannya ke kening sendiri. Dia pasti pening. Sama seperti aku yang dulu sering pening di saat ujian dan harus melingkari lembar jawaban komputer dengan pensil 2B. Namaku memang panjang, sepanjang…,

“Oke, oke, sekarang, sebutkan nama lengkap kamu.”

“Joko AJA. Lengkapnya…, Joko Adiguna Jalayuda Atmojo.”

“Beeeuh! Panjangnya!”

“Iya, Bu, memang panjang, sepanjang ke…,”

“Coba ulangi lagi.”

“Joko Adiguna Jalayuda Atmojo.”

“Bener, Ko, memang panjang, sepanjang tronton dua puluh lima ban.”

Padahal tadi aku mau bilang; sepanjang jalan kenangan. Ya sudah, sepanjang tronton juga tidak apa-apa, yang penting lamaranku diterima.

“Kamu orang apa, Ko?” Tanya Ibu Joyce lagi. Matanya ikut bertanya lewat lirikan yang melintasi frame kacamata silindrisnya.

“Orang Indonesia, Bu.”

“Heloouuw! Maksud saya, suku. Kamu suku apa?”

“Agak rumit saya menjelaskannya, Bu.”

“Nah, loh, kenapa begitu? Wong tinggal ngomong saja kok.”

“Bapak saya campuran antara Jawa dan Banjar, tapi dari Jawa ini juga ada keturunan dari Arab. Kalau dari Banjar-nya ada keturunan juga dari Tionghoa. Nah, kalau Ibu saya, campuran antara Melayu dan Bugis. Akan tetapi, darah Melayu ini juga ada persinggungan dengan keturunan Batak. Sementara dari Bugisnya-nya sendiri masih ada keturunan Sunda dan Bali.”

“Rumit, bener, Ko.”

“Iya, Bu, memang rumit.”

“Jadi, sebenarnya kamu ini orang apa sih?”

“Orang yang berjiwa Pancasila, Bu.”

“Hahaha!” Ibu Joyce tertawa tergelak-gelak.

Aku malah lebih suka jika dia diam, cantiknya jelas kelihatan, daripada tertawa yang ternyata sedikit menyeramkan.

“Kamu bisa ngelucu juga ya, Ko?”

Aku tersenyum saja. Bagaimana aku bisa melucu? Lha, nanti siang saja aku tidak tahu mau makan apa. Uangku yang tersisa cuma cukup untuk ongkos pulang ke kontrakan seorang teman, tempat aku menumpang selama beberapa waktu ini.

“Tapi, wajah kamu kok ada mirip-miripnya sama orang Korea ya?”

Maka dengan komentarnya itu, Ibu Joyce ini adalah orang yang kedua puluh sekian menyebut aku mirip orang Korea. Mudah-mudahan dia tidak bilang aku mirip Kim Jong Un yang konon punya rudal nuklir itu.

Perutku yang sejak pagi belum terisi apa-apa membuatku tak ingin lagi berbasa-basi, gono-gitu dan gini. Pertanyaan yang berikutnya ingin aku dengar juga yang semestinya berkaitan dengan pekerjaan yang aku lamar; gaji, atau posisi, atau mungkin training.

“Untuk ukuran cowok, kamu ini termasuk tinggi lho, Ko. Jauh di atas rata-rata. Seperti atlet saja.”

Aku menunduk. Perutku mulai terasa perih.

“Kamu bisa main basket, Ko?”

“Tidak bisa, Bu.” Jawabku lemah.

“Tinggi badan kamu jadi mubazir, Ko.”

Aku menelan ludah. “Tapi, aku bisa bermain voli, Bu.”

“Hahh?! Serius?” Ibu Joyce serentak mencondongkan tubuhnya ke arahku. Senyumnya merekah dan wajahnya pun sontak sumringah.

“Aduh, menyesalnya aku bilang bisa bermain voli,” batinku. Sebab aku sedang tidak ingin menceritakan tentang bagaimana tenarnya namaku di kota kelahiranku. Meski hanya ukuran kompetisi atau turnamen tarkam—antar kampung—akan tetapi aku adalah bintang di lapangan voli. Sebab itu pula aku digila-gilai oleh Arini, Qori, Siti dan Juminah.

“Iya, Bu. Sedikit.”

“Kamu bisa mukul? Bisa nye-mash?”

“Bisa, Bu. Memang itu spesialis-nya saya di permainan voli.”

“Hebat. Saya mau dong, di-smash sama kamu.”

Bleeeh..! Apa-apaan sih ini? Omelku dalam hati. Wawancara kerja kok begini?

“Maaf, maksud saya tadi, saya mau diajarin main voli sama kamu.”

“Dengan senang hati, Bu, kalau ada waktu dan kesempatan.”

“Sebagai penyerang, posisi kamu apa?”

“All round, Bu.”

“All round?”

“Iya, Bu.”

“Jadi, kamu bisa menyerang dari segala posisi?”

“Iya, Bu.”

“Kamu bisa menyerang dengan segala jenis umpan?”

“Hemm, yah, sedikit-sedikit kok Bu.”

“Wow, saya suka yang bisa segala posisi.”

Ya Allah, aku ingin mendengar keputusan kapan aku bisa bekerja, gajiku berapa dan nanti akan ditempatkan di mana. Bukan lucu-lucuan tentang voli!

“Umpan bola tiga, kamu bisa?”

“Bisa, Bu.”

“Bola dua?”

“Bisa, Bu.”

“Back attack, serangan belakang?”

“Bisa, Bu.”

“Bola cepat? Atau quicker?”

“Itu favorit saya, Bu.”

“Kenapa favorit?”

“Saya suka yang cepat dan tepat, Bu.”

“Mantap euy. Saya juga suka sama laki-laki yang cepat dan tepat.”

Semakin ke sini, aku pun semakin penasaran. Ibu Manajer ini tahu banyak tentang olah raga voli. Namun, mengingat postur tubuhnya yang sedikit tambun, sedikit gemuk dan pendek, apakah dia juga bisa bermain voli?

“Ibu suka main voli juga?”

“Banget. Saya masih suka main voli, bareng ibu-ibu komplek.”

“Posisi Ibu apa?”

Pertanyaanku yang terakhir barusan aku tekan sekuat mungkin supaya gesture-ku tidak menyinggung posturnya yang tidak meyakinkan itu.

“Wow, kalau saya sih, kanan kiri oke. Mau di atas, saya bisa. Mau di bawah, saya juga bisa. Mau dari samping juga, hayo.”

Oh, yakinlah aku sekarang. Ibu ini pasti seorang libero, yaitu poisisi pemain yang bertugas khusus untuk bertahan.

“Dari belakang juga, saya suka.”

Nah, kan, benar. Seorang libero juga harus begitu, bisa bertahan di segala posisi. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, dia juga harus bisa jungkir balik.

“Mau dijungkir-balikkan juga saya mau kok.”

Apakah aku yang salah dalam memandang? Atau apakah aku yang salah dalam mengambil kesimpulan? Di sepanjang kata-katanya tadi, Ibu Manajer ini selalu menatapku, dengan sorot yang tidak bisa dikatakan wajar. Tadi dia menatap ke arah wajahku, lalu ke leherku, sebentar ke dada, lalu ke perut, lalu ke bawah, semakin ke bawah.

“Jadi begini ya, Joko. Kamu pasti tahu perusahaan apa yang sedang kamu lamar ini. Jadi soal gaji, kamu juga semestinya sudah tahu kan? Bonus, THR, uang lembur dan lain-lainnya nanti akan saya jelaskan kalau kamu sudah mendapat kepastian.”

“Tapi, saya jamin, Ko. Kamu pasti lolos. Kamu pasti diterima. Karena semua keputusan ada di tangan saya. ”

Ibu Joyce kemudian bangkit dari kursinya. Aku kira dia akan mengambil map, berkas, atau apa, begitu. Ternyata, dia hanya berpindah posisi duduk dari kursi, ke atas meja! Di depanku! Rok hitamnya yang pendek mengumbar semua bagian atas kakinya. Hingga aku bisa melihat sedikit pahanya yang putih dan—maaf—juga varisesnya.

Aku menelan ludah. Dasar apes, keluhku dalam hati. Ini pasti gara-gara susuk pengasih yang ada di tubuhku, yang dulu dipasang oleh seorang guru spiritual bernama Ki Ageng Gemblung!

********

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

10
96%(24)
9
0%(0)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
4%(1)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
9.6 / 10.0
25 ratings · 25 reviews
Write a review
user avatar
Rubiman Bin Tukimin Rubi
TIGA NOVEL ANDA SUDAH SAYA BACA KETGANYA MENGANDUNG PESAN MORAL YG SANGAT TINGGI, YAITU SEMUA TOKOHNYA MAMPU MENGENDALIKAN SYAHWATNYA TERHADAP GODAAN WANITA Walaupun sangat berat tentunya Ditunggu karya terbarunya.. SEMANGAT............
2024-07-25 21:30:16
3
user avatar
bagas al baihaqi
menanti sekuel Mas Joko AJA, semoga ada buku baru
2024-02-04 14:22:57
1
user avatar
Eɩma Zųɭŋaɩŋųɭ
Hadir slps baca Abang Ojek vs Ibu Polwan. makasih Ayusqie.. utk novel2 yg asyik
2024-01-28 16:19:13
1
user avatar
Nia Ummi Hasan
keren banget
2023-10-27 21:13:50
1
user avatar
Ayusqie
Segera tayang, karya saya yg berikutnya ABANG OJEK VS IBU POLWAN.. Yuk kaka2 reader yg cantik yg ganteng, asyik jg nih.
2023-04-06 08:40:04
1
user avatar
Ayusqie
Mudah2ah dipermudah n dipercepat urusannya ya kak. Kisah Ibu Polwannya..
2023-04-01 19:53:56
1
user avatar
produksidiperta
thor......jangan jadikan joko anak durhaka......udah berapa lebaran nggak pulang pulang
2023-02-28 06:39:47
3
user avatar
produksidiperta
thor.....nyampek mana bang aje ama bu polwannya???
2023-02-26 06:29:01
2
user avatar
produksidiperta
thor.......tàmbahin updetnya
2023-02-26 06:11:13
1
user avatar
produksidiperta
moga bisa sembuh angel.......do'a ku untukmu
2023-02-19 08:21:08
1
user avatar
Eva Novianti
rindu ibu polwannya...
2023-02-04 19:11:10
2
user avatar
Ayusqie
asyik disimak, lucu menggelitik sekaligus menyentuh hati
2022-09-22 15:17:18
3
default avatar
ina.23mei2012
ceritanya nyantai tapi nagih
2022-09-16 19:00:17
1
user avatar
Yanti Keke
wah sptnya sad ending..... hmmmm
2022-09-16 13:58:20
1
user avatar
Ayusqie
Dirgahayu RI ke 77. Semoga makin maju dan makmur NKRI-ku. Terima kasih utk kk2 reader yg telah mengikuti kisah romance Mas Joko ini. Jika suka, jangan lupa vote ya kak, spy saya makin semangat nulisnya. Terima kasih, matur nuwun, syukron katsiron, thank you, xie-xie.. ...
2022-08-17 19:38:20
1
  • 1
  • 2
231 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status